Share

UNSTOPPABLE: KETIKA BENCI MENJADI CINTA
UNSTOPPABLE: KETIKA BENCI MENJADI CINTA
Penulis: Destiara Kim

1. Awal Perjodohan

"Apa? Jadi, Mama ingin menjodohkanku dengan dia?" 

Amel menunjuk ke seorang pria yang saat ini tengah menolehkan kepala agar tak bertemu pandangan dengan Amel. Wajah pria itu juga sama kusutnya seperti wajah Amel.

Namun, kedua wanita yang saat ini tengah mendudukkan tawanya berjejeran itu malah meledakkan tawanya.

"Tuh, Citra, anak-anak kita kayaknya sudah serasi banget ya? Tuh, sampai ekspresi wajahnya aja sama!" seru Mama Amel, Lani.

"Iya, Lani, bener tuh. Sepertinya keputusan kita untuk menjodohkan mereka berdua itu adalah keputusan yang sangat benar," sahut Citra, Mama pria itu.

Amel pun seketika membuka mulutnya lebar-lebar. Seperti tercengang ketika mendengar penuturan dua wanita dengan usia sepantaran itu. Sontak saja, Amel memandang wajah pria itu dengan sorot mata sinis.

"Apa hebatnya sih dia, Ma, sampai-sampai, Mama harus jodohin aku sama dia!" keluh Amel sembari menunjukkan jarinya ke arah pria itu.

"Lo juga apa hebatnya? Bisanya cuma ngeluh dan ngambek doang! Ma, ganti aja deh, Yia bisa ketawa kalau dia lihat aku nikah sama dia!" tandas pria itu sembari ikut menunjukkan jarinya ke arah Amel.

"Aduh, Lino. Amel ini cantik banget loh, masa kamu gak tertarik sih," cibir Citra. 

Mendengar pujian dari Citra, tentu membuat Amel segera mengibaskan rambutnya dengan rasa penuh percaya diri. Tentu saja, hal itu mengundang decihan dari bibir Lino. Pandangannya sekarang menatap jijik ke arah Amel.

"Sok banget sih lo pakai ngibas-ngibasin rambut! Rambut banyak ketombe aja belagu!" semprot Lino. Tentu saja, Amel langsung melotot tidak suka.

"Enak aja kalau ngomong! Gini-gini, gue rajin creambath ya ke salon!" pekik Amel.

Detik itu juga, Lani langsung menendang kaki Amel. Ia memberi isyarat kepada Amel untuk menjaga perilakunya. 

"Eh, Cit, aku mau ngajak Amel ngobrol sebentar ya!" pamit Lani kepada Citra. Citra pun segera menampilkan senyumannya.

"Oke, Lan, silakan," ucap Citra mempersilakan.

Detik itu juga, Lani langsung menarik tangan Amel untuk menjauh dari meja yang ditempati oleh Citra dan Lino. Setelah merasa bahwa obrolan Lani tak akan didengar oleh Citra, ia pun segera mencubit pinggang Amel dengan penuh rasa gemas.

"Aishh, dasar anak ini! Jaga kelakuan sedikit kek!" pekik Lani. Namun, Amel malah memperlihatkan muka manjanya.

"Ma, kenapa sih harus dijodohin sama Lino. Lino bukan tipe aku banget, Ma!" keluh Amel, yang malah mengundang tatapan tajam dari Lani. 

Lani pun seketika menghela napasnya. Pandangannya kini ia paksa sendukan. Dengan penuh kelembutan, Lani pun menyentuh bahu kanan Amel.

"Sebenarnya, perusahaan papa kamu nyaris gulung tikar, Amel. Mama lakuin ini, supaya keluarga Lino mau membantu kita untuk menstabilkan perusahaan kita. Kamu tahu sendiri kan, kalau kita gak melakukan cara seperti itu, kita bakal jadi gelandangan, Amel. Kamu mau hah tinggal di emperan toko, terus paginya disirem air terus disuruh pergi?!" semprot Lani. Mendengar hal itu, tentu saja langsung membuat Amel bergidik ngeri. 

"Yah, gak mau dong, Ma. Nanti aku harus ngomong apa sama teman-temanku, kalau aku jadi gelandangan, Ma!" keluh Amel.

"Nah kan, makanya nikah aja. Kalau kamu nikah sama Lino, keluarganya Lino tuh pasti bakal punya tanggung jawab buat membantu perusahaan kita. Yang diuntungkan siapa? Kamu juga kan?" sahut Lani.

"Tapi, aku juga bingung harus ngomong apa ke teman-teman aku kalau aku sampai nikah pas masih kuliah, Ma," keluh Amel. Sontak saja, Lani langsung memutar bola matanya malas.

"Lebih penting omongan teman-teman kamu apa jadi gembel?" tandas Lani. 

