Share

Ruang Bawah Tanah

Sejak insiden kepala buntung, Andara lebih banyak diam. Bicara hanya seperlunya saja, setiap membahas adiknya ia tidak pernah mau ikut mendengarkan. Sikap Andara yang ceria hilang seketika, perubahannya membuat Reyhan sedih, dengan perubahan anaknya.

Andara lebih dekat pada Reyhan ketimbang Akira, Reyhan lebih mengerti anaknya, meski jarang berada di rumah. Keputusan Reyhan membuka usaha di rumah, membuat Andara senang, karena ia akan sering bersama dengan ayahnya.

Beberapa kali Andara meminta pada orangtuanya untuk pindah rumah. Tapi tidak pernah sedikitpun digubris, terutama oleh Bundanya yang bersikukuh mempertahankan rumah itu.

"Bunda, ayo pindah rumah! Kakak takut tinggal disini," pinta Andara.

"Apaan sih Kakak ini? Sudah berkali-kali Bunda bilang, nggak akan pindah dari sini. Titik!" tegasnya pada Andara.

"Tapi kalau disini terus kita semua dalam bahaya Bunda!"

"Bahaya apa? Kepala buntung? Hantu? Jangan ngada-ngada teruslah Bunda pusing. Kenyataannya waktu itu juga nggak ada apa-apa, 'kan?"

"Terserah Bunda saja. Kakak kesal sama bunda!" ketusnya, lalu pergi meninggalkan Akira dan menghampiri ayahnya yang sedang duduk di warung.

Wajah Andara cemberut, karena kesal kalah terus berdebat dengan Bundanya. Reyhan yang melihat anaknya merengut, segera menyimpan kalkulator yang sedang dipegangnya. Kemudian, mendekati Andara dan mengusap punggungnya.

"Debat lagi sama Bunda?" tanya Reyhan.

"Ya gitu, kesal Bunda nggak mau pindah," jawab Andara cepat.

"Sabar sayang, suatu saat Ayah akan bujuk Bunda," ujar Reyhan menenangkan.

"Tapi sampai kapan? Ayah, Andara takut tinggal di sini. Ayah percaya tidak, kalau di rumah kita banyak hantu," sungut Andara, kesal.

Reyhan mengusap-usap punggung nya dan mengatakan, "Mereka itu makhluk Allah, kakak tidak perlu takut. Sebab, kita lebih mulia dari mereka," bujuknya.

"Tapi wujud mereka seram-seram Ayah," keluh Andra tak mau kalah.

"Percaya sama Allah tidak?"

"Iya, Ayah."

"Mintalah perlindungan pada-Nya. Niscaya Allah akan memberikan kekuatannya untuk melindungi kita dari marabahaya," jelas Reyhan, masih mencoba membujuk Andara.

Bocah itu berpikir sejenak, meski kata-kata Reyhan cukup berat untuknya mencerna. Tetapi Andara paham, apa yang disampaikan Ayah nya pasti ada maksud. Andara meminta pada Reyhan, untuk sementara ia ingin menginap di rumah Om Hars, sampai rasa takutnya hilang.

Reyhan mengizinkan dan akan mengantarkannya nanti sore ke rumah Om Hars, setelah tutup warung. Mereka pun bercanda ria, Akira menatap anak dan suaminya dari dalam rumah. Rasa cemburu selalu terbersit dalam hatinya, sebab Reyhan bisa mengambil hati Andara, daripada dirinya sebagai seorang ibu.

Akira pergi ke area belakang, ia duduk merenung menatap kolam renang, tempat putrinya tewas. Ia mengusap dadanya yang mendadak sesak. Saat memalingkan muka ke arah taman kecil, ia melihat sebuah gembok. Dahinya berkerut karena baru melihat benda tersebut.

"Apa ini? Kenapa baru terlihat?" Batinnya bertanya-tanya.

Akira membersihkan gembok, dari lumut yang menutup. Karena sudah usang, gembok itu tidak terkunci. Saat Akira menariknya, ternyata itu penutup sebuah lubang. Ia terkejut, karena baru tahu ada ruangan dibalik lubang berukuran kecil yang hanya cukup untuk satu orang.

Ia penasaran dan menuruni anak tangga yang tersedia. Di dalam ruangan yang gelap, Akira meraba-raba sekitar. Melihat ada kabel di tangga, ia yakin masih ada listrik yang tersambung ke ruangan itu. Perlahan kakinya terus melangkah, udara di sekitar ia rasakan sangat lembab.

