Setibanya di kamar, Saga terkejut melihat Akira memakai hijab seperti Adibah. Ia tertegun di depan pintu mengetahui Akira sudah sadar, tadinya ia akan pamit pada Om Hars saja. Karena hatinya tidak yakin kuat melihat tatapan tajam Akira, dari belakang Adibah terus mendorong agar ia melangkah masuk.
"Saga, masuk Nak." Om Hars menyambut kedatangannya dengan senyuman.
"Iy-iya, Om Hars." Perlahan Saga masuk di susul Adibah dari belakang.
Setelah acara bersalaman selesai Saga pamit izin ke toilet. Adibah bisa menangkap kegugupan yang dirasakan oleh calon suaminya itu. Hatinya cukup sadar bahwa Saga belum sepenuhnya membuang Akira dari sudut hatinya yang paling dalam. Adibah menghela napas, matanya tak lepas dari memandang Akira yang kini sama seperti dirinya memakai hijab.
"Kenapa Dibah? Kok kamu kaya aneh lihat aku?" tanya Akira yang menyadari tatapan Adibah.
"Emm, kamu cantik berhijab, Ra. Aku pangling
Senja kini menjadi suasana yang paling Akira benci, setiap warna langit mulai berubah menjadi kuning keemasan. Segera ia berlari menutup pintu dan jendela, secepat mungkin dirinya masuk ke kamar tanpa memperdulikan lagi apapun.Kehilangan anak membuatnya sangat depresi. Terkadang jika lepas mengendalikan emosi, Akira tidak bisa membedakan antara kenyataan dan halusinasi. Ia sering bicara sendiri seperti mengajak Sheila bermain.Kadang menggendong bantal dan menganggap itu anaknya. Tak jarang Andara anak sulungnya, kena bentakannya karena mengingatkan bahwa Sheila sudah tiada. Sheila, anak keduanya yang masih berusia belum genap dua tahun, tenggelam di kolam renang, yang ada di belakang rumahnya.Sore itu seperti biasanya, ia tengah mempersiapkan makan malam, untuk menyambut kedatangan Reyhan sepulang bekerja. Sheila asik bermain di luar, Akira mengawasinya dari dalam. Karena posisi dapur ke luar, tidak jauh dan bisa terl
"Anak? Anak siapa Kak?" Reyhan semakin bingung."Yang suka duduk di pinggir kolam, Yah," jawab Andara."Ngaco kamu Kak, nggak ada siapa-siapa di sini selain kamu.""Ayah beneran nggak lihat? Dia loh yang narik Ade...." Ucapan Andara terputus, badannya gemetar dan keringat mulai mengucur."Apa Kak? Kok keringatan?" Reyhan menoleh, melihat perubahan sikap anaknya."Eh, emm. Ayah, malam ini Kakak tidur di kamar Ayah sama Bunda yah? Nggak apa-apa tidur di lantai aja," pinta Andara."Kamu udah besar Kak, masa tidur lagi sama kami. Lagian di kamar atas kan luas, kamar sendiri pula," sahutnya."Malam ini aja. Kakak mohon yah? Itung-itung mengenang masa kecil." Andara mengerlingkan sebelah matanya, membuat Reyhan tertawa geli."Ya sudah, tapi semalam aja kan?"Andara mengangguk secepat kilat, gadis
Sejak insiden kepala buntung, Andara lebih banyak diam. Bicara hanya seperlunya saja, setiap membahas adiknya ia tidak pernah mau ikut mendengarkan. Sikap Andara yang ceria hilang seketika, perubahannya membuat Reyhan sedih, dengan perubahan anaknya.Andara lebih dekat pada Reyhan ketimbang Akira, Reyhan lebih mengerti anaknya, meski jarang berada di rumah. Keputusan Reyhan membuka usaha di rumah, membuat Andara senang, karena ia akan sering bersama dengan ayahnya.Beberapa kali Andara meminta pada orangtuanya untuk pindah rumah. Tapi tidak pernah sedikitpun digubris, terutama oleh Bundanya yang bersikukuh mempertahankan rumah itu."Bunda, ayo pindah rumah! Kakak takut tinggal disini," pinta Andara."Apaan sih Kakak ini? Sudah berkali-kali Bunda bilang, nggak akan pindah dari sini. Titik!" tegasnya pada Andara."Tapi kalau disini terus kita semua dalam bahaya Bunda!""Bahaya apa? Kepala buntung? Hantu? Jangan ngada-ngada teruslah Bunda pusing.
