Share

Sedingin Es

“Kakak pamit dulu ya, kamu semangat belajarnya, oke?” Selly mengelus lembut kepala Felicia, ia bahkan turun dan mengantar gadis kecil itu sampai di depan kelasnya.

“Siap, Kak! Terima kasih banyak sudah mau antar Felis!” gadis itu mengacungkan jempolnya.

Selly hanya mengangguk pelan sambil tersenyum, ia hendak membalikkan badan dan melangkah pergi dari depan kelas gadis itu ketika kemudian sosok dengan seragam batik itu muncul dan tersenyum ke arahnya.

“Lho, Felicia diantar siapa ini? Mama ya?”

Selly sontak melonggo, mama? Jadi wanita – yang pasti – adalah guru dari Felicia itu mengira bahwa dia adalah mama dari Felicia? Gila! Memang sih dia tahu betul bahwa konsulennya itu adalah duda, namun masalah siapa isterinya, kenapa mereka berpisah, itu Selly sama sekali tidak tahu.

“Bu-bukan, Bu! Saya bukan mamanya Felicia,” ujar Selly sambil nyengir lebar. Punya suami kayak dokter Anggara? Bisa gila dia nanti!

“Oh saya kira mamanya Felicia, lalu ini siapa? Tantenya?” tanya sosok itu yang begitu kepo.

“Saya kebetulan mahasiswi dari dokter Anggara, tadi mobil saya bannya kempes, kebetulan ketemu beliau dan saya diminta antar Felicia sementara beliau mengurus mobil saya, Bu.” Jelas Selly jujur sejujur-jujurnya.

“Oh begitu, kalau begitu maafkan saya ya, Mbak,” guman sosok itu sambil tersenyum.

“Tidak apa-apa kok, Bu. Saya permisi dulu.”

Tampak Felicia kemudian melambaikan tangannya, membuat Selly tersenyum dan balas melambaikan tangan, kenapa gadis kecil itu begitu manis dan menggemaskan sih? Selly melangkah kembali ke mobil milik konsulennya itu. Ia masih harus pergi kerumah sakit dan tentu saja menemani sosok itu visiting pasien bukan? Ahh ... apes!

Selly sudah masuk ke dalam Pajero putih milik dokter Anggara itu, bawa mobil sebesar ini rasanya ia sedikit gugup. Pasalnya selama ini ia selalu bawa mobil yang ukurannya mini, paling besar si bawa Avanza, lah ini? Selly menghela nafas panjang, ia segera membawa mobil itu ke rumah sakit. Jangan sampai terlambat, bisa-bisa nanti ia di semprot sosok killer satu itu.

Tiba-tiba sebuah pikiran usil menyelinap di pikiran Selly, sebenarnya apa yang kemudian membuat sosok itu menduda? Padahal kalau dilihat-lihat sih tampang dokter Anggara nggak jelek-jelek amat, terlampau ganteng malah untuk ukuran dokter. Tubuhnya tinggi tegap dengan otot lengan kekar yang selalu gagal ia sembunyikan di balik snelli-nya. Kulitnya putih bersih dengan bibir merona, Selly berani bertaruh bawa sosok itu pasti tidak merokok.

Jadi tidak mungkin, kan, kalau kemudian isterinya meninggalkan sosok itu dan menceraikannya? Sudah ganteng, dokter pula! Siapa yang nggak meleleh sih? Lantas, kenapa kemudian ia sampai sekarang masih betah menduda? Atau sebenarnya ia sudah punya calon tapi Selly saja yang tidak tahu? Kenapa tadi tidak bertanya pada Felicia?

Sontak Selly menepuk jidatnya dengan gemas, kenapa pikirannya sampai kesana sih? Apa untungnya juga mengurusi laki-laki itu? Tampaknya jiwa kepo Selly sudah sampai keluar batas. Selly bergegas membelokkan mobilnya masuk ke halaman rumah sakit, ia bergegas menuju lahan parkir yang diperuntukkan untuk para dokter yang bekerjan di rumah sakit umum daerah ini.

“Sampai juga akhirnya,” guman Selly lega karena semua tugas dari konsulennya itu sudah berhasil ia laksanakan, termasuk membawa mobil ini sampai rumah sakit tanpa lecet sedikitpun.

Selly bergegas turun dari mobil, tepat di saat yang sama Honda Jazz putih yang ia tahu betul itu adalah mobilnya, sudah muncul dan berhenti tepat di samping ia memarkirkan mobil konsulennya itu.