"Ini apa sih? Ruangan kok misah dari rumah," gumamnya, sambil terus melangkah sampai menemukan sakelar lampu.

Cleekk!

Lampu langsung menyala menerangi seisi ruangan. Di sana terdapat sebuah meja kerja, lengkap dengan kursinya yang sudah rusak di gigit tikus dan berdebu. Di sekeliling meja, ada tiga rak buku.

Dinding bercat hijau muda tersebut, terdapat beberapa foto Om Hars saat muda. Ia berjalan menatap foto tersebut satu persatu. Di salah satu foto, ia melihat dirinya saat masih kecil. Akira tersenyum simpul, menatap dirinya sendiri yang kini telah menjadi ibu.

Akira tidak menduga, ruangan yang terlihat sempit itu, ternyata mempunyai ruang yang luas. Ia tersenyum puas, karena tidak salah memilih warisan dari Om Hars. Ia berjalan mendekati rak buku, semua koleksi buku Om Hars masih tersusun dengan rapih.

Perlahan, tangannya menjelajahi rak, memilih buku bacaan. Namun, saat ia buka, isinya sudah di makan rayap. Anehnya, lemari tetap utuh tak koyak sedikitpun. Ia mengetuk-ngetuk lemari, yang ia perkirakan adalah bahan dari kayu jati.

Akira tidak menyerah, ia membuka satu persatu buku. Berharap, ada satu buku yang masih bisa dibaca. Saat ia sedang asyik mencari, ia merasa ada seseorang yang mengawasinya. Akira menoleh ke belakang, tapi tidak ada siapapun.

Braakkh! Sebuah buku jatuh dari atas rak.

"Astaghfirullahal'adzhim," ucap Akira terkejut. Ia pikir hantu yang datang, matanya melirik ke arah sebuah buku tebal yang terjatuh.

Ia pun memungut buku tersebut, lalu meniupnya dari debu.

"Pfyuh, pfyuh. Buku apa ya? Kok tebal banget," gumamnya, sambil terus membersihkan buku.

"Akira, Akira ... Kamu di mana sayang." Suara Reyhan berteriak memanggilnya.

"Ya sayang, aku di sini," sahutnya.

"Akira, kamu di mana sih sayang?" Reyhan mengulangi panggilannya.

"Si Rey nggak dengar apa? Aku kan, udah nyahutin tadi." Pikir Akira, ia pun segera melangkah ke arah tangga.

Saat tiba di pertengahan tangga, angin berhembus pelan dari belakang menerpa tubuhnya. Bulu kuduk Akira merinding seketika, ia ingin menoleh tapi tidak berani. Di tangannya, ia membawa buku dengan ukiran dua naga.

"Kamu sudah datang, Akira." Suara seorang lelaki berbisik dari ruangan tersebut.

Akira semakin ketakutan dan mempercepat langkahnya. Saat tiba di atas, ia segera menutup lubang tersebut dan menindih dengan pot bunga.

"Sayang, kamu dari mana aja sih," ucap Reyhan, khawatir.

"Yaa Allah, Rey, aku kaget!" seru Akira, sambil mengusap dadanya.

"Kenapa? Kamu dari mana? Aku khawatir cari kamu dari tadi."

"Aku ada, kenapa sih khawatir gitu." Akira mengajak Reyhan duduk.

"Ya khawatir kalau istrinya hilang," seloroh Reyhan, menggoda istrinya.

"Kamu bisa aja Rey," balas Akira mencubit pipi suaminya.

"Itu buku apa?" Reyhan melirik buku di tangan Akira.

"Nggak tahu, tadi nemu di ruang bawah tanah," jawab Akira, seraya menyerahkan buku pada Reyhan.

"Ruang-- bawah, tanah?"

"Iya, di sana." Akira menunjuk pot bunga, yang ia gunakan untuk sebagai tanda.

Reyhan terkejut karena ia juga baru mengetahui adanya ruang bawah tanah. Pria itu penasaran pada buku tebal yang kini ada di tangannya. Apalagi ukiran dua naga yang saling berhadapan, membuat jiwa membaca Reyhan kumat seketika.

Saat buku terbuka, angin kembali berhembus kencang, menerpa keduanya. Mereka saling melemparkan pandangan, angin hanya berhembus sesaat lalu menghilang. Akira merasakan hatinya mendadak tidak enak, tak lama kemudian suara tadi kembali terdengar di telinganya.

"Kamu sudah datang, Akira sayang," bisik sosok tersebut.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
SULTAN DICKO
mangkin pinisirin.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status