Share

Tentang Karin

Hari sudah mulai menjelang sore, Karin terlihat sedang bersiap menutup roling dor toko nya yang hanya berukuran 3,5 meter itu.

Grek...

Hanya dengan satu kali tarikan, roling dor tertutup dengan sempurna. Karin pun segera menguncinya.

"Mau pergi kemana neng? Malam mingguan ya?" Karin menoleh dan melihat Tante Ria sedang menyiram bunga, Karin yang sudah tampak rapih berdandan, berjalan ke arah rumah tetangganya itu.

"Iya nih Tante, Tante rajin banget, pagi dan sore pasti nyiram bunga...," Cuping hidung Karin bergerak, seperti mengendus sesuatu. "Masak gulai ya? Baunya sampe sini."

"Iya, gulai kambing. Kamu mau?"

"Wah, kapan sih aku bisa nolak masakan, Tante."

"Yaudah nanti Tante sisain."

"Makasih Tante." Karin memeluk Tante Ria. Baginya Tante Ria sudah seperti ibunya sendiri. "Sisil udah pulang kuliah belum?"

"Udah, di dalam kayaknya."

Karin pun segera nyelonong masuk ke dalam rumah Tante Ria dan melihat seorang gadis dengan pakaian santai sedang makan di depan televisi dengan salah satu kaki di angkat ke atas meja.

"Woi, tumben udah pulang kuliah? Biasanya ngayap dulu sampe malem."

Sisil adalah anak dari Tante Ria. Tadinya dia ikut dengan ayahnya setelah orang tuanya resmi bercerai 12 tahun yang lalu. Namun 2 bulan belakangan, Ayahnya memutuskan untuk menikah lagi. Akhirnya Sisil memutuskan untuk kembali ikut dengan ibu kandungnya. Yaitu Tante Ria. Meski begitu uang bulanan dan uang kebutuhannya sehari-hari tetap di sokong oleh Ayahnya.

"Eh... kamu sibuk enggak, kalo kamu mau, kamu bisa buka toko aku, aku minta tolong jagain. Hehe... nih kuncinya." Karin meletakkan anak kunci berbandul boneka beruang diatas meja dekat Sisil.

Sisil melirik pakaian Karin, gadis itu juga sudah tampak rapih dengan polesan make up tipis di wajahnya. "Beda ya sekarang yang udah punya pacar, apa jangan-jangan mau mangkal, mangkal di mana sih?" Sisil baru berusia 19 tahun, ia lebih muda dua Tahun dari Karin. Dia masih beruntung masih memiliki orang tua meski bercerai. Setidaknya ayahnya masih mau membiayai kuliahnya.

Karin tidak merasa tersinggung dan malah terkekeh. "Kan yang ngajarin aku mangkal, kamu."

"Sialan!"

"Karin, udah ada mobil yang nungguin kamu di depan tuh? Kayaknya mobil cowok yang biasanya." Suara Tante Ria terdengar berteriak dari arah luar.

"Iya, Tante." Sahutnya. "Dah ah, aku mau berangkat dulu. Dah Sisil." Karin mengibaskan rambutnya dengan gaya centil, membuat Sisil terbatuk-batuk sembari meringis jijik.

***

Biasanya Karin tidak suka jika di ajak pergi keluar oleh Pasha, ia lebih senang berada di rumah berkutat dengan imajinasinya di depan layar HP setelah selesai menjaga toko. Selain berprofesi sebagai penjual kue, Karin diam-diam sedang berusaha mewujudkan impiannya untuk menjadi seorang penulis. Karin bahkan menjadi penulis reguler di salah satu plat foarm online. Hasilnya lumayan untuk tabungan masa depan Karin.

Namun Karin memiliki mimpi yang lebih besar lagi. Ia tidak cukup puas dengan hanya menjadi seorang penulis novel. Karin ingin mewujudkan impiannya menjadi seorang sutradara film. Untuk itu ia juga mengikuti lomba naskah skript yang di adakan di plat foarm milik Pasha. Hitung-hitung sebagai batu loncatan. Apa lagi hadiah yang di tawarkan juga lumayan besar dalam kompetisi tersebut. Jika menang, Karin berencana ingin membeli Kamera, dan dia bisa memulai membuat film pendek nya sendiri. Meskipun kadang Karin adalah orang yang suka bertindak spontan. Tapi ia juga tipikal orang yang sangat terencana. Ia senang merencanakan masa depannya. Dia ingin sekali memiliki film pendek yang mungkin bisa di upload di YouTube sebagai awal.

