Butiran-butiran air hujan turun saat hari mulai petang menuju gelap. Sama seperti tadi pagi, Gerald sekarang juga akan menjemput Audy pulang.
Audy berdiri di depan halte kampus menunggu Gerald. Tubuh semampainya kini mulai menggigil karena tidak membawa jaket. Sialnya, Ia bahkan hanya menggunakan mini dress yang kini sudah agak basah karena terkena tampias air hujan.
Audy melihat kejalanan yang kini mulai agak sepi. Hujan lebat disertai kilat yang menyambar membuat orang malas untuk keluar. Netranya kembali menatap layar ponselnya, namun nihil. Masih belum ada jawaban atau panggilan balik dari Gerald.
"Astaga, nyangkut dimana kamu Ger?" ucap Audy lirih sambil mengusap kedua sisi lengannya mengusir hawa dingin yang kini mulai menembus tulang.
Lima menit berlalu, akhirnya mobil yang biasa dikendarai Gerald tiba-tiba sudah terlihat di ujung jalan. Audy mengusap wajahnya yang basah kuyup, memastikan jika bola matanya tak salah lihat.
"Syukurlah," Ucap audy tersenyum lebar. Ia meremas kain dress yang menutupi pahanya. Jantungnya mendadak berdegup kencang saat melihat Gerald yang terlihat maskulin menyerahkan payung ke arahnya.
"Maaf, aku terlambat" ucap Gerald basa basi yang kini berdiri tegak dihadapan Audy.
Audy menggeleng tipis. Sulit dipercaya rasanya jika Lelaki tampan di depannya adalah Gerald. Manusia sedingin es itu kini telah menjelma menjadi manusia yang super hangat.
"Emm Ger, boleh pinjam jaketmu tidak?" Tutur Audy malu-malu. Ia mengangkat sedikit wajahnya untuk mengintip ekspredi Gerald.
"Nggak."
Audy menghela nafas kecewa Dia pikir Gerald bisa berubah ternyata masih sama aja. "Dasar manusia es tapi, kenapa hatiku bisa terpaku begitu dalam padanya?" batin Audy.
"Dingin ger."
"Yaudah buruan masuk." Ajak Gerald tak ingin berlama-lama. Lalu keduanya perlahan memasuki mobil.
"Nanti kalau aku sakit gimana?"
"Periksa ke dokter."
"Iss Gerald. Kapan sih lembutnya."
Gerald masih fokus mengamati jalanan di depannya. Hujan lebat membuatnya susah untuk melihat jalanan yang ditemani kelap kelip lampu ibu kota.
"Mulai sekarang aku yang anter jemput kamu." Titah Gerald tegas.
Mata Audy membulat sempurna mendengar permintaan Gerald. Perubahan yang begitu mendadak ini membuat Audy terperangah. Meski diucapkan dengan nada yang tidak bersahabat, tetapi Audy bisa merasakan perhatian Gerald padanya.
"Ini tembok mana si yang abis nyium jidat Gerald? Kenapa sekarang dia jadi aneh gini?" batin Audy terperangah tak percaya.
Melihat Audy yang diam saja tidak ada respon dengan apa yang dilakukan, Gerald menarik satu alisnya. "Kenapa? Kok diem? Nggak boleh ?"
Mendengar pertanyaan itu tubuh Audy yang terasa dingin berubah menghangat, dengan nada gagap dia menjawab. "Eh.. Bo..bo..leh banget dong."
Gerald tersenyum puas. Satu rencana berjalan sesuai skenario. 30 menit berjalan, mobil yang di tumpangi keduanya kini memasuki pintu gerbang kediaman keluarga Gunawan.
"Mampir dulu yuk!" ucap Audy penuh harap.
"Emm gimana yah?" balas Gerald pura-pura berpikir.
"Ayolah."
"Nanti kamu bosen kalau aku sering mampir."
"Gaklah, justru aku senang kamu selalu kesini."
Gerald tersenyum sambil melepaskan seatbelt yang dikenakan Audy dengan hati-hati.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Mbok Ani membuka pintu rumah saat tau Nona mudanya telah pulang. Ada rasa cemas saat melihat Audy yang setengah basah."Ini pacar non Audy tega banget, kenpa gak ngasih jaketnya ke Non?" batin mbok Ani, sambil melirik 2 mahkluk di hadapannya.
