Pria tampan itu bernama Rey Zang, dia adalah salah satu CEO paling terpopuler di kota X saat ini. Bayangkan saja, dia sudah menjadi jajaran orang palin kaya urutan ke 2 di kota X hanya dalam tempo satu tahun. Pria matang berusia 26 tahun itu menggeluti bisnis game online yang tengah naik daun saat ini.
Rey membuka kotak rokok berbahan logam, mengeluarkan sebatang rokok dari dalamnya, menyalakannya, kemudian menghisapnya dalam-dalam kemudian meniupkan gumpalan asap. Dia meraih ponsel di atas meja, menekan salah satu nama di kontaknya dan memerintah, "Geri... Selidiki asal usul gadis kecil yang ku temukan tadi malam, secepatnya ya! Aku tunggu!"
Lalu sambil membawa rokoknya, ia kembali masuk ke salah satu kamar, meregangkan semua ototnya hingga menjadi tegang dan kekar.
Dia menemukan pistol di pakaiannya, membongkarnya lalu memasangnya lagi, kemudian mengisinya dengan peluru dan menekan pelatuk, kemudian mengarahkannya ke arah jam dinding.
Kemudian ia teringat dengan malam-malam tak di duganya.
Dia sengaja mengunjungi desa B karena urusan pekerjaan, dan ingin meninjau proyek nya di sana, tapi saat ia hendak berjalan-jalan keluar untuk melihat suasana malam, ia di kejutkan oleh suara seorang gadis yang meminta tolong di balik semak-semak belukar. Keadaan gadis itu sangat buruk, ia pingsan dan kakinya terluka. Karena merasa tidak tega, Rey berinisiatif menolongnya dan membawanya kembali ke kota.
Rey membopong gadis itu ke kamarnya yang luas dan mewah, sesaat menatapi wajahnya, terilhat imut dengan bibir merah muda yang menggoda meskipun wajah putihnya terlihat pucat.
Imut... Sangat imut....
Hatinya bergetar saat itu.
Dia biasa bertemu wanita dengan dandanan tebal, saat ia melihat gadis dengan wajah polos, dirinya merasa aneh.
Dia mengira-ngira usia gadis itu mungkin saja masih anak sekolah menengah pertama. Di lihat dari tubuhnya yang tidak terlalu tinggi.
Dia jarang bersikap lembut pada wanita, tanpa sadar ia membelai lembut pipi gadis yang masih pingsan itu. Aroma segar dari tubuh gadis itu menusuk hidungnya. Dadanya kembali bergejolak.
Perlahan, ia mulai melucuti satu persatu pakaian basah yang menempel pada tubuh sang gadis, gejolak dalam dirinya semakin besar saat menatapi tubuh polos itu terpampang di depan matanya. Namun sebisa mungkin ia berusaha untuk mengendalikan hasrat nya. Dengan terburu-buru ia memakaikan piama baru yang sudah di siapkan pelayannya tadi. Setelahnya ia sendiri juga yang mengobati luka di kakinya.
"Hum... Kau sangat manis." Rey menelusuri pipi gadis itu dengan telunjuknya. Ada perasaan yang berbeda, tak pernah sebelumnya dada nya bergemuruh seperti ini, meskipun ia sering berganti-ganti pasangan untuk memuaskan hasratnya.
Rey tak bisa menahan lagi keinginannya untuk mengecup bibir merah muda yang sejak tadi seolah memanggil-manggil menggodanya. Dia hanya mengecup nya sekilas demi menghilang kan rasa penasarannya. "Hum... Rasanya manis, aku suka." Sudut bibirnya tertarik ke atas. Takut hasrat nya semakin tak bisa di kendalikan, ia memilih pergi ke kamar lain untuk tidur di sana. Meskipun sepanjang malam ia tak bisa tidur karena terus memikirkan gadis itu. Dan baru tadi pagi ia kembali ke kamarnya sendiri untuk mandi. Gadis itu terbangun saat ia telah selesai, matanya yang bening menatapnya seolah-olah dirinya adalah seekor predator yang siap menerkam mangsa. Gadis yang benar-benar penuh kejutan. Polos tapi sekaligus menyebalkan. Bagaimana bisa gadis mengira dirinya seorang penyuka pria.
