Share

Tentang Pasha

Sudah tiga hari sejak hari itu, Pasha melakukan aksi merajuk, ia berusaha untuk tidak menghubungi Karin. Berharap gadis itu sadar dan tidak selalu bertindak keras kepala atau bahkan egois. Di mana gadis itu akan berlari jika merasa kesepian jika tak ada dirinya? Begitu pikir Pasha.

Tapi sialnya, batin Pasha yang seolah malah tersiksa karena menahan rindu pada gadis itu. Semua teman wanita yang dekat dengannya tak ada satupun yang bisa mengalihkan pikirannya dari Karin. Senyum Karin, canda Karin. Pasha menginginkannya. Semua yang ada pada Karin seolah sudah menjadi candu baginya. Gadis itu benar-benar telah mengusik hatinya.

"Sial."

Umpat Pasha kesal sendiri saat menilik layar ponselnya dan belum ada satu pesan pun dari Karin. Gadis itu benar-benar seperti es, dingin. Kadang, Pasha yang terpaksa harus mencari cara untuk berbaikan. Meskipun harus mengalahkan egonya sendiri.

Lama Pasha berpikir, akhirnya ia tak tahan dan memencet tombol panggilan di layar ponselnya menelpon Karin.

Tak butuh waktu lama. Panggilan teleponnya pun tersambung.

"Halo..." Sapa suara di ujung telepone.

"Kamu kemana aja?" Pertanyaan yang sudah sering di ucapkan tiap kali mereka bertengkar.

"Aku enggak kemana-mana, aku di toko. Kamu nya yang kemana aja, kenapa tiba-tiba enggak mampir kesini lagi?"

Pasha menghela nafas panjang. Rupanya Gadis yang sedang berbicara dengannya di seberang sana benar-benar tidak peka dengan semua yang di lakukannya. Atau mungkin gadis itu sedang pura-pura tidak peka. Karin sangat pandai dalam menyembunyikan perasaan.

"Emang kamu enggak kangen gitu sama aku? Kamu enggak nyariin aku?" Tanya Pasha akhirnya karena sudah tidak tahan jika harus menggunakan bahasa kode. Emosinya hampir meluap, namun sebisa mungkin dia tahan. Karena image nya selama ini sebagai cowok yang cool dan nyaris tanpa emosi akan hancur jikad dia menunjukkan emosinya.

"Lah... kan kamu kemarin yang bilang kesel dan enggak mau nemuin aku lagi? Kamu lupa?"

Tenggorokan Pasha mendadak terasa kering, seperti ada sesuatu yang membuatnya tercekat. Memang benar Pasha sendiri yang bicara demikian, tapi dia tidak benar-benar mengatakannya dari hati. Dia hanya ingin tahu, apakah gadis itu peduli dan mau menahan kepergiannya. Tapi tidak di sangka gadis itu malah mengacuhkannya berhari-hari.

Pasha tak ingin bertengkar, akhirnya dia hanya mengatakan. "Yaudah lupain aja yang kemarin Yach? Kita baikan."

"Oh gitu, yaudah lupain aja enggak apa-apa. Tapi bisa kan, kemarin itu marahnya enggak kayak gitu?"

"Ya... maaf, namanya juga emosi. Kamu nya bikin emosi sih."

Karin menarik sudut bibirnya tersenyum. "Kamu lagi apa?" Ucap Karin mengalihkan pembicaraan. Dia sebenarnya peka dengan semua maksud yang di tunjukkan Pasha padanya. Hanya saja dia tidak ingin menunjukkanya.

Karin hanya tidak ingin memberi harapan lebih pada pria itu, dan harapan lebih pada dirinya sendiri.

"Aku lagi kayang, haha...." Terdengar suara Pasha yang mencoba berseloroh.

Dahi Karin berkerut, Pasha kadang suka berkata-kata absurd. "Oh... bagus dong ada kemajuan." Sahutnya sambil lalu menata kue-kue di dalam estalase.