"Gak dua-duanya!" sahut Amel kesal.

"Ya udah, jadi gembel. Yuk, kita batalin aja perjodohan kamu, nanti kita bertiga, Papa, Mama, sama kamu, tinggal di emper toko orang aja ya, yuk!" ajak Lani sembari menarik tangan Amel untuk mendekat ke arah Lino dan Citra.

"Aduh, aduh, jangan dong, Ma! Ya udah deh, iya, aku mau nikah asalkan gak jadi gembel dan gak tinggal di emper toko orang!" keluh Amel. Langsung saja, Lani menyajikan senyuman lebarnya.

"Nah, kalau gini, baru anak Mama. Amel yang sangat cantik dan penurut, yuk, kita kembali ke sana. Calon mertua kamu udah nunggu tuh di sana, jangan lupa jaga sikap ya!" sahut Lani dengan suara penuh kelembutan. Walaupun terdengar sangat lembut, tetapi sangat menyeramkan bagi Amel.

Lani segera menarik tangan Amel agar segera bergegas menghampiri meja Citra dan Lino. Perlahan, Lani segera mendudukkan diri di samping Citra, sementara Amel, kini mendudukkan dirinya di samping Lino.

"Ah, sepertinya saya sungguh tertarik dengan Lino, Tante. Lino kan ganteng dan juga cukup populer di kampus Amel. Ah, siapa juga yang tidak akan terpesona dengan Lino," cetus Amel. 

Sontak saja, Citra menampilkan senyuman puasnya. Ia pun segera memusatkan pandangannya ke arah Lino.

"Wah, Amel mendukung perjodohan ini, No. Kamu juga setuju kan?" tanya Citra. Namun, Lino segera menggelengkan kepalanya.

"Ogah. Lino, gak mau, Ma!" tolak Lino. Mendengar penolakan dari Lino, Amel pun mengeluarkan jurus manjanya.

"Ayolah, Lino, masa lo gak tertarik sih sama gue, mau ya?" bujuk Amel sembari memeluk lengan Lino. Tentu saja, tingkat ilfeel Lino langsung bertambah pesat.

"Apaan sih lo, Mel! Kenapa lo main setuju-setuju aja sih! Lo bukannya benci banget sama gue?" Lino menaikkan sebelah alisnya. Namun, Amel malah terkekeh pelan.

"Sejak kapan sih gue benci sama elo, Lino. Lo kan ganteng, kenapa juga gue gak suka sama lo? Lagian, lo juga tipe gue banget," bujuk Amel. Mendengar hal itu, Lino langsung menempelkan punggung tangannya ke dahi Amel.

"Gak panas, tapi kenapa omongan lo ngelantur?" tanya Lino curiga.

"Udah, terima aja deh!" bisik Amel sembari mencubit pinggang Lino. Langsung saja, Lino menganggukkan kepalanya.

"Iya, iya, gue mau!" sahut Lino. Detik itu juga, Amel langsung melepas cubitan pada pinggang Lino.

"Nah, bagus tuh. Ah astaga, gue mimpi apaan sih bisa dijodohin sama elo, Lino. Ah gue fans berat elo!" seru Amel sembari memeluk Lino.

"Apaan, risih tau gak!" keluh Lino sembari berusaha melepaskan diri dari pelukan Amel.

Kedua wanita yang bernotabene sebagai ibu dari Lino dan Amel pun serempak meledakkan tawanya. Keduanya saling memandang satu sama lain dengan tatapan penuh arti.

"Nah, Cit, sepertinya kita bisa memajukan tanggal pernikahan anak-anak kita nih," cetus Lani. Citra pun seketika menganggukkan kepalanya.

"Bener tuh, Lan. Ah gak nyangka ya, impian kita waktu SMA dulu bener-bener kesampaian. Gak nyangka, kita bakal bisa besanan beneran!" sahut Citra. Lani pun seketika memeluk Citra.

"Ah bahagia ya bisa besanan sama sahabatku. Emm, gimana kalau kita majuin jadi bulan depan?" tawar Lani sembari melepas pelukannya.

"Bulan depan? Oke juga tuh, Lan. Segera kita atur jadwalnya aja ya!" sahut Citra.

Lino dan Amel pun seketika saling memandang satu sama lain. 

"Gak, Ma, masa bulan depan sih!" keluh Lino.

"Lino, kan kamu udah setuju! Udah deh, terima aja," sahut Citra. Mendengar ucapan dari mamanya, Lino tak bisa lagi membantah.

"Kamu tahu kan risikonya kalau kamu kabur atau membatalkan perjodohan ini?" Citra menampilkan senyum miringnya. Sontak saja, Lino mengerucutkan bibirnya.

"Iya, Ma. Aku nurut," sahut Lino. Padahal dalam hati, ia kesal setengah mati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status