Share

Tentang Prioritas

“Tumbenan banget lo mau jadi bartender, biasanya juga ogah banget buat jadi bartender,” ledek Hilde saat melihat bosnya itu sedang meracik minuman.

“Lagi mood,” jawab Nick singkat.

“Halah!” Hilde mendecih sinis. “Mood apaan? Bagus kalau lo ke dance floor aja, goyang-goyang disana bareng cewek-cewek jalang,” lanjut Hilde.

Nick yang mendengarka itu hanya mendecih sinis sambil tersenyum sinis. Hilde memutar bola matanya dengan malas saat melihat reaksi Nick.

“Ya kali gila... Pemilik bar jadi bartender. Gila banget nggak, sih?” ledek Hilde.

“...” Nick hanya diam dan lebih memilih untuk meracik alkohol untuk tamu VIP-nya.

By the way Nick. Kenapa Angel nggak pernah datang ke bar lagi, sih?” tanya Hilde.

Nick langsung menghentikan aktifitasnya untuk meracik alkohol dan menatap tajam tepat pada kedua bola mata Hilde.

“Gue cuma nanya doang bangsat! Natapnya nggak usah gitu banget. Gue merinding, Anjing!” pekik Hilde.

“Gue larang keras dia datang ke sini,” jawab Nick dan kembali meracik alkohol.

Why? Kenapa harus dilarang coba?”

“Gue takut kalau dia diapa-apain sama orang yang ada disini kalau dia nungguin gue.”

“Ck, bukannya ada gue Nick? Gue bisa jagai dia kok.”

“Cih... Palingan nanti lo icip-icip dia.”

“Elo kali,” sinis Hilde.

Nick tersenyum menyeringai saat mendengarkan penuturan Hilde. Sepertinya Hilde tidak tahu bahwa Nick tidak pernah melakukan sex dengan Angel, selain hanya making out saja.

Hilde tiba-tiba teringat satu hal lalu kemudian meletakkan sebuah dokumen tepat di depan Nick.

“Laporan penjualan kita bulan ini meningkat dua puluh persen. Gila nggak, sih?” tanya Hilde sambil terkekeh.

“Mau holiday kemana nih? Sekalian aja ajak si Angel,” tawar Hilde.

Ting!

Nick langsung menatap layar ponselnya yang baru saja berbunyi.

Damn!” pekik Nick.

“Kenapa Nick?” tanya Hilde heran saat melihat ekspresi wajah Nick yang tiba-tiba berubah begitu saja.

Nick langsung memperlihatkan layar ponselnya kepada Hilde dan detik berikutnya Hilde langsung tertawa dengan begitu keras.

“Si Angel mau waffle di jam sebelas malam gini!? Dan sialnya karena dia malah nyuruh lo?” tanya Hilde dan kembali tertawa terbahak-bahak.

“Biasanya daddy yang nyuruh si baby, ngapain sekarang malah kebalik, sih? Malah baby yang nyuruh daddy,” sindir Hilde lalu tertawa deras.

Nick memutar bola matanya dengan malas lalu kemudian melangkahkan kakinya untuk berjalan pergi dari tempat tersebut.

“Mau kemana Nick?!”

“Lo pandai baca, kan?”

“Anj! Lo beneran mau pergi?”

“...”

“Nick-“

“Gue mau buat waffle di dapur bar. Nggak usah banyak bacot.”

Hilde kembali tertawa dengan begitu keras saat mendengarkan penuturan dari Nick.

***

“Ihhhhh! Nick sekarang lagi dimana, sih?!” Angel menghembuskan nafasnya dengan begitu kasar.

“Angel mau waffle sekarang, laper banget,” lanjutnya lagi sambil mengerucutkan bibirnya.

Angel mengeluarkan ponselnya dan mulai mengirim pesan untuk Nick.

Angel Anneliese :

Kamu lewat pintu belakang aja.

Angel Anneliese :

Udah aku bukain buat kamu.

Angel memejamkan matanya perlahan sambil terus menghentakkan kedua kakinya diatas lantai dengan kesal.

“Nick lamaaaaaaa?! Laperrrrrr! Mau waffle!”

Angel terus menggerutu kesal.

Seseorang tiba-tiba berdiri di samping Angel dan berhasil membuat Angel tersentak kaget saat setelah membuka matanya.

“Nick!”

“Nggak usah teriak, Ngel.”

Angel menyengir dan menampilkan deretan gigi putihnya yang berbaris rapi kepada Nick.

Angel menarik kursi yang ada di sampingnya lalu kemudian duduk disana.

“Aku kira kamu nggak bakalan datang. Tapi, ternyata kamu datang juga,” kata Angel dan kedua bola matanya berbinar-binar. “Waffle aku mana?” lanjutnya lagi sambil mengadahkan kedua tangannya.

“Dapur,” jawab Nick.

Angel mengerutkan keningnya dengan kesal.

“Kok nggak dibawa masuk, sih?!” tanya Angel kesal.

“...” Nick hanya diam.

“Ih... Jadi orang kenapa bego banget, sih?!” tanya Angel dengan kesal, lalu melangkahkan kakinya menuju dapur karena memang sedaritadi dia berada di dalam kamarnya.

“Pake bajunya, Ngel!” teriak Nick memperingati Angel karena Angel hany menggunakan bra saja dan tidak digubris oleh Angel.

“Ck, bocah sialan,” gerutu Nick.

Nick menghembuskan nafas kesal dan perlahan melangkahkan kakinya untuk mengikuti Angel dari belakang menuju dapur.

***

“Makan di kamar aja, Ngel. Nanti mama sama papa lo lihat kalau mereka bangun,” kata Nick.

“Gak. Malas gerak. Angel udah makan,” tolak Angel.

Nick mendecih kesal.

“Ngel-“

Daddy...”

Nick menghembuskan nafasnya dengan kasar.

“Ya udah, makan aja. Gue mau balik ke bar sekarang,” kata Nick.

Angel langsung berhenti untuk mengunyah waffle-nya. Bibirnya bawahnya maju ke depan.

“Kok balik lagi, sih?! Tidur disini aja daddy!”

“Gak.”

Daddy... Tidur disini, yah?”

“Gak. Gue harus balik, Ngel. Dan lo harus tidur, besok sekolah.”

Angel mengerucutkan bibirnya dengan kesal, Nick yang melihat itu perlahan berjalan mendekati Angel dan memberikan kecupan singkat pada bibir Angel.

“Kalau udah makan, langsung tidur,” peringat Nick, lalu melangkahkan kakinya untuk berjalan keluar dari apartemen Angel melalui pintu belakang.

Angel yang melihat kepergian Nick hanya bisa menghela nafas berat dan menatap waffle-nya dengan tatapan sedih.

“Hah... Pekerjaan itu prioritas utama Nick dan aku bukan prioritasnya...” lirih Angel sambil memegang dadanya.

Dia merasa sesak dan sedih. Maksud hati pesan waffle agar bisa memakannya berdua bersama dengan Nick, tetapi sialnya Nick lebih mementingkan pekerjaannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status