Cintia memasuki kantor dengan gelisah dan terburu-buru. Setelah malam pertunangannya yang berakhir dengan ketidak jelasan, juga aksi tutup mulut laki-laki itu dan calon mertua, dia memutuskan untuk datang pagi ini menemui papa dan meminta bantuan.
Selama acara berlangsung, Adam menghindar dengan alasan tak ingin merusak suasana dan akan menjelaskannya nanti. Bahkan setelahnya, mereka sekeluarga langsung pulang padahal dia masih ingin bertanya mengenai Alena.
"Papa."
Cintia membuka pintu ruangan setelah memastikan kepada sekretaris bahwa papanya sedang tidak sibuk dan bisa menerima tamu.
"Ada apa, Nak. Kok datang ke sini? Butik kamu tinggal?"
"Ada yang jagain, Pa. Aku mau tanya soal karyawan baru itu," katanya sambil duduk di sofa dan mengambil sebotol air mineral.
"Alena?"
"Iya."
"Papa gak terlibat langsung dengan rekrutmen karyawan baru. Semua sudah diserahkan ke divisinya masing-masing," jawab laki-laki paruh baya itu dengan santai.
"Aku mau Alena itu dikeluarkan, Pa!" desaknya.
"Atas dasar apa? Kalau HRD menerima, itu berarti dia kompeten," jawab papa yang sukses membuat bibir putrinya menekuk.
"Tapi dia mantan istrinya Mas Adam. Bisa aja kan dia sengaja masuk ke perusahaan ini terus mau balikan lagi," kata Cintia dengan kesal.
"Jangan berpikiran buruk. Bisa jadi malah dia gak tau kalau Adam kerja disini juga," jawab papa.
"Papa kok belain dia? Mama Adam aja gak suka sama Alena itu!"
Cintia meremas botol kosong dengan keras, sehingga kuku cantiknya yang sudah dipoles kuteks mahal itu sedikit tergores.
"Itukan masa lalu. Sekarang Adam sudah serius sama kamu."
"Kalau gitu aku mau pernikahan kami dipercepat. Jadi dia gak bisa gangguin Mas Adam lagi," pintanya setengah memaksa.
Papa menatap putrinya sambil menggelengkan kepala. Cintia masih muda, baru lulus sekolah dan menekuni dunia modeling karena fisiknya memang mendukung. Namun, secara kedewasaan memang masih kurang.
Ketika Adam, salah satu karyawan terbaiknya mengatakan suka dan meminta putrinya sebagai pendamping hidup, dia langsung setuju. Rekam jejaknya bagus di kantor ini. Usia yang matang juga menjadi pertimbangan. Mereka berharap laki-laki itu bisa membimbing putrinya menjadi lebih baik.
"Nanti kita bicarakan. Baiknya kamu pulang. Papa ada kerjaan penting. Soal ini bisa kita bicarakan di rumah."
"Papa sibuk makanya aku datang ke sini."
"Kamu bicara sama mama. Kalau memang mau dipercepat, biar mama yang atur. Papa tinggal transfer," katanya tenang. Menghadapi sikap Cintia yang labil, kepala harus tetap dingin.
Wanita itu segera berdiri dan meninggalkan ruangan itu dengan kesal. Papa sepertinya kurang mendukung keinginannya untuk mempercepat pernikahan.
"Pak Adam ada?"
"Ada, Bu. Tapi lagi sibuk sama laporan kayaknya," jawab si sekretaris.
"Bilang saya mau ketemu," titahnya.
Cintia berdiri menunggu sambil menatap sekeliling, tak berani masuk tanpa izin sekalipun itu ruangan calon suami sendiri.
"Silakan, Bu."
Dia langsung membuka pintu dan mendapati Adam masih berkutat di depan PC.
"Papa sibuk. Kamu juga," sungutnya.
"Duduk dulu, Sayang. Aku masih ada sedikit lagi laporan yang harus diselesaikan," ucap Adam serius.
"Bete." Cintia bersandar di sofa dan melipat tangan di dada.
"Kalau bete nanti cantiknya hilang." Adam tersenyum melihat tingkah kekasihnya lalu melanjutkan pekerjaan.
Cintia menatap ruangan itu dengan seksama. Sepertinya dia harus memasang foto mereka berdua agar semua orang yang masuk ke ruangan ini tahu bahwa Adam sudah ada yang punya.
"Lama banget!"
Adam menghentikan pekerjaannya dan duduk di sebelah Cintia.
"Kenapa, sih?" Lengannya melingkar mesra di pundak wanita itu.
