Share

Pura-pura menikah
Pura-pura menikah
Penulis: Gadis inisial E

Prolog

Hossh... hossh...

Jalanan begitu sepi, di bawah guyuran hujan dan langit kelam. Anya mempercepat langkah kakinya yang berlari tanpa alas kaki.

lelah sekali, tapi ia tak peduli. Terus Menerjang semak-semak belukar yang basah dan menguarkan aroma kengerian.

Kemudian ia merasakan kakinya yang sakit seperti ingin terlepas. Anya menghentikan langkahnya sebentar, memeriksa telapak kakinya yang mulai berdarah. Dengan meringis kesakitan ia melanjutkan langkahnya yang kini sedikit tertatih.

Brugg...

Anya tersungkur, ia tak sanggup lagi. Benar-benar tidak sanggup lagi berlari! tenaganya seolah terkuras habis.

Anya mencoba bangkit kembali, tapi kakinya seperti tertanam dan tak bisa di gerakkan.

"Tolong aku! Tolong!" Teriaknya parau di keheningan malam.

Tak ada jawaban. Air matanya deras mengalir bercampur dengan tangisan langit.

Perlahan pandangannya menjadi samar. Sayup-sayup ia mendengar langkah kaki mendekat. Setelahnya ia benar-benar tak sadarkan diri.

***

3 Jam yang lalu...

Dia tidak sekedar menggertak.

Wataknya sangat buruk, walaupun sering bersikap elegan.

Semua orang tau, dia adalah wanita paruh baya yang kejam.

Anya menatap mengiba dan berkata. "Aku mohon, jangan suruh aku menikah dengan pria tua itu."

Tapi wanita paruh baya yang merupakan bibinya itu sedikitpun tak memiliki rasa iba. Wajahnya malah tampak semakin mengeras.

Keputusannya sudah bulat, ia memiliki banyak hutang pada seorang rentenir. Dan meminta gadis yang sudah di urusnya sejak kecil karena orang tuanya meninggal itu--sebagai penebus hutang-hutangnya. Tentu saja ia tak akan mengorbankan putrinya sendiri bukan?

Meskipun ada satu putri lagi di keluarga itu, tapi tetap Anya yang akan jadi tumbal.

"Aku sudah mengurusmu sejak kecil, sudah sewajarnya kau membalas budi. Bukan begitu?"

Anya ketakutan, dengan wajah meratap ia memegangi kaki wanita paruh baya itu dan tak ingin melepasnya. Bibirnya yang merah muda menjadi pucat dan gemetar.

"Bibi... tolong jangan begini, aku akan bekerja keras untuk melunasi hutang bibi, tapi tolong jangan hancurkan masa muda ku untuk tinggal bersama tua bangka itu."

"Apa katamu! Bekerja keras? Memangnya apa yang bisa di lakukan gadis kecil sepertimu dengan pendidikan sebatas SMA. Kau bisa apa, hah?" Ejeknya dengan nada menghina "Jika kau bersedia menikah dengan Tuan Gun, kau bisa hidup enak, kau tidak perlu repot-repot lagi bekerja. Kau ini malah sok dan tidak tahu diri. Masih bagus tuan Gun memilihmu. Kau ini!" Wanita paruh baya itu berdecak kesal sembari menghentakkan kakinya agar pegangan tangan Anya terlepas dari kakinya.

"Sebentar lagi tuan Gun datang, bersiap-siaplah, aku ingin kau menyambutnya dengan wajah gembira, mengerti?"

Anya memalingkan wajah ketika bibinya itu berusaha menyentuh dagunya. Air mata sudah tampak membanjiri pipinya. Tapi bibinya seolah tak peduli. Dengan wajah angkuh dan dingin wanita tua itu melenggang keluar kamar.

Gadis malang itu terpaku di sudut ruangan. Membayangkan hidupnya sebentar lagi akan berakhir di kandang buaya tua bangka sialan tak tau diri--Gun Anandio.

Tidak! Tidak....

Anya menggeleng. Ia tidak ingin hidupnya berakhir seperti gadis-gadis desa lainnya yang terperangkap dalam jebakan manusia bejad itu. Ia harus mencari cara untuk kabur sebelum pria tua itu benar-benar datang atau ia tak kan pernah memiliki kesempatan lagi untuk lari.

Perlahan Anya bangkit dan mengusap air matanya penuh tekad. Dia tidak tahu, di luar sana, entah takdir apa yang akan menantinya. Tapi dia tidak akan pernah tahu, jika tidak pernah mencobanya. Setidaknya itu jauh lebih baik daripada harus berakhir dengan pria tak bermoral itu.

