Share

Tahun 90-an

Lahir, tumbuh, layu, setelah itu perjalan kembali ke sana. Keabadian.

"Pak! Anaknya perempuan."

Angka kelahiran di Indonesia bertambah. di Hari Rabu bulan ke dua. Tahun 1992.

Kelahiranku. Apa sudah tercatat di Badan Pusat Statistik? Kapan ya dicatatnya?

Aku hampir kehilangan semua memori di awal 90an. Beberapa potongan kenangan masih tersimpan walau bukan ingatan utuh.

Dahulu aku masih terbayang pagi yang sangat sejuk. Udara bersih. Tinggal di sebuah perumahan untuk karyawan BUMN di kawasan Puncak, Bogor. Hampir setiap hari bermain di sekitar kebun teh. Memetik buahnya yang kecil untuk main masak-masakan.

Di sana, aku juga mulai bersekolah. Setiap pagi aku melewati lapangan sepak bola untuk sampai ke sekolah dasar. Begitupun saat pulang. Sesampainya di kelas, kaos kaki berenda yang kupakai banyak tersangkut rumput liar dan ilalang yang kusebut domdoman.

Aku anak perempuan yang hampir tidak pernah lupa mengikat rambutnya dengan bermacam-macam style. Memiliki buku diary yang dibawa ke sekolah. Isinya bio-data teman-teman. Harta karunku adalah alat tulis kharakter yang lucu-lucu.

Aku ingat saat di dalam kelas, belajar dari papan tulis hitam dengan kapur putih dan warna warni. Hari Senin jadi rutinitas upacara bendera, setelah Selasa, Rabu waktunya senam SKJ dengan iringan lagu dan gerakan khas, Kamis jadwal pakai seragam batik, dan Jum'at senang bisa pulang lebih cepat. Sedangkan Sabtu, jadi hari untuk kegiatan ekstrakulikuler.

Di hari-hari yang aku lewati kala itu, di balik getir kejadian negeri ini dan krisis yang berlangsung, tetap ada tawa kecil yang riang dalam kesederhanaan. Anak-anak yang bermain.

Permainan lompat tali, engklek, petal umpet, kasti (baseball), kelereng, bepe-bepean (orang-orangan dari kertas karton), main ayunan yang tergantung di dahan pohon, jungkat jungkit dari papan kayu yang diseimbangkan dengan ban mobil bekas, berseluncur dengan pelepah palem di tanah yang licin, bermain hujan-hujanan jadi yang paling menyenangkan.

Cemilan gratis di dapat dari pohon jambu di pekarangan rumah orang. Jika dapat uang jajan, warung kelontong jadi tujuan. Saat lapar, terkadang berinisiatif untuk makan bersama teman. Kalau aku bilang, papadangan (makan bersama).


Jika bosan, mencoba masak nasi goreng dengan teman bermain. Cukup dengan bahan dari sisa nasi di rumah, bawah merah, bawang putih, cabai merah, garam, dan minyak goreng. Caranya hanya dimasak dari api yang dinyalakan manual. Menumpuk sisa koran bekas dengan ranting pohon dan daun kering, lalu dinyalakan dengan korek api.

Hingga awal sore masih terus bermain, lalu sepulang main segera mandi dan bersiap menunggu guru ngaji. Di malam hari setiap Bulan Ramadhan dan sepulang tarawih, langit malam indah sekali. Bintang-bintang sering kulihat. Langit dengan bintang yang sangat banyak.

Apalagi bicara Minggu pagi. Itu adalah waktu yang sangat ku nantikan. Aku paksakan diri untuk tetap bangun lebih awal. Deretan jadwal kartun di TV sudah dimulai sebelum jam 6 pagi. Imaginasiku adalah menjadi kharakter di cartoon favorit.

Setelah era itu berlalu, mengenang setiap momen lagi dan lagi. Apa yang sangat aku kenang?

Karena sebenarnya, tidak hanya suka cita dan keceriaan. Ada hal yang aku sangat takuti di masa kanak-kanak. Entah kenapa dasarnya aku takut, membayangkan suatu hari terbangun menjadi dewasa. Hingga aku bilang, "Aku nggak mau jadi orang gede, aku mau jadi anak-anak aja!" dengan mata memerah.

Apa mungkin keinginan itu yang menghalangiku?

Sesuatu dari masa kecilku yang aku terus hindari atau kupaksa untuk melupakan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status