"Kadang malah sambil salto." Ucap Pasha lagi. Pria itu menahan senyum sambil memutar singgasana kerjanya. Menunggu reaksi Karin yang selanjutnya.

"Eh... kamu beneran kayak gitu?"

"Hahaha.. ya enggak lah, cuma becanda."

"Hemm... Enggak jelas, dasar absurd."

"Biarin, lagian kamu percaya aja."

Tawa Pasha masih terdengar berderai, hanya dengan Karin dia bisa tertawa selepas itu.

"Terus ... aku enggak boleh percaya gitu?" Sungut Karin yang sudah tampak selesai dengan pekerjaanya.

"Aku kan cuma bercanda."

"Iya deh iya."

Karin malas meladeni lebih lanjut lagi. Dia tahu, Pasha hanya sengaja ingin membuatnya marah. Seperti biasa, pria itu sedikit pendendam. Jika ada rasa tidak puas di hatinya, dia akan membalas dan bukannya mengatakannya dengan terus terang dan bicara baik-baik.

***

Sebuah gedung tingkat tiga bergaya minimalis di pusat kota Jakarta dengan logo First Tama Group itu seolah terlihat tak pernah berhenti bekerja sejak tadi malam. Jika mendengar tentang First Tama Group pasti orang-orang akan familiar dengan Start up berbasis aplikasi literasi yang tengah naik daun saat ini.

Tentu saja Pasha tak langsung bisa berada di titik yang tengah yang ia rasakan saat ini. Ia membangun bisnis start up nya mulai dari nol. Pasha sangat mencintai dunia tekhnologi. Idenya bermula saat dia masih kuliah. Saat itu, ia mencoba mengap-load scan cerita komik di micro-bloging miliknya.

Ternyata banyak yang menyukai konten yang di buatnya di micro-bloging tersebut. Dan dari sanalah, Pasha semakin termotivasi untuk mengubah website-nya menjadi konsep yang lebih meluas. Dan baru satu tahun belakangan ini Website-nya telah resmi beralih menjadi jejaring media sosial.

Untuk membangun perusahaannya itu. Pasha tidak sendiri, ada lima temannya yang turut membantu mengembangkan bisnisnya. Dan mereka bekerja hampir tidak ada waktu untuk tidur. Benar apa kata orang, orang yang sukses kadang hanya memiliki sedikit waktu tidur. Namun usaha memang tak pernah menghianati hasil. Pasha berhasil dengan semua usahanya. Meskipun kuliahnya nyaris terbengkalai.

Sekarang Pasha tinggal menikmati hasilnya, menjadi bos dari perusahaannya sendiri. Dia tidak pernah menyangka, kalo respon dari para pengguna aplikasinya sangat positif. Dan kini perusahaanya juga banyak mendapat tawaran kerja sama dari para investor yang terus berdatangan. Sungguh Pasha sedang berada di puncak kejayaannya.

Bahkan sekarang Pasha telah memiliki kurang lebih 60 karyawan dengan berbagai keahlian di bidang progammer yang lantas di pecah lagi menjadi berbagai devisi. Ada tim progammer yang bertanggung jawab di bidang intellegence, yaitu bidang keamanan server. Progammer bidang engine. Juga team kurator yang tugasnya menyeleksi cerita yang akan di upload di platform miliknya tersebut. Karena selain Aplikasi berbasis media sosial, Aplikasi milik Pasha juga di lengkapi fiture literasi atau kepenulisan.

Pasha pun tak hanya berhenti di situ, banyaknya tawaran dari berbagai investor, membuat perusahaannya semakin ingin mengepakkan sayap. Kini ia pun menjalin kerja sama dengan berbagai PH (porduction house) dalam dunia perfilman. Ada proyek besar yang sedang di kerjakan tim nya saat ini. Yaitu menjadi mediator atau wadah untuk mencari para penulis berbakat yang akhirnya nanti naskah yang mereka buat dapat di pilih dan di film kan oleh penyelenggara event yang bersangkutan. Pasha bersiap beranjak dari duduknya karena lima menit lagi meeting akan segera di mulai.

