"Mas Satriyo! Bisakah ambilkan dua lembar daun itu?"
"Bisa, Mbak. Sebentar!"
Kedua kakinya berlari kecil meninggalkan Annisa dan Lazuarrdi yang masih terduduk di tanah.
"Kenapa perasaan aku sedih sekali, Nis? Seperti hancur, gelap, tak berdaya. Seolah hidup aku ini tak ada artinya lagi."
"Mas Ardi banyak istigfar ya. Terus baca aya Qursi tiga kali, serta surat pendek tiga Qul. Mas Ardi bisa?"
Lelaki tampan menggeleng dengan pandangan yang mengarah pada Annisa.
"Kalau begitu sholawat yang banyak saja Mas. Sama istigfar ya, biar perasaan Kazumi enggak terbawa Mas Lazuarrdi."
"Baik, Nis."
Tak lama. Satriyo sudah datang dengan memebawa dua lembvar daun keladi. Lantas memberikan pada Annisa.
Sebelum mengambil kepala Kazumi, Annisa membaca doa terlebih dahulu. Setelah selesai. Dia memungut dengan kedua tangan beralaskan daun talas.
"Biar saya yang bawa!" tegas Annisa.
Mereka pun berjalan pulang menuju rumah
Hampir satu jam mereka merawat jasad yang sudah jadi tengkorak itu. Tepat pukul tiga pagi. Mereka kembali mengebumikan Kazumi atau Karmila."Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiun!" ucap para warga serempak."Bahwa apa yang berasal dari-Nya. Pasti akan kembali kepada pemilik-NYa."Setelah prosesi pemakaman selesai. Beberapa warga beristirahat dengan suguhan yang dibikin oleh Marni."Annisa! Apa yang sebenarnya terjadi saat di dekat sungai tadi?""Maksud Mas Lazuarrdi?""Apa benar Kazumi meminta kamu mencari Kenanga?"Cukup lama Annisa terdiam."Kenapa kamu diam?""Ehhh ...."Wanita cantik menghela napas panjang. Lalu mengangguk."Tapi saya tak mau berjanji padanya. saya sudah tegaskan itu Mas. Akan semakin panjang kalau kita mencari Kenanga. Kita enggak tau harus bermulai dari mana juga 'kan?""Cuman yang aku takutkan, suatu saat nanti. Dia akan menganggu kita lagi, dengan meminta janji itu.""Mas,
Tepat pukul dua belas siang. Mereka baru terbangun. Dan bergegas berkemas. Annisa yang sudah sedari tadi siapa sedang berjongkok di makam Kazumi atau Karmila.Dia membacakan Yasin dan doa untuknya. Dari ambang pintu Lazuarrdi melihat ke arahnya dengan wajah yang segar. Lalu berjalan mendekati Annisa."Maaf, enggak bisa seperti rencana semula Nis.""Enggak apa-apa kok Mas Ardi. Saya juga baru bangun kok. Buru-buru mandi terus ke sini sebentar.""Berarti belum makan?"Annisa menggeleng."Yuk, makan dulu. Kayaknya Marni sudah siapkan semuanya.""Baik, Mas."Langkah keduanya menuju ruang makan. Terlihat Marni yang sibuk menata piring."Kamu masak apa beli, Mbak?""Saya beli nasi padang Mas. Takut kalau di warung yang lain, Mas Ardi enggak suka. Soalnya agak manis masakannya."Apa yang dikatakan Marni dibenarkan Lazuarrdi. Segera dia duduk dan memanggil Satriyo yang sibuk memasukkan barang-barang."Kamu m
Deru mobil mewah melaju dalam kecepatan sedang. Menyusuri jalan beraspal yang sepi dan lengang. Hanya terlihat beberapa lampu penerangan, tapi tak sanggup memberikan pencahayaan yang cukup. Sesekali Lazuarrdi melihat ke arah belakang. Pandangan matanya tertuju pada sebilah pedang samurai yang tergeletak di atas jok. Terlintas kembali bayangan yang selalu menghantui dirinya. Semenjak dua bulan yang lalu. Dia menerima warisan dari sang kakek, yang sudah meninggal. Berulang kali, Lazuarrdi merasa diikuti oleh sebuah bayangan wanita misterius. Sosok yang begitu mengerikan sering muncul dalam kamarnya. Di mana pedang samurai itu berada. Terdengar Lazuarrdi menghela napas panjang. Bila ingatan membayang pada dua bulan belakangan ini. Saat dirinya masih melihat ke arah jok belakang. Tiba-tiba .... Mobil yang dia tumpangi terasa oleng. Dan terus melaju ke luar lajur jalan utama. Kecepatan mobil pun tak bisa dikendalikan. Rem yang biasanya tak