Karin sangat antusias dengan mimpinya itu. Ia tak ingin sesuatu apapun menghalanginya. Meskipun lelah menjaga toko kue sendirian, Karin selalu menyempatkan diri untuk menulis dan berkarya. Sebenarnya Karin juga pandai menggambar. Ia juga berencana bisa membuat cerita bergambar atau komik, namun Karin belum bisa menggambar secara digital. Keinginannya untuk bisa membeli pen tab atau laptop belum bisa terwujud. Ia harus lebih giat lagi bekerja dan menabung. Untuk itu saat ini ia hanya bisa menulis novel online hanya dengan menggunakan HP nya saja. Dan baru akan belajar menggambar digital kalo dia sudah bisa membeli Pen tab idamannya.

Mobil Pasha terus bergerak membelah jalanan ibu kota Jakarta yang sudah mulai padat merayap, langit pun juga sudah tampak menggelap. Sayup-sayup terdengar suara azhan berkumandang.

"Bisa enggak kita mampir ke masjid sebentar, aku mau magriban dulu," pintanya pada Pasha yang sibuk mengendalikan setirnya.

Pasha hanya mengangguk dan segera melajukan mobilnya ke masjid terdekat.

Meski Karin belum berhijab, namun ia selalu menjaga shalat lima waktunya. Karin berpikir, di dunia ini dia hanya hidup sebatang kara. Dia tidak ingin kesepian dan meninggalkan Tuhan dalam hidupnya.

"Kamu enggak ikut shalat?"

"Kamu aja, aku tunggu di mobil aja."

Karin menghela nafas berat, sudah sering ia mengingat pria yang tengah bersamanya itu untuk shalat. Tapi sepertinya hati Pasha belum juga tergerak.

"Yaudah, deh. Aku enggak lama kok." Ujarnya, kemudian keluar dari dalam mobil.

Pasha menatapi punggung Karin yang sudah mulai menjauh mamasuki areal masjid. Sebenarnya Pasha selalu berada di lingkungan yang religius semenjak SMA. Bahkan ia juga kuliah di fakultas Islam. Dan entah sejak kapan ia jadi terseret dalam kehidupan yang hedonis.

Karin selalu berharap teman pria yang sedang dekat dengannya itu suatu saat akan kembali lagi ke jalan yang benar. Karin tidak suka menghakimi orang lain. Ia selalu berprinsip. Tidak ada yang buruk di dunia ini. Manusia hanya butuh berubah. Untuk itu ia bisa menerima Pasha dalam hidupnya, ia juga menyadari kalo dirinya juga tidak sempurna. Masih banyak yang perlu di perbaiki.

Karin juga tidak ingin menaruh harapan besar pada Pasha, ia terlalu takut untuk merasa kecewa dan terluka. Untuk itu ia selalu menutupi dan menahan perasaannya sendiri pada pria itu. Tidak masalah baginya jika hanya dengan menjadi temannya, setidaknya itu bisa mengurangi rasa terbawa perasan juga cemburu jika pria itu dekat dengan wanita lain.

Aksi jaga jarak Karin pada Pasha bukanlah tanpa sebab. Karin sudah mengetahui prihal Pasha dari Erika. Diam-diam Karin berteman baik dengan Mantan kekasih pria itu. Bahkan wanita itu berulang kali menasehati dirinya agar behati-hati dengan Pasha. Namun Karin tak sepenuhnya percaya. Ia ingin membuktikan sendiri, orang seperti apa Pasha yang sebenarnya. Baginya Pasha adalah orang yang hangat meskipun belakangan sedikit pemaksa dan pemarah. Tapi Karin seolah tak pernah bisa membencinya. Ada keinginan di hati Karin untuk tetap bersama pira itu.

"Hai... lama ya nunggunya?" Kepala Karin menyembul di kaca mobil dekat Pasha.

Pasha terlihat mengelus dadanya. "Kamu ngagetin aja sih."

Karin terkekeh melihat Pasha yang kaget karena ulahnya.

"Udahan shalatnya?" Karin mengangguk seraya tersenyum. Kemudian ia memutari badan mobil bagian depan dan kembali masuk ke dalam duduk di sisi Pasha.

"Kamu mau ngajak aku kemana sih sebenarnya?"

"Ada deh." Kata Pasha sok misterius dan kembali melajukan mobilnya.

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status