Wira tertunduk lesu di atas kursi yang mengikat kedua tabgan serta kakinya. Napasnya tercekat saat melihat tatapan langsung dari keluarganya melalui ponsel. Kekecewaan dan kemarahan tampak mendominasi dan mereka bahkan tidak pernah menginginkan sosoknya hadir sampai menjadi seorang iblis. Kehadirannya bahkan tidak lagi diharapkan oleh siapa pun termasuk istri kesayangannya.
"Kenapa? Apa kau membuat mereka kecewa?" tanya Saira datang sembari membawa sebotol air mineral.
"Apa pedulimu!" sarkas Yudi dari sisi kanan.
Saira ikut mendekat dan menatap Yudi dengan senyum mengejek. "Apa wajahku terlihat peduli?"
Gadis itu menggeleng lalu tertawa sejenak sebelum tatapan tajamnya memusat pada pria itu. Kebenciannya terlihat sangat tidak terkira lagi. Ia menendang kursi Yudi sampai tersungkur ke lantai.
"Aku ingin sekali membunuh kalian berdua, tapi itu tidak akan membuatku bahagia! Bagaimana kalau salah satu dari bagian tubuh kalian dihilangkan?
Romeo perlahan sudah membuka matanya, sedikit menyilaukan saat lapu pijar menyambut korneanya. Penglihatan sedikit kabur tapi perlahan kembali jernih dan melihat beberapa orang berdiri di sampingnya. Menatap tersenyum dengan berbagai ekspresi.Romeo mengernyit saat tidak ada seorang pun yang ia kenali di sana. Bahkan dia tidak ingat siapa dirinya sendiri."Sayang, kamu akhirnya membuka mata."Marry tampak menangis terharu dan sangat bahagia. Hari yabg ia tunggu akhirnya tiba. Lalu Romeo melirik ke arah gadis yang berada di sebelah wanita yang menangis."Syukurlah kamu kembali Dom."Ia sengaja memakai nama kesayangannya agar Romeo hanya akan mengingatnya seorang. Ia tidak akan membiarkan ada kenangan mengenai wanita di masa lalu pria itu. Karena sekarang Marry memberinya restu penuh."Siapa kalian? Saya benar-benar tidak mengingat apa pun."Marry tersenyum meski air mata masih terisa di sana. Sedih memang, tapi ia lebih baik se
"Romeo, aku sangat merindukanmu."Keningnya terlihat mengkerut saat Saira menyebutnya sebagai Romeo. Bahkan ia tidak tahu siapa Romeo. Gadis itu langsung memeluknya dan menangis. Apa ia sudah membuat sebuah kesalahan sebelum lupa ingatan."Maaf Nona, tapi Saya Dominic bukan Romeo."Saira melepaskan pelukannya. Ia menatap dalam manik yang terlihat kosong. Ia sekarang tahu jika Romeo pasti kehilangan ingatannya sampai tidak mengingat kenangan mereka."Kamu tidak mengenaliku?" tanya Saira dsngan sedih.Pria itu menggeleng dan mencoba mengingatnya. Namun, kepalanya kembali sakit membuat Saira panik. Ia kembali memeluk Romeo dan menumpukan kepala pria itu ke bahunya."Tidak perlu diingat jika sangat membuatmu kesakitan." bisiknya lembut."Maafkan aku," bisik Romeo sangat kecil sampai tidak bisa didengar oleh Saira.Romeo sejak tadi memperhatikan perut buncit Saira dengan saksama. Matanya sangat betah memandanginya seolah ia memi