Dan sekarang Pasha tengah berada di sebuah ruangan khusus untuk meeting bersama seluruh karyawannya. "Sejauh ini kerja kalian sangat loyal dan bagus, saya menghargai itu." Pasha tampak memulai pidatonya di hadapan semua karyawan yang tengah menatap ke arahnya saat ini.

"Tapi jangan puas dulu, karena masih banyak proyek lainnya yang sedang menanti, dan kita harus lebih memberikan banyak effort lagi untuk tim kita ini."

Di hadapan para Karyawannya, Pasha terlihat menjadi sosok yang tegas dan berwibawa. Walaupun sebagian dari karyawannya kebanyakan berasal dari teman kampusnya sendiri saat masih kuliah. Tapi ia tak pernah pandang bulu dalam memberikan teguran maupun perintah. Pria itu juga merupakan pria yang sangat ambisius. Prinsip hidupnya adalah, bekerja atau mati. Itu lah yang selalu dia tekan kan dalam hidupnya dalam mengejar impiannya. Harapannya ia bisa melihat dunia seperti apa yang ingin ia lihat.

Ruangan luas dengan puluhan komputer tipis di atas meja itu mendadak riuh dengan tepuk tangan. Pasha mengakhiri pidatonya dan berjalan kembali ke mejanya untuk meneguk air mineral yang sudah tersedia. Bicara selama kurang lebih satu jam membuat tenggorokannya terasa kering dan haus.

Seorang karyawan wanita terlihat mendatanginya. "Maaf pak, saya mau memberikan laporan perekrutan penambahan pegawai bulan ini."

"Yaudah, kamu langsung taruh di meja kerja saya aja, ya. Nanti biar saya bisa cek langsung."

Karyawan wanita itu pun mengangguk paham dan segera berlalu.

Ruangan rapat juga sudah tampak sepi, para karyawan sudah kembali ke meja kerjanya masing-masing.

Di waktu penatnya yang sudah tampak berlalu. Pasha mencoba meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja di ruang rapat. Ada sebuah pesan chat masuk yang membuatnya tak pernah gagal untuk tersenyum.

"Siang, kamu lagi apa? Sudah makan siang belum? Yang semangat Yach kerjanya!"

Padahal hanya sebuah pesan singkat, namun entah mengapa itu sudah mampu membuat hati Pasha gembira. Ia pun segera mengetikkan pesan balasan dengan senyum yang belum lepas dari bibirnya.

"Siang juga sayang, aku lagi pingin ngemil aja nih. Aku selalu semangat kok kalo ada kamu." Di belakangnya di disisipkan emoticon kecupan.

Tak lama terdengar ponselnya kembali bergetar, balasan dari Karin lagi.

"Tumben, ternyata kamu bisa juga jadi alay? wkwkwk. Mau ngemil apa?Aku tadi bikin pisang goreng kesukaan kamu, kamu mau enggak?"

"Mau dong, suapin, aaa..."

"Aaaa... enak enggak?"

"Enak dong...".

"Kalo batu baru enggak enak ya kan? Hihi..."

Karin sengaja menyindir Pasha, ada percakapan mereka yang pernah menyinggung soal batu.

Tawa Pasha sontak meledak. Dengan santai kembali mengetik pesan balasan. "Enak kalo batu di kecapin." Emoticon tertawa di belakangnya.

"Astaga... udahlah, males kalo debat sama kamu, anda sudah pasti pemenangnya." Pasha lagi-lagi terkekeh melihat pesan itu.

"Nanti sore aku mampir, ya, kesana, kangen." Walaupun cuma ketikan, tapi itu seolah terdengar manja dan membuat Karin tersenyum saat membacanya.

"Kapan sih kamu pernah enggak kangen sama aku?"

BERSAMBUNG.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
kayaknya bakal menarik nih,btw author bakal update tiap berapa hari yah..? author ada sosmed engga?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status