Share

Balas budi

Seperti suara hujan, atau air?

Anya menajamkan pendengarannya dengan mata yang masih terpejam. Siapa yang berisik? Mengganggu orang tidur saja.

Perlahan ia mulai membuka kelopak matanya, cahaya matahari yang berhasil lolos dari celah horden membuat matanya menyipit, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Kemudian ia mencoba bangkit untuk duduk. Kepalanya terasa sangat pusing dan hampir ingin meledak. Anya memejamkan mata, berharap rasa sakit yang bersarang di kepalanya bisa sedikit mereda.

Ia tak bisa tidur, benar-benar tidak bisa tidur!

Anya memperhatikan tubuhnya yang masih ada di bawah selimut. Matanya terbelalak. Menyadari pakaian yang menempel di tubuhnya berbeda dengan yang ia kenakan semalam.

Siapa yang mengganti pakaiannya?

Kemudian ia menyingkap seluruh bagian selimut. Luka yang ada di kakinya juga sudah tampak di perban.

Siapa yang telah mengobatinya?

"Di mana ini?" Anya menatap ke sekeliling.

Tak ada jawaban.

Samar ia mencoba mengingat-ingat kejadian semalam. Matanya tiba-tiba kembali membelalak.

Sekuat tenaga menggeleng. "Tidak... tidak mungkin, ini pasti mimpi."

Anya mengira saat ini dia sedang ada di rumah tuan Gun.

Sekali lagi ia memperhatikan sekeliling, wallpaper mewah, lampu gantung kristal, serta prabotan yang elegan...

"Benarkah ini rumah tuan Gun?" Anya segera turun dari kasur dan menatap ke sekitar dengan takut.

Ini adalah presidential sweet yang ada di kota, seperti yang ada di tayangan televisi yang biasa ia tonton.

Anya memasang sikap waspada. Sayup-sayup ia kembali mendengar suara guyuran air, ia mendekat ke asal suara. Melalui celah pintu, ia melihat sosok pria yang sedang mandi di balik pintu kaca buram. Sudah di pastikan sosok itu memiliki bentuk tubuh yang atletis, terlihat dari tinggi badannya yang lumayan tinggi.

Bearti dia bukan tuan Gun? Lalu siapa dia?

Anya menggigit kuku-kuku jarinya merasa gugup. Semalam ia tak sadarkan diri. Dan sekarang siapa pria asing yang tengah mandi disana?

Apa ada jaminan dia pria yang baik?

Tapi kalo tidak, kenapa pria itu menyelamatkan dirinya?

Pikiran dan batin Anya mulai berdebat dan membuat kepala Anya semakin terasa pusing.

Ceklek...

Tak lama pintu kamar mandi terbuka. Anya terkesiap dan sontak mundur ke belakang.

Matanya membulat sempurna menatapi sosok pria yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan hanya berbalut handuk putih di bagian tubuh bawahnya.

"Kau sudah bangun?" Ucap pria itu saat menyadari Anya sudah berdiri di hadapannya.

"Ka-kau siapa?" Anya malah balik bertanya dengan suara terbata.

Pria dengan garis rahang tegas itu mengangkat sudut bibirnya. "Apa begini caramu berterimakasih pada orang yang telah menyelamatkanmu?"

Anya menelan ludah kasar dengan sikap yang masih waspada.

"Kau takut denganku? Apa aku terlihat menyeramkan?" Pria itu menatap Anya dengan tatapan tajam miliknya. Membuat gadis berusia 18 tahun itu merasa terintimidasi.

Pria tampan itu sebenarnya tidak menakutkan. Dia memiliki manik coklat yang menawan dan dalam. Namun Anya melihatnya seperti monster yang seolah ingin menelan seluruh dirinya.

Hidupnya mancung, memberikan kesan angkuh dan sombong. Bibirnya tipis, memberikan kesan kasar dan kuat.

Secara keseluruhan, dia adalah pria yang tampan, dingin dan sekaligus tidak mudah untuk di dekati.

Mata Anya berkedip sangat cepat karena saking gugupnya. Pikirannya seketika kosong. Tidak tahu harus menjawab apa.

"A-apa anda yang telah mengganti pakaian saya?" Tanya nya setelah berhasil mengumpulkan seluruh keberaniannya.

Pria itu berdecak, dan mungkin merasa lucu dengan gadis kecil polos yang ada di hadapannya ini. Jadi dia berniat ingin menggodanya. "Apa kau keberatan jika benar aku yang melakukannya?" Ucapnya sembari berjalan mendekat.

"Jangan mendekat!" Anya kembali memasang sikap waspada. Dan dengan sangat gugup ia menutup bagian dadanya yang terlihat rata dengan kedua tangannya. "Mengganti baju seorang gadis tanpa seizinnya itu tidak sopan!" Lanjutnya dengan pura-pura berani, meskipun bibirnya terlihat gemetar.