"Aduh non kok basah begini?" tanya mbok Ani.
"Yaelah mbok kan lagi hujan."
"Nunggu reda atuh."
"Keburu subuh mbok." Ucap Audy seraya melangkah masuk di ikuti Gerald.
"Simbok siapain air hangat dulu." pamit mbok Ani.
"Makasi mbok."
Setelah bercakap dengan mbok Ani kini Audy beralih ke Gerald. "Aku tinggal mandi dulu ga papa?"
"Iya." Jawab Gerald sambil membelai rambut Audy yang terlihat lepek.
Audy tersipuh lalu berkata, "Siap komandan." Untuk menghilangkan rasa malunya.
Gerald memandang punggung audy hingga menghilang dari pandangan. Tak selang berapa lama Mbok ani datang membawa nampan berisi dua gelas lemon tea.
"Terimakasih."
"Sama-sama Den. Silahkan diminum." ucap Mbok Ani ramah.
"Iya."
"Simbok langsung ke belakang yah."
"Sebentar mbok." Cegah Gerald tiba-tiba.
Mbok Ani refleks memutar tubuhnya.
"Kenapa den?."
"kok sepi? Om Hendra sama Tante Della kemana?
"Ooo Tuan Hendra belum pulang Den, mungkin karena hujan yang lebat.
"Kalau Tante Della?"
"Nyonya muda, sama masih belum pulang masih kerja."
"Kerja?". Gerald semakin dibuat penasaran dengan jawaban mbok Ani yang menurutnya sepotong-sepotong.
"Iyah. Nyonya kan wanita karir." Seakan tahu dengan apa yang akan ditanyakan Gerald mbok Ani langsung memberi tahu dimana nyonya mudanya berkerja, "Di perusahaan X Den, nyonya bekerja."
Gerald mengerutkan alisnya. Nama perusahaan itu tak asing ditelinga nya.
"Den, ada yang mau ditanyakan lagi?."
"Tidak, terimakasih."
Mbok Ani menggerutu dengan sikap kaku pacar majikannya itu sambil melenggang pergi. Gerald menganggukan kepalanya berkali kali. Tuhan memang selalu mempunyai cara untuk mendekatkan seorang yang memang berjodoh.
Gerald mengangguk mantap. Ia memutuskan akan segera menyelesaikan tesisnya agar bisa segera memimpin perusahan anak cabangnya Perusahaan X.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Hari demi hari, Minggu demi Minggu dan bulan kini berganti, hubungan Audy dan Gerald kini sudah 8 bulan. Seperti biasa rutinitas pagi Gerald yang menjemput Audy untuk ke kampus dan ikut sarapan pagi."Ger, nanti tolong anterin aku ya ke toko buku, aku mau nyari referensi untuk tesisku, dari kemarin dosen bimbinganku selalu mempermasalahkan daftar pustaka," pinta Audy dengan mulut yang masih penuh dengan makanan, membuat ayahnya menggeleng gelengkan kepalanya.
"Habiskan dulu makananmu baru bicara," perinta Hendra.
Audy tersenyum tanpa dosa, dia terus memakan nasi goreng menu pagi ini hingga suapan terakhir, lalu mengambil air putih menenggaknya sampai habis.
"Jadi, Ger... Apa kamu bisa mengantarkanku?"
"Maafkan aku Audy, aku tidak bisa. Aku harus membantu deddyku untuk bertemu dengan klien," tolak Gerald.
"Yeah..." Desis Audy memanyunkan bibirnya.
"Anak ayahkan sudah dewasa, pergi sendiri saja, biarkan Nak Gerald membantu Deddy-nya."
Audy sebenarnya bisa sendiri pergi ke toko buku tapi, dia tidak ingin sendirian karena pasti akan terasa sangat membosankan. Memang beberapa Minggu ini Gerald sangat sibuk untuk membantu Deddy-nya mengurus bisnis dan tesisnya. Dua kegiatan itu sangat menyita waktu Gerald.
"Aku bisa menemanimu," Della mencoba menghilangkan rasa kesal di hati Audy, anak tirinya itu memang bersikap manjanya yang berlebihan, "kamu sudah dewasa Audy jadi berhentilah bersikap kekanakan dan manja seperti itu." Della berujar tegas membuat Audy semakin kesal. Sejak beberapa hari ini Della bersikap aneh padanya tidak seperti dulu, yang selalu sependapat dan mengerti dirinya.