Rey tersenyum tipis mengingat kejadian tadi pagi, dia merasa sebal sekaligus lucu. Bagaimana bisa hanya seorang gadis kecil biasa seperti itu bisa membuat hati nya seolah bewarna dalam sekejap.
***
Anya masih terbengong di tempat, merasa kaget dengan kata sederhana yang di ucapkan pria tadi.
Berada di kamar semewah itu, ia merasa tak terbiasa. Parasaan kawatir dan takut kembali menggelayutinya. Kira-kira apa yang akan pria itu lakukan padanya setelah ini?
Anya menatap ke sekeliling, benar-benar kamar idaman semua orang. Seumur-umur baru kali ini ia mendapati tempat sebagus ini.
Seorang pelayan wanita paruh baya tiba-tiba mearangsek masuk ke dalam kamar bersama dnegan dua pelayan muda lainnya. Anya tentu saja langsung terkesiap dan sangat kaget.
"Pagi nona." Para pelayan itu membungkukkan setengah badannya pada Anya dengan sopan.
"Pa-pagi...." Sahutnya kebingungan, meski begitu ia turut membungkukkan sedikit tubuhnya untuk memberi hormat.
"Perkanalkan, saya Bibi Eni, kepala pelayan di rumah ini. Kami di tugas kan oleh tuan muda Rey untuk mengganti pakaian nona, setelah itu nona di perintahkan tuan muda untuk sarapan bersama di meja makan."
"Apa?"
Mata Anya membulat, isi kepalanya seolah terlalu lambat untuk mencerna kata-kata pelayan itu. Tuan muda Rey? Apa itu nama pria tampan itu?
Terdiam dalam wajah yang masih kebingungan. Para pelayan mendekat dan hendak mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih bagus. "Hei... Apa yang akan kalian lakukan? Aku bisa mengganti pakaian sendiri." Protes Anya pada pelayan yang tanpa aba-aba berusaha melepas pakaian yang melekat di tubuhnya.
"Kalian bisa keluar, aku bisa berganti pakaian sendiri, kalo begini aku malu." Protes Anya lagi tapi sepertinya tak di gubris oleh ke tiga pelayan tersebut. Mereka tetap melanjutkan aksinya.
Ya... Ampun apa-apaan ini? Apa mereka sama gilanya dengan majikannya?
Anya hanya bisa menggerutu dalam hati sampai para pelayan itu menyelesaikan tugasnya. Kini Anya sudah tampak rapi dengan dress selutut warna pink muda yang sangat cocok dan pas di tubuhnya. Wajahnya pun di poles dengan riasan senatural mungkin.
Ia merasa kenapa pakaian yang di pakainya terasa pas di tubuhnya? Pria itu bagaimana bisa tahu ukurannya?
Namun semua pertanyaan-pertanyaan itu kembali tenggelam tanpa jawaban dalam pikirannya. Bibi Eni, kepala pelayan itu buru-buru mengamit tangannya dan segera membimbingnya menuju meja makan.
Di sana sudah tampak Rey duduk di salah satu kursi dengan meja panjang yang cukup besar. Matanya melirik ke arah gadis itu dari balik kaca gelas yang sedang ia teguk minuman di dalamnya.
Para pelayan terlihat berlalu, meninggalkan Anya yang berdiri canggung dan kikuk. Ia tidak tahu situasi macam apa yang sedang di alaminya saat ini.
"Duduklah!" Perintah Rey yang membuat lamunan Anya seketika buyar. Dengan kaku ia mencoba membungkukkan sedikit badannya memberi hormat, kemudian menarik salah satu kursi bersiap untuk duduk.
"Kenapa duduk di situ?" Anya bingung dan menghentikan aksinya. Ia menatap pria itu, tatapannya terlihat dingin sekaligus mengintimidasi, Anya menunduk karena merasa takut. "Duduk disini, di sebelahku." Ujar pria itu lagi yang membuat Anya langsung kesusahan menelan Saliva nya sendiri.
"Ba-baik tuan." Meski ragu dan sangat gugup, Anya mencoba menampilkan wajah berani kali ini, ia menegakkan dagunya dan berjalan mendekat ke arah pria itu.