Cintia membalas dengan menyandarkan kepala. Dia senang jika bermanja-manja dengan Adam dan tak rela jika calon suaminya direbut wanita lain. Apalagi oleh mantan istri yang dulu mencampakkannya.
"Kenapa Alena bisa bekerja di sini?" Nada suaranya penuh selidik.
Adam mengusap rambut indah itu pelan lalu berkata, "Dia bekerja profesional, Sayang. Kamu gak usah cemburu."
"Tapi dia datang ke acara kita."
"Semua karyawan di kantor pusat kan memang wajib datang," bisik Adam mesra.
Berbeda dengan Alena dulu, Cintia lebih lembut dan masih mau mendengarkan nasihatnya. Itu membuat Adam merasa menjadi pahlawan yang mengayomi dan melindungi.
"Harusnya Mas gak terima dia di sini."
"Kerjanya bagus. Laporan tepat waktu, minus koreksi," jelasnya. Merayu wanita yang sedang merajuk memang gampang-gampang susah, tapi Adam sudah tahu caranya.
"Aku gak mau dia dekat-dekat, Mas."
Laki-laki itu tergelak. Bibirnya menyentuh lembut pelipis sang kekasih.
"Sekarang kamu pulang. Mas masih banyak kerjaan. Weekend nanti mas jemput, kita jalan," rayunya.
"Tapi Alena ...."
"Sesuai perjanjian kerja, dia masih probation tiga bulan. Jadi mas gak boleh melanggar aturan."
"Kalau begitu jangan loloskan!"
"Dilihat nanti. Kalau kerjanya bagus ya dipertahankan."
"Aku gak mau dia sekantor sama Mas. Pindahkan ke cabang lain. Kalau perlu mutasi ke daerah atau ke planet lain."
Adam kembali tergelak. Sikap Cintia seperti anak kecil jika sudah merajuk begini.
"Clear, ya. Kamu pulang sekarang. Mas masih banyak kerjaan. Oke?"
"Mas sama aja kayak papa. Ngusir aku." Wanita itu mengambil tasnya lalu keluar dengan membanting pintu karena kesal.
Adam menarik napas panjang lalu kembali ke meja kerja dan menyelesaikan laporan.
***
"Jawab mama! Kenapa Alena bisa satu kantor sama kamu?"
Adam memandang papanya meminta bantuan. Namun, papa malah berpura-pura membaca koran. Jika mama sudah mengamuk begini, dia sendiri angkat tangan.
"Dia ... ngelamar kerjaan, terus aku terima, Ma," jawabnya.
"Kamu bisa aja tolak waktu interview. Kenapa malah diambil?"
Mata mama penuh dengan kobaran amarah yang menyala. Dia tidak terima jika mantan menantunya itu berhubungan kembali dengan putranya.
Dulu Alena mencapakkan Adam begitu saja karena keluarganya kaya. Kini setelah putranya sukses, wanita itu malah ingin mendekat kembali.
"Hasil wawancara bagus. Nilainya sewaktu post test selama training juga bagus. Apalagi waktu sesi presentasi. Alena memang memukau semua orang, bukan cuma aku," jelas Adam.
"Jadi kamu terpukau lagi sama dia?"
Adam mengusap wajah berkali-kali karena salah bicara. Mama, Alena, Cintia dan para wanita memang sama. Jika laki-laki salah bicara sedikit saja, bisa fatal akibatnya.
"Terpukau sama kemampuan bekerjanya. Kinerjanya. Bukan orangnya," jawab Adam sedikit tegas.
"Lama-lama kan bisa sama orangnya juga."
"Astagfirullah."
Adam berdiri dan meninggalkan ruang keluarga begitu saja. Dia baru pulang kerja dan dicecar dengan pertanyaan seperti ini. Belum tadi pagi Cintia bersikap sama.
"Mama jangan begitu." Nasihat papa. Dia tahu bahwa Alena pernah menoreh luka dan mencoreng aib kepada keluarga mereka. Namun itu sudah lama berlalu.
"Pokoknya mama gak sudi kalau dia sampai ketemu lagi sama Adam. Mana anakmu itu lemah. Dulu saja waktu dicerai pasrah."
"Bukannya mama sayang banget sama Alena?"
Papa menatap wajah mama dengan lekat. Dia tahu kesakitan yang dirasakan istrinya begitu dalam. Mereka semua sudah saling memaafkan, tapi luka yang ditoreh oleh Alena sulit untuk disembuhkan.
"Itu dulu sebelum harga diri anakku di injak-injak. Papa lihat sendiri kanAdam sampai stres begitu. Makanya mama suruh pindah ke luar negeri. Eh, sekalinya balik ke sini malah ketemu lagi," sungutnya.
