Share

Chapter 4 Nothing's fine 1

Hendra nampak berjalan mondar-mandir di kamar menunggu kedatangan istrinya. Matahari telah berwarna jingga keemasan, namun yang dinantinya tak kunjung pulang.

Lelaki paruh baya itu melirik jam dinding berwarna merah muda yang tampak anggun menempel di tembok.

"Dia pergi kemana?." Gumam Hendra cemas. Tak biasanya Della pulang telat. Sekarang bahkan  sudah dua jam lebih dari waktu jam pulang kantor.

Hendra melangkah gusar menuju nakas disamping tempat tidurnya. Ia meraih ponselnya yang tergeletak diatasnya. 

"Semoga saja sudah ada kabar." Ucap Hendra penuh harap. Ia menggeser layar ponselnya ke atas membuka kunci.

Hendra menghela nafas kecewa saat melihat tak ada pesan chat atau panggilan suara apapun dari Della. Ia duduk lemas di tepi ranjang, berharap cemas kedatangan Della. Hendra meletakan kembali ponselnya ke tempat semula. 

Pyarrr

"Astaga." 

Hendra terlonjak kaget saat sebuah figura foto yang tadi berada di atas meja menghantam lantai karena tersenggol lengannya. Ia hati-hati memungut selembar foto dari pecahan beling kaca yang berserekan. Tangan tuanya mengelus lembut potret foto seorang wanita yang seumuran dengannya yang tengah berpose di depan menara eiffel.

"Bu, yang tenang ya disana. Ayah, selalu mendoakan ibu dari sini." Bisik Hendra sembari mencium foto di tangannya. Air matanya perlahan mengalir menuruni kulit pipinya yang mulai keriput.

Secercah kerinduan membuncah di hatinya. Biasanya disaat sore menjelang magrib seperti ini, mereka berdua pasti sedang duduk-duduk di balkon. Menikmati matahari tenggelam ditemani secangkir teh hangat dan saling melempar gurauan mesra. Dipeluk eratnya foto dengan sejuta kenangan indah di dada bidangnya.

"Ayah kangen Bu." Lirih Hendra meratap sendu dikesunyian kamarnya. Ia tak sadar jika ada seseorang yang sedang cemburu mengamati tingkahnya dari luar.

"Ahem ... " bunyi suara deheman, membuat Hendra meletakkan kembali foto yang tadi dia peluk. 

Hendra mencari sumber suara itu, dilihatnya gadis manis yang sudah dirawatnya hingga berumur 25 tahun.

"Audy." 

Audy mendekati Hendra, memeluknya dengan manja. "Ayah, merindukannya?"

"Iya, ayah merindukannya." 

"Kita doakan, semoga dia juga ikut bahagia saat melihat kita bahagia, Yah." 

Mereka berdua saling memejamkan mata mereka, Mendokan wanita yang sangat berarti dalam hidup mereka.

Setelah selesai Audy kembali membuka suara. "Ayah, mencintai Bunda Della?"

"Kamu tahukan jika ayah lebih mencintainya dibandingkan dengan kamu," jawab Hendra.

"Ayah ...  Itu aku tahu, bahkan Ayah membela dia mati-matian saat aku sedang berebut barang dengannya." 

"Lalu, Ayah harus menjawab pertanyaan yang mana?" 

Audy mengerucutkan bibirnya dan melepaskan pelukannya. Membuat Hendra jengah dengan kelakuan anak semata wayangnya itu. "Ayah tidak tahu, sebagian hati Ayah masih dibawa Ibumu. Tapi, sebagai lagi sudah dengannya, apa Ayah egois?" 

"Ayah, Audy berharap Ayah akan selalu bahagia dan apa pun yang sekarang Ayah lakukan Audy akan mendukungnya, termasuk Audy mempunyai adik." 

"Kamu gadis kecil, apa yang kamu tahu tentang itu." Ucap Hendra sambil menarik hidung mungil milik Audy. 

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Della baru tiba di rumah keluarga Gunawan, setelah perdebatan panjang bersama dengan Gerald. Kini hatinya sudah mantap dengan Hendra, dia yakin apa yang sudah dipilihnya sekarang. 

Kaki mungil itu melangkah masuk kedalam rumah, tanpa sengaja netranya menatap suami yang sudah satu tahun ini bersamanya sedang memeluk erat foto yang membuatnya terbakar api cemburu. 