Hening, Anya menatap semua makanan yang tersedia di meja, semua tampak asing baginya, ia belum pernah memakan bahkan melihat semua menu yang terhidang di sana. Perutnya yang memang terasa lapar, membuatnya tak bisa menahan diri, tanpa rasa canggung, ia segera mengisi penuh piringnya dengan semua makanan yan ada. Dan tanpa ragu mulai makan dengan lahap.
Rey diam memperhatikan, sudut bibirnya lagi-lagi tertarik ke atas. "Apa makanannya enak?"
"Iya... Ini enak sekali, aku belum pernah mencoba semua makanan ini." Sahut Anya dengan mulut penuh. Ia pun kembali mengisi piringnya dengan makanan lain yang belum sempat ia coba. "Paman tidak ikut makan?"
Mendengar penuturan Anya yang memanggilnya paman, wajah Rey langsung berubah merah, "Apa menurutmu aku setua itu?" Katanya ketus, membuat Anya menghentikan aktifitas makannya dan kini memandang ke arah Rey dengan tatapan polos.
"Ti-tidak, anda sangat tampan, dan anda terlihat sudah berumur, eh... Maksudku terlihat sudah matang, jadi... Aku...." Karena saking gugupnya Anya jadi terbata-bata saat bicara. Menurutnya pira itu sebenarnya tidak tua, tapi karena penampilannya yang mengenakan jas jadi membuatnya terlihat seperti bapak-bapak yang ada di kantoran. Entahlah. Saat ini ia hanya menyadari sepertinya telah salah bicara. Tatapan pria itu terlihat tidak suka saat menatapnya.
"Usia ku baru 26 tahun, tahun ini, apa menurutmu aku sudah tua?" Sela Rey yang membuat Anya semakin memasang sikap waspada.
Ayo berpikir Anya, jangan sampai salah biacara lagi, bisa-bisa monster ini akan menelanmu hidup-hidup.
Anya meletakkan sendok makannya dan mengambil minum sebelum ia mulai bicara lagi. "Menurutku itu usia yang masih muda, hanya saja cara berpakaian kakak yang tampak tak sesuai dengan usia kakak."
Anya kembali pura-pura makan untuk menghindari tatapan Rey. Semoga saja kali ini dia tak salah bicara.
"Hum, jadi begitu ya? Kenapa kau memanggilku kakak? Memangnya aku kakak mu?" Sepertinya pria ini ingin membuat Anya mati kebingungan.
Di panggil kakak salah, di panggil paman apa lagi. Apa maunya?
"Panggil aku tuan muda." Seru Rey yang nampaknya memahami kebingungan di wajah Anya.
Rey beranjak dari duduk nya dan mendekat ke arah Anya. Ia membungkukkan badannya sedikit untuk menatap lebih dekat wajah gadis itu.
Anya reflek memalingkan muka karena takut, namun secepat kilat tangan Rey menahannya. "Kau jangan coba-coba sok akrab dengan ku, kau ingin balas Budi padaku kan?" Suara Rey lagi-lagi terdengar dingin dan mengintimidasi, membuat Anya menggigil karena takut. Namun ia memberanikan diri untuk menatap sepasang mata dingin itu dan mengangguk pelan.
"Bagus, kalo begitu, ada hal yang ingin kan darimu."
"Apa?"
