Share

Penawaran baru

Anya baru saja keluar dari kamar dengan menggunakan dress selutut warna nude yang tampak anggun. Ia merasa bingung, ketika ia tiba di meja makan, tiba-tiba mendengar keributan. Setidak nya ia cukup mendengar pertengkaran yang terjadi antara Rey dengan seorang pria tua yang di sebutnya Ayah. 

Ternyata pria itu sama menderitanya dengan dirinya, nyatanya meski hidup dengan bergelimang harta, Rey memiliki masa lalu kelam yang membuatnya tak bisa melupakannya begitu saja. Anya kini memahami, kenapa sikap pria itu yang terkadang terlihat sangat sedih, gembira, dan marah dalam waktu yang hampir bersamaan. 

"Selamat pagi...." Ujar nya dengan suara lirih tapi cukup untuk membuat Nyonya Ana juga Tuan Han menoleh ke arahnya. 

Dengan gerakan ragu-ragu ia membungkukkan sedikit badannya untuk memberi hormat.

"Ah...." Tentu saja Nyonya Ana merasa terkejut, matanya terbelalak dan mulutnya menganga. Kemudian ia menatap ke arah suaminya yang juga melakukan hal yang sama sebelum akhirnya balik menatap Anya. "Kau siapa?" Tanyanya dengan lembut, sedangkan Rey tampak menghela nafas panjang merasa tak suka. Ia berpikir gadis itu pasti hanya akan mempersulit dirinya saja. 

"Nama saya Anya, nyonya." Sahutnya sopan, membuat Ibu kandung Rey itu terkesan. 

"Nama kita hampir sama, namaku Ana." Ucap wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu dengan antusias. Membuat Anya tak merasa canggung lagi.

"Benarkah? Kalo begitu kebetulan sekali." Anya tampak senang dan keduanya pun tersenyum. 

Ini benar-benar di luar dugaan, bagaimana bisa gadis itu seolah menghipnotis ibunya yang biasanya terkesan angkuh jika berhadapan dengan semua teman wanitanya. Mantra apa yang di pakai gadis itu sebenarnya? 

Dia benar-benar penuh kejutan!

"Anak baik, kau siapanya Rey?" Tanya nyonya Ana yang membuat Anya langsung gelagapan. 

Terlebih lagi Rey yang juga langsung mendelik gugup. 

"Siapa lagi, paling juga cuma teman tidur putra kesayanganmu itu, lihat gaya hidupnya? Apa pernah kita mengajarinya seperti itu? Memalukan sekali!" Sahut Tuan Han sinis. 

"Suamiku, sudahlah... Jangan memulai lagi, kau harus pedulikan kondisimu." Ucap Nyonya Ana bijaksana, pria itu pun langsung terdiam dan melirik ke arah Rey dengan tatapan tajam.

"Saya, tidak seperti yang anda pikirkan tuan, saya adalah .... " Anya menjeda kalimatnya dan ekor matanya melirik ke arah Rey sebentar. "Saya adalah calon istri tuan muda Rey!" 

Apa?

Tentu saja itu sangat mengejutkan, bahkan Rey mengumpat berkali-kali dalam hati. 

Mau apa gadis itu? Punya rencana apa dia? Ternyata dia begitu cerdik dan menakutkan!

"Ah... Benarkah?" Hanya Nyonya Ana yang terlihat paling bahagia di antara semuanya. Sedangkan suaminya masih mematung tak percaya. 

"Apa kau sedang bercanda?" Tuan Han berkata dengan nada dingin, kemudian menoleh ke arah putranya meminta penjelasan. "Apa kau pikir kau sedang main drama?" Tuduhnya yang membuat amarah Rey kembali tersulut.

"Sudah ku duga, Ayah memang tidak pernah mempercayaiku, terserah saja jika Ayah mau menganggapnya bagaimana." Rey kesal dan segera beranjak dari sana, ia berjalan menuju ke arah Anya dan dengan gerakan cepat menarik pergelangan tangan gadis itu dan segera membawanya pergi dari sana.

"Hei... Anak kurang ajar, tidak tahu diri, kita belum selesai bicara, jelaskan apa maksud perkataanmu!" Teriak tuan Han kalap namu Rey seolah tak menggubrisnya. 

"Ibu, aku pergi dulu sebentar, kalo ingin tinggal, tinggallah, mungkin nanti malam aku baru kembali." Pamitnya pada orang tua wanitanya. 

Nyonya Anya pun mengangguk mengerti. "Hati-hati sayang, jaga calon menantu ibu baik-baik."