Dalam diam Gerald mengamati cara berbicara Della pada Audy, menyuruh kekasihnya untuk berubah. Inilah sikap Della yang disukai Gerald dari dulu yang tegas dan mandiri.
Audy menatap nanar air hujan yang lebat itu mengguyur jalanan melalui balik jendela kamar. Seharusnya sekarang dia sedang berkencan menikmati malam minggu bersama Gerald, seperti pasangan pada umumnya. Namun, dia hanya bisa berdiam diri bak patung hidup.Tok...Tok...Tok...Ketukan beruntun yang menggema dari luar kamar, menyadarkan Audy dari lamunannya."Siapa?" tanya Audy tanpa mengalihkan padangan pada benda transparan di depannya."Simbok, Non.""Masuk." Seru Audy dari dalam kamar.Mbok Ani perlahann memutar gagang pintu. Ia melangkah hati-hati mendekati Audy."Kenapa mbok?" Audy merasa heran melihat mbok ani yang kini menunjukan gigi putih yang tertata rapi, sambil tersimpuh malu."Eh... itu Non, ada yang lagi ngapel.""Siapa mbok?""Den Gerald, Non."
Tetesan bening yang luruh ke bumi semakin deras. Siluet kilat yang disusul guntur menambah kesyahduan hujan malam ini.Gerald tersenyum puas penuh kemenangan. Meskipun belum ada tanda-tanda Della akan kembali padanya, namun Gerald yakin mampu membuat Della bernostalgia lagi akan kenangan kebersamaan mereka dulu.Dengan demikian, sedikit demi sedikit Della akan merana dan memintanya untuk mengulang kembali masa-masa indah mereka."Kemarin mungkin kamu bisa menolak ku, tapi akan ku pastikan jika esok lusa kau akan menjadi milikku." Ucap Gerald penuh keyakinan.🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁Pukul 06.30 pagi. Mentari bersinar cerah beralas awan biru yang membentang di penjuru langit.Weekend merupakan hari yang sangat dinanti. Bukan hanya siswa siswi, pekerja kantor juga menantikan hari itu.Della menyiapkan sarapan pagi bersama Mbok Ani yang
Waktu terus bergerak maju dan tak akan pernah bisa berhenti. Waktu memiliki detik, menit, bahkan jam yang tak akan berkesudahan. Tak ada peran yang akan menggantikannya.Kini waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Sinar sang surya hampir meredup namun, Gerald belum juga menunjukkan batang hidungnya. Audy terus membuka dan menutup kunci handphonenya. Namun, tidak ada satu balasan atau pun panggilan dari Gerald. Tak selang beberapa lama Audy pun melakukan miss call kembali."Maaf nomor yang anda tuju sedang berada diluar jangkauan."Audy berdecak kesal, dandanan yang tadi begitu cantik dan fresh kini sudah berubah menjadi acak-acakan dan kusut, "kamu kemana Ger?" tanya Audy pada diri sendiri lalu dia membanting tubuhnya di atas kasur meluapkan rasa kesalnya."Audy!!" Panggilan dari luar kamar membuat Audy menggeliat malas. Suara Hendra yang melengking bercampur suara ketukan pintu yang beruntun serta tidak sabaran m
Matahari tenggelam sempurna di garis cakrawala. Siluet tipis bintang di langit perlahan muncul.Gerald melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, setelah melambaikan tangan sebagai ucapan perpisahan pada Della. Wajah tampannya berseri-seri, pertemuan tak sengaja dengan Della kini membuahkan hasil yang tak dia sangka-sangka."Della, perlahan tapi pasti aku akan mendapatkan kamu kembali." Bisik suara terdengar di telinga sebelah kiri Gerald, menemani perjalanan menuju pulang ke rumah."Apa kau senang sekarang Gerald? Ingat di atas kebahagiaan mu, akan ada seorang gadis yang terluka." Suara itu kembali terdengar di telinga Gerald sebelah kanan.Seketika dia baru teringat jika dia melupakan janji yang telah dia buat untuk Audy. "Oh ... astaga aku lupa dengannya." gumam Gerald.Masih dengan konsentrasi menyetir Gerald mencari-cari ponsel miliknya untuk menghubungi Audy. Nam
Gerald menarik nafas lega, saat selesai meeting dengan klien yang memberikan pundi-pundi emas untuk kemajuan perusahaan, yang telah dibangun deddynya hingga mencapai puncak kesuksesan.Perut yang sedari pagi belum terisi kini mulai berdemo, dia memilih untuk makan, makanan cepat saji di mall itu. HokBen menjadi pilihannya.Setelah selesai memesan dia mencari bangku kosong untuk menjadi tempat ia menyantap makanan. Saat dia tengah mencari-cari, matanya tak sengaja tertuju pada bangku pojok dekat jendela kaca dengan view pemandangan jalan Gandaria. Bola matanya berubah menjadi binar bahagia saat melihat sosok wanita yang telah memenuhi ruang hatinya."Della!" Sapa Gerald setelah mendekati meja pojok. Dia baru ingat jika perusahaan tempat bekerja Della ada di daerah Gandaria."Hay, Ger! Kamu disini?"