Dada wanita itu naik turun menahan amarah, lalu masuk ke kamar setelah menumpahkan semua uneg-uneg. Saat di acara pertunangan dia berusaha mati-matian menahan emosi agar tak membuat malu keluarga Cintia.
Dalam hatinya bertekad, jika sampai Alena berani berniat jahat dengan mengganggu Adam lagi, dia sendiri yang akan turun tangan.
'Weekend ini pulang ke rumah ya, Nak.'Begitulah pesan yang Alena terima dari mama. Sejak penghasilannya menurun karena papa memangkas subsidi, mau tak mau dia harus sering pulang untuk mengambil hati.Sekalipun papa sering menyindir, Alena harus menebalkan telinga. Sepertinya dia memang harus mencari tambang emas baru selain papa tentunya. Yoga, adalah pilihan yang tepat.'Iya, Alen pulang.'Hanya itu yang dia ketikkan sebagai balasan, lalu kembali fokus menghadap layar dan mengerjakan laporan.Setelah acara pertunangan malam itu, Adam sudah jarang mengganggu lagi. Mungkin dia sudah diberikan mukjizat supaya tidak menggombal dengan wanita lain. Lagi pula di kantor mereka juga tidak berhubungan langsung."Len, udah dengar kabar?" kata temannya.Alena menggeleng karena kapok ketahuan sedang bergosip di saat jam kerja. Dia sebenarnya pasrah seandainya memang tidak lulus masa percobaan. Namun setidaknya, selama dua
Adam memencet bel pintu rumah itu dan langsung disambut Cintia dengan malas."Tuan puteri udah siap?""Sekarang?""Iyalah. Masa' besok." Adam tergelak melihat wajah tunangannya yang cemberut.Setelah hari itu, dia bahkan menolak bertemu dengan Cintia sama sekali. Bukan menghindar, tapi karena kesibukan di kantor yang cukup padat. Perusahaan akan mengadakan gathering tahunan karyawan dan divisinya yang akan menyusun anggaran, juga pelaksanaannya."Aku ganti baju dulu. Kamu tunggu bentar." Cintia masuk ke dalam dan bersiap-siap.Adam berusaha menepati janji untuk mengajak wanita itu jalan-jalan sekalipun masih ada beberapa laporan yang belum selesai. Sepertinya dia akan lembur di hari senin nanti."Loh, ada kamu?" Papa Cintia keluar dan menemui calon menantunya. Laki-laki paruh baya itu dengan santainya duduk di sebelah Adam."Mau ajak Cintia jalan, Pa," jawab Adam."Ya refreshing. Jangan kerja t
Selamat datang peserta gatheringPT. Langit Jaya10-14 Februari 2021Begitulah kata-kata yang tertulis di banner The Ritz, sebuah hotel berbintang di kota itu. Seluruh staf dan karyawan pagi-pagi diberangkatkan karena acara akan diadakan full di tempat itu.Ada bagian dari hotel yang bisa digunakan untuk kegiatan outbond selain pool tentunya. Semua peserta begitu semangat saat keberangkatan, kecuali ... Alena. Pendekatannya dengan Aldo gagal karena ulah Adam. Sehingga setelah hari itu, dia bahkan merasa malas setiap kali bertemu dengan laki-laki itu.Aldo mungkin saja bisa menerima statusnya jika dijelaskan secara baik-baik, tapi bukan dengan cara seperti itu.Malam itu, mereka makan dalam diam hingga di dalam perjalanan pulang. Aldo juga bertanya secara detail siapa Yoga dan Adam. Alena berusaha menyampaikan dengan perlahan agar laki-laki itu tak salah paham.Awalnya Aldo terlihat bisa menerima. Namun, k
Suara riuh para peserta menggema di sekitaran pool. Hari ini, sebagian akses hotel ditutup untuk tamu yang lain karena perusahaan akan menjamu semua karyawan.Acara pembukaan sudah dimulai kemarin dengan training yang berjalan seharian penuh. Hari kedua ini akan dilanjutkan dengan kegiatan di kolam renang. Tempat itu penuh sesak, karena panitia menyusun beberapa perlombaan yang melibatkan semua karyawan.Di sinilah Adam berperan utama bersama timnya untuk mengatur apa saja jenis perlombaan dan juga hadiahnya. Dari pihak hotel membantu menyediakan fasilitas alat pendukung."Seru ya acaranya." Alena ikut berteriak dan bersorak saat ada yang peserta terjatuh ke kolam renang."Iya, seru banget. Tahun lalu kan outbond-nya di jembatan gantung," jawab temannya.Mereka ikut hanyut dengan suasana. Mata Alena fokus pada lomba yang sedang berlangsung. Memang kali ini, semua kegiatan selama tiga hari akan berpusat di hotel saja. Nanti di hari sabt