"Aku tidak pernah keberatan jika kamu masih menyimpan foto itu, bahkan memajangnya disetiap sudut rumah ini. Aku sadar juga, aku hanyalah orang yang dijual orang tuaku. Tapi, tidak bisakah kamu mengerti tentang perasaanku?" batin Della lirih melihat suaminya masih mengenang sang istri.

Saat dia ingin menghampiri Hendra, dari kejauhan dia melihat Audy yang juga ingin menghampiri Hendra. Akhirnya Della memiliki untuk bersembunyi di balik dinding.

Ayah dan anak itu terlibat percakapan. Della yang melihat pemandangan itu merasa iri, selama ini dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang ayah seperti Audy. Justru ayahnya malah menjual dia sebagai penebus hutang. 

Air mata Della menetes begitu saja, dia akui bersama Hendra dia bisa mendapatkan kasih sayang seperti seorang anak tapi, tidak dengan sebagai istrinya. 

Dari luar rumah tangga yang dia jalani seperti bunga yang sedang bersemi tetapi, jika dari dalam rumah tangganya seperti bunga yang tidak pernah mendapatkan perawatan hingga membuat dia layu dan berguguran.

Dari balik dinding Della terus menahan sesak dalam hatinya, dia mengingat kembali ucapan Gerald yang menyatakan bila dirinya tidak bahagia dan tidak mencintai Hendra. "Apa benar apa yang aku rasakan ini bukan cinta pada Hendra?" 

Dengan mengusap air matanya Della melangkahkan kakinya menuju ruangan dimana anak dan ayah itu sedang berbicara. 

"Bunda," teriak Audy. Seperti anak kecil yang baru bertemu ibunya setelah ditinggal pergi.

"Audy, kamu kayak anak kecil saja seperti itu!" 

"Iya, soalnya ada ayah, coba kalau gak ada, aku sudah berteriak memanggil namanya Della...," ucap Audy sambil menjulurkan lidahnya. Lalu berlari menuju kamarnya.

Hendra menggelengkan kepalanya melihat tingkah anaknya yang masih kayak bocah, sedangkan Della kini mendekati suaminya dan mencium telapak tangannya.

"Maaf Yah, aku pulang kesorean." 

"Memangnya kamu dari mana? kenapa pergi gak bawa supir." Hendra mulai marah.

Della hanya diam mendengarkan ucapan Hendra. "Maaf, aku hanya mencemaskanmu karena kamu gak ngasih kabar," ucap Hendra sambil membelai rambut panjang milik Della. Lalu mendapat anggukan dari Della.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

 

Sementara di dalam kamar, Audy tersenyum sambil melihat handphone miliknya dan mengucek matanya menyadarkan dirinya apa sedang bermimpi atau tidak, karena baru kali ini Gerald mengirimkan pesan terlebih dahulu. 

Biasanya dia yang selalu mengirim pesan dengan hal hal yang mungkin dianggap tidak penting karena Gerald tidak pernah membalasnya. Terkadang jika ditelepon Gerald, hanya mengobrol tidak lebih dari 1 menit atau bahkan tidak diangkat.

-Gerald love-

Bersiaplah besok pagi aku akan menjemputmu.

"Oh tuhan, apa ini mimpi dia mau menjemputku?" Audy berguling kesana kemari hingga lupa membalas pesan dari Gerald lalu tertidur.

Pagi menjelang Gerald sudah berada di depan pintu rumah Audy, sebenarnya dia ingin melihat Della karena semenjak pertemuan kemarin, dia tidak bisa melupakan perkataan Della yang menginginkan untuk melupakannya. 

Ketika dia ingin masuk kerumah kebetulan yang membuka pintu Della, seperti mood booster untuk Gerald matanya berbinar binar, hampir lima menit mereka saling menatap hingga suara cempreng Audy membuyarkan tatapan itu. 

"Hai ... Ger, kamu sudah sampai?"

"Iya." 

"Bun, boleh ya Gerald ikut sarapan bersama kita, dia itu jarang sarapan di rumah Bun, kadang dia sampai kena magh karena ngurus tesisnya dan perusahaan milik orang tuanya," jelas Audy.

Della mengangguk kepalanya lalu mempersilahkan Gerald untuk masuk dan ikut sarapan bersama.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status