Mata Akira berpendar ke sekitar, mencari sumber suara tersebut. Lama menajamkan telinganya, tak ada apapun yang ia dengar. Akira menepis pikirannya, ia menduga dirinya hanya berhalusinasi akibat sering mengalami depresi.Reyhan memintanya menyimpan buku tersebut di kamar atas. Kemudian ia kembali ke warung, bersiap untuk menutupnya. Sebab, ia akan mengantarkan Andara ke rumah Om Hars, karena buku tadi Reyhan lupa mengatakan keinginan anaknya menginap di sana pada Akira.Reyhan menatap sekeliling warung sembako. Ia tidak menduga, jika jualannya lumayan laku. Padahal, posisinya berada di tusuk sate. Perlahan tapi pasti, usahanya mulai berkembang berkat ketelatenannya."Semoga, mitos posisi tusuk sate tidak terbukti. Aku bisa membantu Akira, untuk membuktikannya," gumam Reyhan. Ia pun mulai bergerak memasukan barang-barang di luar warung, lalu menutup rolling door.Di kamar atas, Akira kembali membuka buku berwarna emas, dengan ukiran dua naga di depannya. Ia me
Sesampainya di rumah sakit, Andara menangis tersedu-sedu, melihat ayahnya terbaring lemah. Om Hars mencoba menenangkan bocah itu, tapi Andara malah balik memarahinya dengan mengatakan bahwa Om Hars tidak percaya pada ucapannya.Reyhan masih belum sadarkan diri, saat tiba di rumah sakit. Seorang warga yang menolong, memberikan semua barang Reyhan. Om Hars berniat memberikan imbalan, tapi orang tersebut menolak atas nama kemanusiaan."Andara, udah jangan nangis terus ya. Om Kakek minta maaf, karena sudah meragukan kamu," ucap Om Hars, mengusap kepala Andara."Kalau terjadi apa-apa sama Ayah, gimana? Aku sama siapa Om Kakek," sahut Andara, tangannya tak mau lepas menggenggam Reyhan."Ayah Rey akan baik-baik saja, jangan khawatir ya anak baik," bujuk Om Hars.Andara diam tak menyahut ucapan Om Hars. Anak itu takut Ayahnya meninggal, karena selama ini ia sangat dekat dengan Reyhan. Om Hars terus membujuknya supaya tenang, lalu meminta Andara berdoa untuk kes
Di lorong rumah sakit, Reyhan berupaya belajar jalan dan melawan pusing di kepalanya. Ia ingin segera sembuh dan pulang ke rumah, sebab khawatir akan keadaan Akira yang sendirian.Saat tengah susah payah mengatur langkah kakinya, Reyhan melihat kursi roda berjalan sendiri ke arahnya, ia berusaha cuek. Mungkin, perawat lupa mengunci kursi roda, pikirnya.Semakin dekat dengannya makin nampak wujud kakek-kakek duduk di kursi roda tersebut. Reyhan merasa heran, padahal tadi ia melihat kursi itu kosong, tidak ada siapapun. Ia berbalik melangkahkan kaki menuju kamarnya kembali, tapi kursi roda tersebut seperti mengikutinya."Selamatkan istrimu, dia dalam bahaya!" Suara parau kakek di kursi roda membuat Rey terkejut, pelan tapi terasa menakutkan."Si-- siapa-- kakek ini?" Reyhan balik bertanya."Selamatkan istrimu!" seru si kakek."Ke-- kenapa-- dia?" Reyhan masih berani bertanya.Kakek itu menoleh ke arahnya, matanya melotot tajam, be
Om Hars tidak kehabisan akal, meski Akira menolak. Ia tetap mengirimkan abdi setianya yaitu Bik Nah, untuk menemani Akira. Meski Akira terus protes lewat SMS, Om Hars mengabaikannya, alhasil Akira jadi emosian pada bik Nah.Sudah dua hari Bik Nah menemani Akira di rumahnya, malam itu ia sedang membersihkan dapur. Selama di sana keponakan majikannya itu tidak pernah keluar dari kamar. Selalu terdengar tertawa dan berbicara sendiri, ia selalu diminta menyiapkan makanan untuk porsi dua orang.Kalau tidak menurut, Akira akan marah, sebetulnya Bik Nah takut bersama Akira. Tapi mengingat kebaikan Om Hars, ia tidak berani meminta pulang. Setiap tengah malam, selalu terdengar suara langkah kaki di tangga, tawa anak kecil, suara perempuan menangis.Mau tidak mau, sebelum majikannya meminta kembali, Bik Nah harus kuat menghadapi teror yang terjadi. Anehnya Akira tidak pernah mendengar apa yang dialami oleh Bik Nah.Waktu menunjukkan pukul 22.00, secepatnya Bik Nah meny
"Kurang ajar!" Reyhan menonjok tembok rumah sakit.Hatinya hancur saat Om Hars, memberitahukan bahwa selama ini Akira hidup dengan makhluk halus dan menduga bahwa istri Reyhan itu telah di jamah Genderuwo. Sesak dada Reyhan harus menerima kenyataan yang sangat pahit."Sabar Reyhan, Om memahami apa yang kamu rasakan. Tapi, kamu harus membantu dia untuk kembali sadar," ujar Om Hars, menghibur Reyhan."Lelaki mana yang tahan, membayangkan istrinya sudah di jamah orang lain Om!" seru Reyhan, bersungut-sungut."Iya, Om paham Rey, tenangkan dirimu dulu. Itu sebabnya Om bungkam sejak kemarin, karena tahu reaksi kamu akan seperti ini." Om Hars memijat tengkuk Reyhan, ia sedikit memijatnya supaya otak Reyhan rileks."Jika bukan kamu, siapa lagi yang mau menerima Akira? Jika tidak bukan untuk Akira, lakukanlah untuk Andara," jelas Om Hars.Reyhan terdiam tak berani membantah, apalagi sudah menyangkut anaknya. Om Hars tidak tahu, bahwa selama ini ia te