Hari ketiga gathering sama seperti sebelumnya. Ada satu tempat outdoor di hotel ini yang cukup luas untuk outbond, tapi terbatas dan tidak bisa menampung semua. Sehingga kegiatan yang diadakan mirip seperti acara peringatan tujuh belasan, misalnya lomba makan kerupuk, tarik tambang, dan lomba balap karung.Tim hotel yang cukup kreatif, ditambah tim dari pihak perusahaan, membuat acara ini menjadi seru, menegangkan dan penuh dengan teriakan kegembiraan. Tidak semua peserta gathering ikut perlombaan, kebanyakan dari mereka hanya menonton sambil menikmati snack yang disajikan di sebuah booth di pinggir lokasi.Tiga hari ini memang diisi dengan kegiatan refreshing bagi karyawan setelah setahun mereka bekerja keras untuk perusahaan."Pak Adam! Pak Adam!"Teriakan itu membuat Adam terpaksa ikut ambil bagian karena beberapa orang menunjuknya menjadi peserta lomba, setelah aksi heroiknya menolong Alena kemarin di kolam renang. Jadi dia memilih salah
Adam terbangun saat merasakan lututnya begitu nyeri. Saat dilihat, bagian itu memang bengkak dan membiru. Dia mencoba bangun dan berjalan tapi rasa nyeri semakin menghebat, ingin menelepon beberapa staf tapi ini masih jam empat pagi.Adam mencoba berjalan dan memasak air di teko listrik yang terletak di nakas, lalu mengambil handuk kecil di kamar mandi. Dengan pelan dia mengompres memar itu agar nyerinya berkurang.Tangan besarnya mencari-cari sesuatu di laci, berharap ada minyak gosok atau apa pun yang bisa mengobati. Nihil, dia lupa kalau ini di hotel, bukan rumah sendiri. Hingga beberapa saat Adam terbangun karena bunyi alarm di ponsel. Ternyata dia ketiduran setelah hampir setengah jam mengompres lututnya.Adam berjalan ke kamar mandi, mencuci muka dan menggosok gigi. Nyerinya sudah berkurang, tapi sepertinya dia tidak bisa ikut touring hari ini. Tunangannya pasti kecewa karena sudah mengorbankan banyak hal. Sekalipun anak direktur utam
Hari ini adalah hari terakhir acara gathering. Sebagimana yang biasanya terjadi di tahun-tahun sebelumnya, acara akan ditutup dengan makan malam, dan pemberian reward bagi karyawan yang berprestasi.Adam memakai jas terbaik dan menyisir rambutnya supaya terlihat lebih rapi. Dia juga mencukur cambang dan memakai parfum mahal. Laki-laki itu memang tampan sekarang, berbeda dengan beberapa tahun yang lalu. Saat dimana dia terpuruk dan terjerumus ke dalam dunia malam setelah perceraian.Alena tidak tahu bahwa Adam membawa luka hati yang begitu dalam sehingga fustrasi dan harus tinggal di luar negeri. Jika tidak, maka dia akan mengemis untuk meminta rujuk, sementara orang tuanya tidak setuju."Mas udah siap?" Suara merdu sang kekasih terdengar di balik telepon.Cintia memakai gaun kesukaannya malam ini. Gaun yang membuat namanya tiba-tiba naik daun sebagai seorang model setelah pemotretan karena hasil yang memuaskan."Udah, Sayang. Aku ke ba
Hari ini, tepat tiga bulan Alena bekerja di kantor itu. Dia sudah memantapkan hati untuk mengundurkan diri sejak hari terakhir gathering. Wanita itu sengaja izin pulang lebih awal dengan alasan kesehatan yang semakin memburuk. Padahal, dia tak mau bertemu Adam dan keluarga Cintia di acara gala dinner. Evaluasi kinerjanya selama tiga bulan ini sedang dikerjakan oleh HRD. Namun, tanpa hasil itu sekalipun, dia tetap akan resign.Setelah makan siang, dia meminta izin kepada atasannya untuk menemui manager personalia dan menyampaikan langsung apa yang menjadi keinginannya."Pak Adam ada?" tanya Alena kepada sekretaris laki-laki itu."Ada tamu, Bu.""Oh, yaudah kalau gitu.""Tunggu dulu, Bu. Sebentar saya tanyakan." Sekretaris itu men-dial beberapa angka dan berbicara sesuatu dengan atasannya."Sepertinya tamu penting. Mungkin Ibu bisa kembali lagi nanti," katanya setelah menutup panggilan."Oke." Alena menatap