Gerald mengalihkan pandangan matanya, saat jalanan di depannya mendadak ramai oleh kerumunan orang.Della yang ikut menyaksikkan arah pandangan Gerald, bersiap hendak bangkit ingin memeriksa."Kamu, mau kemana?""Aku ingin melihatnya sebentar," ucap Della."Mungkin ada kecelakaan."Della tersenyum canggung, perasaannya menjadi tak tenang. Ia ingin menengok apa yang sebenarnya terjadi di depan sana, namun pegangan erat di pergelangan tangannya membuat Della segan."Sudahlah, jangan ikut campur urusan orang." cegah Gerald yang tak ingin Della pergi."Tapi ....""Jika tidak ingin menolong ya sudah, untuk apa jadi penonton? tidak bermanfaat sama sekali," ucap Gerald.Della mengangguk menurut. Memang benar yang dikatakan gerald, hanya sekedar ingin tahu tanpa peduli, untuk apa?. Kecelakan bukan sebuah hiburan, ini musibah tid
Hari telah menjelang sore, belum ada tanda-tanda Audy akan membuka mata. Della dan Hendra dengan sabar menunggui Audy. Setelah perdebatan yang dilakukan tadi akhirnya Hendra mengalah saat, mendengar penjelasan dari Della jika dia sama sekali tidak bertemu Audy, sedangkan Gerald yang kelelahan sehabis meeting tertidur pulas di atas sofa."Aku ke kantor sebentar, ada masalah di kantor, yang harus segera aku selesai," Ucap Hendra lirih takut membangunkan Gerald."Iya hati-hati. Biar aku yang menjaga Audy.""Terimakasih." Balas Hendra lantas berbalik arah menuju pintu.Della mengangguk singkat. Ia menghela nafas saat melihat wajah pucat Audy."Dasar ceroboh. Apa kau begini karena melihat kebersamaan kami?" Umpat Della dalam hatinya. "Seharusnya kamu, menemui kami dan bertanya baik-baik. Lihatlah akibat prasangka burukmu, kamu malah celaka." Della mulai mengomeli Audy yang masih memejamkan matanya.
Hampir menjelang dini hari Audy terbangun dari tidurnya. Pikirannya yang sedang kacau membuat tidurnya menjadi tak tenang.Audy mengamati sekelilingnya, ia menatap wajah tua ayahnya. Lagi, kenangan tak menyenangkan tadi sore berputar di memori otaknya."Meski kau telah melukaiku, tapi entah mengapa aku masih merindukmu ." Batin Audy mulai menitikan air mata."Aku mencintaimu sepenuh jiwaku, tapi kenapa kau membalasku hanya dengan separuh hatimu." Meskipun lisannya menggumamkan kata cinta tetapi, tak bisa dipungkiri jika hatinya kini sedang merintih terluka.Audy terisak perlahan, "Cinta memang bisa membuat bahagia, tapi ini hanya berlaku bagi mereka yang beruntung dan memiliki pasangan yang tepat." Gumam Audy tersenyum miris. Ia mencoba menenangkan gejolak batinnya tapi sulit. Lihatlah bagaimana dinginnya Gerald padanya. Kekasihnya itu bahkan tak menanyakan apa yang terjadi padanya hingga dia bisa celaka.