Lagi-lagi pria itu terlihat menahan tawa. Melihat tingkah gadis yang menggemaskan di hadapannya itu, kenapa seolah mood nya membaik, seolah zat serotonin dan Dopamin di otaknya langsung terpenuhi. Padahal, ia menyadari, selucu apapun lelucon yang pernah ia dengar. Jarang sekali bisa membuatnya tergerak untuk tertawa.

"Apa menurutmu aku begitu kurang kerjaan? Apa kau mengira aku pria mesum begitu? Kau tau... kau baru saja menyinggung ku, nona." Pria itu mengubah ekspresinya menjadi sedatar mungkin.

Mendadak Anya linglung. Kenapa dalam sekejap jadi dirinya yang harus merasa bersalah. Jelas-jelas harusnya pria itu yang minta maaf padanya, karena telah lancang mengganti bajunya saat ia tak sadarkan diri.

"Jadi anda ingin aku meminta maaf? Tapi anda juga bersalah bukan?" Anya mencoba menggunakan sisa keberaniannya untuk membela harga dirinya.

Pria di hadapannya melipat tangannya di dada dan mulai menatapnya dalam. "Jadi kau ingin aku yang meminta maaf duluan padamu begitu?" Dia menjeda kalimatnya. "Baik, tapi sebelum itu kau harus dengarkan ini. Pertama, bagaimana bisa aku harus meminta izin padamu jika kamu saja pingsan?"

Anya langsung terkesiap. Otaknya seolah langsung menyadari ada yang salah dengan perkataannya.

"Kedua, jika kau ingin tahu yang sebenarnya, kau pikir dengan memiliki rumah semewah ini, aku tidak punya pelayan yang bisa ku perintah, hah?"

Anya segera menatap ke sekeliling. Benar juga. pikirnya.

"Jadi, yang mengganti pakaianku, pelayan anda?" Tanyanya sedikit ragu.

Namun diam-diam di saat yang bersamaan perasaanya merasa lega.

"Menurutmu?" Pria itu berkata dengan nada penuh penekanan. Membuat Anya menunduk karena takut dengan tatapannya yang tajam dan menikam itu.

"Kalo begitu? Terimakasih atas kebaikan tuan, karena telah menyelamatkan saya." Anya membungkuk, ia mengatakannya dengan tulus.

Selama ini, ia tidak pernah bermimpi, kalo sosok penyelamatnya adalah pria tampan dan kaya raya. Namun sikapnya yang angkuh, juga suka berubah-ubah itu membuatnya sedikit takut.

"Apa ada yang bisa saya lakukan untuk bisa membalas Budi pada tuan?" Anya berkata dengan sungguh-sungguh. Dia tidak ingin menerima kebaikan dengan cuma-cuma.

Setidaknya, itulah yang di ajarkan orang tuanya dulu ketika ia masih kecil.

Iya bahkan masih ingat perkataan ibunya dulu.

Jika ada yang menolong, harus lekas membalas Budi!

Pria di hadapannya sontak langsung terlihat berpikir. "Memangnya apa yang bisa di lakukan gadis kecil sepertimu." Sahutnya dengan nada mengejek.

"Aku bisa mengerjakan pekerjaan rumah, aku bisa memasak, mencuci, membersihkan rumah..." Kalimat Anya tiba-tiba terpotong.

"Hei... kau pikir siapa yang sedang mencari pelayan? Aku sudah cukup banyak pelayan di rumah ini. Coba ajukan hal yang sekiranya bisa membuatku puas."

"Apa?"

Anya kembali linglung, pria itu menatapnya dalam. Dia bingung tidak tahu apa yang harus di tawarkannya untuk membalas Budi? Jadi dia berpikir, apakah pria itu menginginkan tubuhnya?

Anya reflek menyentuh bagian teratas kancing piyamanya.

"Kau pikir tubuh kecil mu itu membuatku berselera? Kau terlalu memandang tinggi dirimu sendiri."

Entah kenapa pria angkuh itu harus bicara seketus itu? Padahal Anya juga tidak berpikir ke arah sana.

Ya... mungkin tadi, sedikit. Tapi dia juga tidak yakin dan malah mendapati perkataan yang membuatnya malah berpikir lain.

"Maksudnya, tuan menyukai pria?"

Wajah pria di hadapannya seketika langsung merah padam. Kenapa gadis kecil itu bisa berpikir seperti itu? Dia itu bodoh atau sengaja ingin membuatnya marah.

"Apa aku terlihat pria tidak normal di matamu?" Ucapnya dengan nada benar-benar marah.

Tak lama ia berdecak. Dia baru menyadari, selain membuat dirinya mendadak bahagia, gadis itu ternyata juga bisa membuatnya mendadak naik darah.

"Astaga, situasi macam apa ini?" Keluhnya dan berlalu dari hadapan Anya.

Apa Aku salah bicara? Anya kembali terlihat linglung.

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status