Astaga!

Rey hampir saja tersedak air liurnya sendiri, apakah ibunya benar-benar mempercayai perkataan gadis aneh ini?

Rey hanya mengangguk pelan dan pergi melalui pintu utama, sedangkan di belakang ayah nya masih berteriak lantang bersumpah serapah. Rey tak peduli. Ayahnya sangat keras kepala, percuma bicara pada pria tua itu, tidak akan pernah menemukan titik temu. Dirinya pun sama kerasnya dan tak mau mengalah. Entah kapan hubungannya dengan sang ayah akan membaik. Rey juga tidak tahu. Hanya waktu yang bisa menjawab.

***

Rey mengendarai mobilnya sendiri tanpa sopir, ia seperti orang yang kesurupan, melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga membuat perut Anya terasa mual.

"Hei... Kau sudah gila ya?! Kalo ingin mati, jangan mengajakku, lakukan saja sendiri." Teriak Anya dengan wajah tegang.

Tatapan Rey tetap lurus ke depan, ia berkendara di jalanan lengang yang di samping kanan kirinya di tumbuhi pepohonan rindang, sepertinya jalanan itu tidak asing, itu seperti arah jalan menuju ke desanya. 

Anya mendadak merasa ketakutan karena berpikir mungkin saja Rey ingin menyerahkan dirinya kembali pada Bibinya.

"Tuan, bisa tolong Pelankan laju kendaraanmu, aku benar-benar sangat takut, dan maaf kan aku tentang kelancanganku tadi, yang mengatakan aku adalah calon istrimu, maaf kan aku." Anya mencoba merendahkan nada bicaranya, bermaksud agar Rey merasa iba padanya.

Tak lama terdengar ban berdencit dan mobil pun terhenti. Akhirnya Anya bisa bernafas lega, monster di samping nya itu mau mendengar perkataannya.

Tangan Rey terlihat gemetaran, penyakit kecemasannya mendadak kambuh, dan ia belum sempat mengunjungi psikiaternya.

Bagaimana ini?

Anya terlihat panik sekaligus iba, ia melihat Rey seperti malam itu, wajahnya terlihat sendu juga kesakitan. 

Rey mencoba menarik nafas dalam-dalam dan mencoba melakukan gerakan Buter flat, namun tak berhasil, ia merasa sangat frustasi dan menjambak-jambak rambutnya sendiri.

Anya juga teringat, malam itu setelah Rey mencium bibirnya keadaan pria itu berangsur membaik, jadi Anya berpikir ingin menolongnya.

Dengan gerakan cepat, Anya mendekat dan menempelkan bibirnya pada bibir dingin Rey, mata Rey terbelalak terkejut, namun detik berikutnya ia membalas ciuman itu dengan rakus, seolah-olah ia sudah tak melakukannya bertahun-tahun lamanya. 

Tangannya yang kekar menyusup masuk ke bagian belakang leher  gadis itu, menekannya agar ia bisa lebih dalam lagi memberikan ciuman. 

Anya bahkan seolah hampir kehabisan nafas, ia tak tahan dan akhirnya menggigit bibir bawah Rey agar pria itu mau melepaskannya. 

"Augh!" Pekiknya dan akhirnya ia melepaskan pagutannya.

Anya langsung mengisi paru-parunya dengan udara sekitar, nafasnya sedikit tersengal. "Kau baru saja hampir membunuhku." Ujarnya setelah keadaanya berangsur membaik.

"Maaf, aku tidak bermaksud begitu." Kali ini kata-kata Rey terdengar sedikit lebih lembut dari biasanya, "dan terima kasih kau telah menolongku, keadaan ku jauh lebih baik sekarang." 

Baru kali ini selama tiga hari tinggal bersama pria itu, Anya melihat senyuman dan tatapan mata Rey yang begitu hangat.

"Ya... tidak masalah tuan, anggap saja kita impas." Anya balas tersenyum.

"Apa maksudmu dengan impas?" Baru saja Anya membatin pria itu bisa juga berubah lembut, sedetik kemudian sudah kembali lagi ke sifat awal. 

"Aku sudah membantumu, jadi kau tidak akan memasukkan aku ke dalam penjara kan? Atau jangan-jangan kau ingin mengembalikan ku pada bibi ku?" Wajah Anya berubah sendu. Ia tidak tahu harus lari kemana, ia benar-benar sedang ada dalam situasi yang sulit.

"Kalo begitu aku ada penawaran baru untuk mu." 

"Apa?"

BERSAMBUNG.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status