BERSAMBUNG
Sebenarnya Rey belum tahu apa sebenarnya yang dia inginkan dari gadis kecil itu, namun melihat wajahnya yang ketakutan di bawah tatapan mata dinginnya seolah menjadi kesenangan tersendiri bagi Rey."Siapa nama mu?"Anya terhenyak, "An-Anya tuan muda." Jawabnya terbata karena gugup."Hum... Berapa usiamu?"Semua ini jadi terdengar seperti wawancara kerja. "18 tahun." Jawab Anya lagi dengan lebih tenang sekarang."Delapan belas?" Mata Rey membelalak tak percaya, sebelumnya ia mengira gadis itu berusia sekita anak sekolah menengah pertama, antara 14-15 tahun, untuk ia menahan diri mati-matian untuk tidak menyentuhnya.Anya mengangguk mantap, wajah Rey yang begitu dekat dengan wajahnya membuat dadanya berdebar aneh, aroma parfum yang menguat dari tubuh pria itu seolah membiusnya hingga membuat tulang-tulang sendinya lemas seolah tak bisa di gerakkan."Jadi kau 18 tahun?" Pikiran liar langsung memenuhi otak Rey, jadi masih boleh jika
"Apa?!" Anya mengulangi pertanyaannya lagi dengan mata membulat lebar, padahal pria itu telah mengatakannya dengan bahasa yang juga di mengerti oleh dirinya, namun ia tetap bertanya-tanya dalam kepalanya, apa maksudnya dengan menjadi mainannya?"Mainan apa maksud mu?""Hum ... Itu sama seperti kekasih, jadi teman tidurku?""Ah!" Anya berteriak, "Tidak mau, itu dosa, tidak boleh tidur bersama kalo tidak ada ikatan pernikahan." Jelasnya dengan mata berapi-api.Rey terlihat tampak berpikir, selama ini ia sama sekali tidak terpikir untuk menikah dengan wanita manapun, jika dia bisa tidur dengan banyak wanita, kenapa juga dia harus menikah, merelakan dirinya hanya setia dengan satu wanita saja, itu bukan gaya hidupnya, mungkin suatu saat, tapi bukan untuk saat ini. Ia ingin bersenang-senang menikmati kesuksesaanya, untuk apa harus tersiksa dalam sebuah ikatan.Itu pasti akan sangat merepotkan, ia jadi teringat akan kedua orang tuanya yang tinggal di te
Saat malam hampir menjelang pagi, Anya tak mampu lagi untuk terjaga, ia benar-benar sangat mengantuk dan akhirnya jatuh tertidur.Sedangkan Rey malah baru saja terbangun dari tidurnya yang lelap, setelah mencium bibir Anya semalam, akhirnya ia bisa memejamkan mata dengan tenang, dan pagi ini ia bisa bangun dengan perasaan lebih baik. Ia melangkah keluar dari ruang kerjanya sambil menguap. Bibi Eni yang terlihat muncul dari arah lain buru-buru mendekat."Apakah semalam tuan muda tidur disini?" Tegurnya tanpa ragu, mereka sangat dekat, bahkan wanita paruh baya itu bertanya layaknya seorang ibu yang mengkhawatirkan anaknya."Benar Bi, aku tidak mungkin tidur di kamar ku kan? Ada gadis aneh itu di dalam sana.""Maksud tuan, nona Anya?""Tentu saja, siapa lagi."Mendengar jawaban itu, bibi Eni malah tersenyum penuh arti, tidak biasanya tuan mudanya itu menyia-nyiakan kesempatan untuk meniduri seorang wanita, yang biasanya
Ekor mata Rey melirik, seringai kecil menyembul di sudut bibirnya, merasa menang, gadis itu sebentar lagi pasti tunduk dengan perintahnya."Ada apa?" Tannya nya pura-pura tak peduli."Apa kau sungguh-sungguh dengan perkataanmu?" Anya balik bertanya dengan nada hati-hati, matanya membulat lebar, membuat Rey semakin gemas."Kalo iya kenapa?" Rey masih bicara dengan nada ketus. Rupanya ia senang sekali membuat gadis kecil itu ketakutan."Bisakah kau melupakan semuanya?""Maksudnya?" Hati Rey berbunga-bunga, akhirnya gadis itu menyerah juga."Maksudnya, bisakah aku mengganti rugi dengan cara lain?"Sekarang Rey benar-benar merasa di atas angin. "Tentu saja.""Kalo begitu, jadikan aku salah satu pelayan di rumah ini, tidak di gaji juga tidak apa-apa.""Apa?" Rey merasa keki sekaligus kesal, rupanya dia terlalu terbuai oleh harapannya sendiri tadi. "Bukan itu yang ku tawarkan, tapi pilihannya adalah, kau mau tidur denganku tanpa