Lelaki tampan itu langsung bergidik. Dia merasakan bulu kuduknya berdiri dan sangat merinding."Aku kali ini benar-benar merinding Satriyo ...."Suara Lazuarrdi terdengar lirih dan serak."Memangnya yang Mas Ardi lihat apa?""Sosok wanita itu ikut mobil kita. Apa dia terbawa oleh pedang samurai itu?""Bisa saja, Mas."Tampak Lazuarrdi berpikir keras. Dia harus bisa segera sampai ke rumah sang kakek. Tak peduli sosok wanita itu mengikuti atau tidak."Kita jalan lagi!""Ja-jalan, Mas?""Iya. Jangan kalah dengan keberadaan wanita itu!""Ta-tapi, Mas?"Dia menoleh ke arah Satryo. Menatap tajam tanpa jeda sedetik pun. Membuat Satriyo tak berani membalas tatapannya."Kenapa? Masih takut juga?""Ehhh ... enggak, Mas.""Ya, sudah kalau gitu. Kita berangkat sekarang!""Baik, Mas."Mobil pun segera meluncur kembali. Malam ini memang benar-benar lengang. Sesekali Satriyo membunyikan
"Mas ... Mas Ardi! Bangun, Mas!"Lazuarrdi mengerjapkan mata hingga beberapa kali. Penglihatannya menangkap sebuah bayangan yang masih samar. Sampai dia benar-benar tersadar dan menyadari siapa yang berada di dekatnya."Satriyo? Kamu ... Satriyo 'kan?""Iya, Mas. Ini aku Satriyo."Dia menyodorkan sebotol air mineral."Minumlah dulu, Mas!"Walau di dalam mobil memakai AC, akan tetapi wajah dan tubuh Lazuarrdi benar-benar berkeringat. Dia mencekal lengan Satriyo dan menatap tajam ke arahnya."Di mana kita sekarang?""Masih tersesat, Mas. Ini kita mau turun.""A-pa kamu lihat wanita itu lagi?"Satriyo menggeleng."Bukannya kamu tadi menunjuk arah depan dan melihat wanita itu?"Untuk yang kedua kalinya Satriyo menggeleng."Ja-jadi--""Saat mobil tadi berbelok. Mas Ardi bilang melihat bayangan hitam melintasi mobil kita. Dan setelahnya Mas Ardi diam kayak patung.""Kamu tak melihat ap
Wanita tua itu mengangguk."Iya, baju wanita Nipon. Apa dia pernah mendatangi kamu, Ardi?""Pernah, Eyang. Tapi, aku tak tahu nama dia? Kazumi atau bukan.""A-pa, dengan ... menenteng kepalanya?" Suara Sulasih terdengar lirih. Bahkan Lazuarrdi harus mendekatkan telinganya di bibir sang nenek."Baru saja Ardi melihat dia Eyang. Sewaktu perjalanan ke rumah nenek. Makanya sampai saya kemalaman.""Kamu tersesat juga?""Eyang kok bisa tahu?"Wanita tua itu, menghela napas panjang. Seperti ada beban yang ingin dia luapkan semua. Lalu Sulasih merebahkan tubuhnya."Apa pedang samurai itu ingin kamu kembalikan lagi ke sini?""Kalau Eyang memperbolehkan.""Haaaahhh! Kalau kau ingin Eyang segera mati. Taruhlah lagi di sini.""Apa maksud Eyang bicara seperti ini?""Tidurlah, Ardi! Besok pagi kita bicara lagi."Sepintas dia melihat pada tubuh sang nenek yang tidur meringkuk membelakangi. Lazuarrdi pun meny
Suara itu terus berulang di telinga."Kamu siapa? Perlihatkan dirimu sekarang?""Ikutlah aku, Kang Mas!""Haaaahhh?!"Lazuarrdi hanya bisa terpaku saat melihat seorang wanita sangat cantik. Rambutnya panjang terurai. Mengenakan kebaya hijau tua, dipadu kain jarik. Sangat serasi dan terlihat anggun menawan. Membuat Lazuarrdi semakin terpesona."Ka-kamu ini siapa? Kok bisa tiba-tiba datang ke kamar aku?""Namaku Karmila.""Nama yang indah dan sangat cantik."Wanita itu tak menunjukkan ekspresi apa pun. Dia cenderung dingin dan kaku. Langkahnya bak putri keraton, gemulai dan penuh etika saat melenggok."Karmila ... maaf, siapa kamu ini sebenarnya?"Tetap saja wanita cantik itu terdiam. Dia terus menyusuri jalanan yang sepi dan lengang. Diikuti oleh Lazuarrdi."Kita ini mau ke mana Karmila?"Dia menoleh sekilas pada Lazuarrdi. Lalu mengalihkan pandangan matanya kembali lurus ke depan. L
Tepat di depan mata. Lazuarrdi menyaksikan pemandangan brutal yang dilakukan para serdadu Jepang pada Karmila. Mereka memperlakukan dengan beringas. Menggagahi tanpa ampun. Seperti mereka tak pernah melihat seorang wanita. Saat itu, ingin rasa hati Lazuarrdi membunuh mereka satu persatu. Namun apa daya. Tubuhnya bagai berada di ruang dan waktu yang berbeda. Akan tetapi, mengapa hujan yang dirasa sungguh nyata adanya. Sinar mata Karmila meredup. Hingga akhirnya dia terkulai lemas. Para prajurit Jepang itu, bagai anjing yang kelaparan. Disuguhkan daging mentah yang segar dan langsung disambar tanpa sisa. "Karmila ... Karmila!" teriak Lazuarrdi. Malam itu terdengar suara teriakan Lazuarrdi yang sangat kencang. Memecah keheningan malam. Membuat semua penghuni rumah terbangun. "Lazuarrdi ... bangun!" teriak Eyang Uti, yang sudah berdiri di ambang pintu. Tak lama, Satriyo sudah menyusul ke kamar tuannya. Begitu juga dengan pelayan Sulasi