‘Mampus! Harus ngomong apa nih sama beliau? Rasanya kok canggung mulu tiap ketemu dokter satu itu?’ guman Selly dalam hati yang bergegas mendekat ke arah pintu yang terbuka itu.

“Dokter, terima kasih banyak. Felicia sudah sampai di sekolah dengan selamat, tadi sudah saya antar sampai depan kelas juga dan ini kunci mobil Dokter,” guman Selly lirih sambil menyodorkan kunci mobil itu pada sang pemilik yang sudah berdiri di depannya.

“Kamu antar sampai depan kelas?” tanya sosok itu meraih kuncl mobilnya.

“I-iya Dok, memang kenapa?” Selly melirik kunci mobilnya yang belum juga di sodorkan kepadanya itu.

“Saya biasanya tidak pernah antar sampai depan kelas, cuma di gerbang,” guman sosok itu santai lalu menyodorkan kunci mobil milik Selly, benda yang sejak tadi sudah Selly tunggu untuk ia genggam kembali.

“Oh, begitu. Sekali lagi saya mengucapkan banyak terima kasih atas bantuannya, Dokter.”

Sosok itu tersenyum, bukan! Bukan tersenyum, melainkan hanya menarik sedikit ujung bibirnya, sama sekali tidak bisa dikatakan tersenyum. Dasar muka datar! Apa syaraf wajahnya sudah tidak bisa bersinkronisasi untuk berekspresi? Selly benar-benar kesal, mentang-mentang ganteng gitu?

“Sama-sama! Lima menit lagi saya visiting! Kalau sampai telat, saya nggak akan segan-segan kasih kamu nilai D.”

Selly melotot, sosok itu sudah dengan begitu santai melangkah ke mobilnya, membuka pintu mobil lalu meraih snelli dan tas miliknya. Tanpa berkata-kata lagi ia bergegas menutup pintu mobil dan melangkah meninggalkan parkiran tanpa berkata-kata lagi.

Selly mengumpat dalam hati, ia pun kemudian bergegas melakukan hal yang  sama. Membuka pintu mobil meraih snelli dan tas miliknya. Kenapa sih harus ada makhluk seperti itu di dunia? Sedingin es, sekaku kanji dan jangan lupa, sorot matanya setajam silet!

Dengan bersunggut-sunggut ia melangkah meninggalkan parkiran, ia harus bergegas bersiap untuk ikut visiting sosok itu, sebelum ia benar-benar mendapat nilai D.

***

Anggara tersenyum simpul melihat betapa keras dan jelek wajah koas-nya itu. Ia pasti kesal dan memaki dirinya dalam hati bukan atas semua sikap yang Anggara tunjukkan kepadanya ini? Mau apalagi, Anggara tidak ingin diangap tukang tebar pesona. Ia harus jaga baik-baik wibawanya, di depan koas sekali pun.

Selly.

Gadis itu masih berusia dua puluh satu tahun. Salah satu mahasiswi kepaniteraan klinik yang sedang menjalani stase di bagiannya, bagian bedah. Kulitnya putih seputih susu, rambutnya agak cokelat gelap dengan mata sipit dan bulu mata lentik. Tubuhnya proposional, tidak terlalu pendek dan tidak terlalu tinggi, khas Asia Tenggara lah pokoknya, sesuai juga dengan kriteria Anggara.

Eh ....

Apa tadi ia bilang? Sesuai kriteria Anggara? Astaga! Kenapa ia sampai berpikiran seperti itu sih? Ada apa dengan dirinya? Bukankah ia sudah berjanji akan menjaga hatinya tetap utuh untuk mendiang Diana? Kenapa sekarang ia malah tergoda dengan Selly? Apa maksudnya ini?

Diana ....

Gadis cantik adik tingkatnya di fakultas kedokteran itu terpaksa merengang nyawa ketika ia melahirkan Felicia. Pendaharan post partum hebat. Sebuah kenyataan pahit yang harus Anggara terima bertepatan dengan kebahagiaan nya menimang anak hasil pernikahannya dengan Diana.

Sejak saat itu lah ia berjanji bahwa di hatinya hanya ada Diana, namun kenapa hanya karena Selly ia kemudian mengingkari janjinya pada wanita yang sudah bertaruh nyawa untuk memberinya keturunan itu? Kenapa?

“Astaga, Diana ... maafkan aku!”

Komen (5)
goodnovel comment avatar
fenrizal
bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Nabila Salsabilla Najwa
bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
kyxkyxoyxouxouxoyxyox
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status