Anya baru saja keluar dari kamar dengan menggunakan dress selutut warna nude yang tampak anggun. Ia merasa bingung, ketika ia tiba di meja makan, tiba-tiba mendengar keributan. Setidak nya ia cukup mendengar pertengkaran yang terjadi antara Rey dengan seorang pria tua yang di sebutnya Ayah.Ternyata pria itu sama menderitanya dengan dirinya, nyatanya meski hidup dengan bergelimang harta, Rey memiliki masa lalu kelam yang membuatnya tak bisa melupakannya begitu saja. Anya kini memahami, kenapa sikap pria itu yang terkadang terlihat sangat sedih, gembira, dan marah dalam waktu yang hampir bersamaan."Selamat pagi...." Ujar nya dengan suara lirih tapi cukup untuk membuat Nyonya Ana juga Tuan Han menoleh ke arahnya.Dengan gerakan ragu-ragu ia membungkukkan sedikit badannya untuk memberi hormat."Ah...." Tentu saja Nyonya Ana merasa terkejut, matanya terbelalak dan mulutnya menganga. Kemudian ia menatap ke arah suaminya yang juga melakukan hal y
Melihat ketakutan di wajah Anya, selalu membuat Rey tergerak untuk menggoda gadis itu, otaknya seolah terisi zat seretonin dengan cepat, perasaanya seperti melambung sekaligus berbunga-bunga, menyenangkan sekali."Tadi kau berani sekali bicara pada orang tua ku dan mengatakan bahwa kau adalah calon istriku, apa kau benar-benar menginginkannya?"Anya langsung seperti membeku di tempat, pertanyaan macam apa itu?Apa maksud dari menginginkannya?"Bu-bukan seperti itu..." Sangkalnya dengan suara terbata, "aku hanya tidak suka saja ayah mu menuduhku sebagai teman tidur mu." Lanjutnya malu-malu."Jadi kau menganggap dirimu itu gadis baik-baik begitu?""Tentu saja." Sahut Anya cepat tanpa ragu."Kalo begitu kenapa kau kabur dari rumah? Apa itu namanya gadis baik-baik?"Anya tertunduk diam sebentar, matanya seolah terlihat berpikir, "itu karena ... bibi ku ingin menjualku pada pria tua sebagai penebus hutang, aku tidak mau dan akhi
Hari sudah menjelang sore dan tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Anya dan Rey tidak mungkin kembali ke kota dengan keadaan seperti itu, terlalu berbahaya bagi mereka, saat cuaca buruk, terkadang lereng bukit di sepanjang perjalanan menuju kota bisa saja terjadi longsor. Nyonya Sin pun menyarankan agar mereka menginap di rumahnya dan kembali ke kota esok pagi saja.Hujan tidak akan mereda dengan singkat, tambah nyonya Sin menjelaskan. Akhirnya, mau tidak mau Anya dan Rey terpaksa menyetujui usulan wanita paruh baya itu.Mendengar berita itu, tentu saja Fani yang paling berbahagia, ia berpikir punya banyak waktu untuk menggoda Rey malam ini.Ia tidak peduli meski ibunya telah menjelaskan jika pria itu tertarik pada Anya-sepupunya. Di dalam hatinya, ia tetap berambisi ingin menaklukkan pria itu.Rey tidur di salah satu kamar yang tidak terlalu besar, itu adalah kamar Anya saat ia masih tinggal bersama bibinya, sedangkan Anya mem
"Anak itu, kemana perginya anak itu, sudah selarut ini tidak pulang, mana membawa anak ingusan seperti itu, kalo dia terkena masalah bagaimana? Bikin repot saja...." Tuan Han masih saja terus mengoceh sepanjang malam. "Gadis tidak jelas asal usulnya itu, mana bisa di jadikan calon istri, apa kepalanya habis terbentur hingga membuatnya gila? Hah!"Nyonya Ana menarik nafas panjang, kemudian beranjak dari sofa dan menghampiri suaminya yang berjalan mondar-mandir dengan gelisah. "Suamiku, tenaglah sedikit." Wanita paruh baya itupun mengusap pundak suaminya agar merasa lebih baik."Bagaimana aku bisa tenang, anak itu selalu saja membuat masalah sejak dulu, apa kau lupa? Kejadian waktu ia masih SD? Bagaimana bisa anak kecil seperti dirinya mengunci beberapa temannya di dalam sebuah mobil box dan hampir kehabisan nafas. Gara-gara masalah itu kita jadi menuyuruhnya di rumah saja. Dan saat kuliah, dia lebih sering lagi membuat ulah, sampai pusing aku di buatnya karena harus membe