Deru suara mobil terhenti tepat di pelataran.

Itu pasti mobil tuan Gun! Pekik Anya, keringat dingin pun segera membanjiri tubuhnya.

Tak ada waktu lagi, Anya bahkan tak sempat memakai sepatunya.

Sementara itu, di ruang depan, Tampa nyonya Sin menyambut kedatangan Tuan Gun yang datang bersama pengawalnya. Mata wanita tua itu membelalak saat mendapati banyaknya hadiah yang di tenteng oleh para pengawal.

"Silahkan masuk. Silahkan." Prilakunya tak ubahnya anjing penjilat, beberapa kali membungkukkan badan sembari mengembangkan senyum lebar.

Pria tua dengan perawakan pendek itu masuk dengan wajah angkuh.

"Mana calon pengantinku?" Ucapnya tanpa basa-basi, jelas di wajahnya menyiratkan raut tak sabar.

"Nyonya... nyonya... Anya nyonya!"

Seorang pelayan tiba-tiba berlari mendekat dengan wajah panik, sepertinya terjadi sesuatu yang tidak di inginkan.

"Tuan... tunggu sebentar ya? Aku akan memeriksa gadis itu, tadi aku menyuruhnya berdadan untuk menyambutmu." Wanita tua itu berkata dengan nada manis meski hatinya sedang gusar.

Tuan Gun tak peduli. Mengibaskan tangan dan duduk dengan angkuh di sebuah kursi. Sementara itu nyonya Sin segera berlalu menghampiri pelayan yang masih berdiri dengan panik.

"Pelankan suaramu, bodoh. Ada apa dengan Anya?"

Pelayan itu mengatur nafas dan mulai berkata dengan suara lirih.

"Apa?!"

Nyonya Sin terkesiap, tak mempercayai pendengarannya sendiri. "Berani-beraninya dia melarikan diri? Apa dia cari mati? Hah..."

"Sebenarnya ada apa ini?"

Sontak suara yang lebih keras membuat semua kaget, Nyonya Sin buru-buru membalikkan tubuhnya dengan dan segera membungkuk dalam beberapa kali. Wajahnya pucat seperti baru saja melihat hantu yang menyeramkan.

Tamatlah riwayatnya! Dia terus merutuk dalam hati.

"Maaf tuan, maaf..."

"Katakan yang jelas!" Pria tua itu mulai tak sabar. Walaupun tubuhnya kecil dan seperti orang yang tidak memiliki kekuatan. Tapi orang-orang yang mengelilinginya memiliki tubuh tegap dan bisa membuat nyali siapapun menciut.

Nyonya Sin tampak panik, ia menatap para pelayannya satu persatu. Menunggu nasib apa yang di akan terimanya jika Anya bejar-benar melarikan diri. Mungkin tempat usahanya akan segera di tutup. Dan mungkin juga, putri kandungnya bisa-bisa di jadikan pengganti. Dan nyonya Sin tak ingin semua itu terjadi.

"Ampuni saya tuan." Nyonya Sin berlutut di bawah kaki pria pendek itu sambil berurai air mata.

"Hem... kau tahu kan koskwensinya apa?"

"Ampun Tuan, jangan tutup usaha kedai ku ini, dan jangan bawa Fani." Nyonya Sin makin tergugu.

Awas kau Anya. Umpatnya dalam hati.

"Kalo begitu, cepat cari gadis itu, sebelum aku berubah pikiran."

"Baik... baik.... aku akan menyuruh orang-orang ku untuk mencarinya, pasti dia belum jauh." Bergegas berdiri dan membungkuk beberapa kali.

"Hem... aku juga akan mengerahkan orang-orang ku."

Petir terdengar menggelegar. Angin tampak bersahut-sahutan dengan suara hujan. Orang-orang berpakaian hitam-hitam menyusuri jalan desa yang masih di dominasi hutan dan semak-semak belukar. Seharusnya untuk mencapai jalan raya butuh waktu satu jam atau dua jam jika berjalan kaki. Dan mereka yakin buruannya belum jauh dari sana.

Anya tak berdaya ketika langkah-langkah kaki itu kian mendekat di barengi suara lolongan anjing pelacak.

Matanya tak bisa di buka lagi. Tapi dia bisa merasakan di sisa kesadarannya, seseorang tengah membopong tubuhnya.

BERSAMBUNG.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status