Share

Chapter 5 Nothing's fine 2

Butiran-butiran air hujan turun saat hari mulai petang menuju gelap. Sama seperti tadi pagi, Gerald sekarang juga akan menjemput Audy pulang.

Audy berdiri di depan halte kampus menunggu Gerald. Tubuh semampainya kini mulai menggigil karena tidak membawa jaket. Sialnya, Ia bahkan hanya menggunakan mini dress yang kini sudah agak basah karena terkena tampias air hujan.

Audy melihat kejalanan yang kini mulai agak sepi. Hujan lebat disertai kilat yang menyambar membuat orang malas untuk keluar. Netranya kembali menatap layar ponselnya, namun nihil. Masih belum ada jawaban atau panggilan balik dari Gerald.

"Astaga, nyangkut dimana kamu Ger?" ucap Audy lirih sambil mengusap kedua sisi lengannya mengusir hawa dingin yang kini mulai menembus tulang.

Lima menit berlalu, akhirnya mobil yang biasa dikendarai Gerald tiba-tiba sudah terlihat di ujung jalan. Audy mengusap wajahnya yang basah kuyup, memastikan jika bola matanya tak salah lihat.

"Syukurlah," Ucap audy tersenyum lebar. Ia meremas kain dress yang menutupi pahanya. Jantungnya mendadak berdegup kencang saat melihat Gerald yang terlihat maskulin menyerahkan payung ke arahnya.

"Maaf, aku terlambat" ucap Gerald basa basi yang kini berdiri tegak dihadapan Audy.

Audy menggeleng tipis. Sulit dipercaya rasanya jika Lelaki tampan di depannya adalah Gerald. Manusia sedingin es itu kini telah menjelma menjadi manusia yang super hangat.

"Emm Ger, boleh pinjam jaketmu tidak?" Tutur Audy malu-malu. Ia mengangkat sedikit wajahnya untuk mengintip ekspredi Gerald.

"Nggak."

Audy menghela nafas kecewa Dia pikir Gerald bisa berubah ternyata masih sama aja. "Dasar manusia es tapi, kenapa hatiku bisa terpaku begitu dalam padanya?" batin Audy.

"Dingin ger."

"Yaudah buruan masuk." Ajak Gerald tak ingin berlama-lama. Lalu keduanya perlahan memasuki mobil.

"Nanti kalau aku sakit gimana?"

"Periksa ke dokter."

"Iss Gerald. Kapan sih lembutnya."

Gerald masih fokus mengamati jalanan di depannya. Hujan lebat membuatnya susah untuk melihat jalanan yang ditemani kelap kelip lampu ibu kota.

"Mulai sekarang aku yang anter jemput kamu." Titah Gerald tegas.

Mata Audy membulat sempurna mendengar permintaan Gerald. Perubahan yang begitu mendadak ini membuat Audy terperangah. Meski diucapkan dengan nada yang tidak bersahabat, tetapi Audy bisa merasakan perhatian Gerald padanya.

"Ini tembok mana si yang abis nyium jidat Gerald?  Kenapa sekarang dia jadi aneh gini?" batin Audy terperangah tak percaya.

Melihat Audy yang diam saja tidak ada respon dengan apa yang dilakukan, Gerald menarik satu alisnya. "Kenapa? Kok diem?  Nggak boleh ?"

Mendengar pertanyaan itu tubuh Audy yang terasa dingin berubah menghangat, dengan nada gagap dia menjawab. "Eh.. Bo..bo..leh banget dong."

Gerald tersenyum puas. Satu rencana berjalan sesuai skenario. 30 menit berjalan, mobil yang di tumpangi keduanya kini memasuki pintu gerbang kediaman keluarga Gunawan.

"Mampir dulu yuk!" ucap Audy penuh harap.

"Emm gimana yah?" balas Gerald pura-pura berpikir.

"Ayolah."

"Nanti kamu bosen kalau aku sering mampir."

"Gaklah, justru aku senang kamu selalu kesini."

Gerald tersenyum sambil melepaskan seatbelt yang dikenakan Audy dengan hati-hati.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Mbok Ani membuka pintu rumah saat tau Nona mudanya telah pulang. Ada rasa cemas saat melihat Audy yang setengah basah.

"Ini pacar non Audy tega banget, kenpa gak ngasih jaketnya ke Non?" batin mbok Ani, sambil melirik 2 mahkluk di hadapannya. 

"Aduh non kok basah begini?" tanya mbok Ani.

"Yaelah mbok kan lagi hujan."

"Nunggu reda atuh."

"Keburu subuh mbok." Ucap Audy seraya melangkah masuk di ikuti Gerald.

"Simbok siapain air hangat dulu." pamit mbok Ani.

"Makasi mbok."

Setelah bercakap dengan mbok Ani kini Audy  beralih ke Gerald. "Aku tinggal mandi dulu ga papa?"

"Iya." Jawab Gerald sambil membelai rambut Audy yang terlihat lepek.

Audy tersipuh lalu berkata, "Siap komandan." Untuk menghilangkan rasa malunya.

Gerald memandang punggung audy hingga menghilang dari pandangan. Tak selang berapa lama Mbok ani datang membawa nampan berisi dua gelas lemon tea.

"Terimakasih."

"Sama-sama Den. Silahkan diminum." ucap Mbok Ani ramah.

"Iya."

"Simbok langsung ke belakang yah."

"Sebentar mbok." Cegah Gerald tiba-tiba.

Mbok Ani refleks memutar tubuhnya.

"Kenapa den?."

"kok sepi? Om Hendra sama Tante Della kemana?

"Ooo Tuan Hendra belum pulang Den, mungkin karena hujan yang lebat.

"Kalau Tante Della?"

"Nyonya muda, sama masih belum pulang masih kerja."

"Kerja?". Gerald semakin dibuat penasaran dengan jawaban mbok Ani yang menurutnya sepotong-sepotong.

"Iyah. Nyonya kan wanita karir." Seakan tahu dengan apa yang akan ditanyakan Gerald mbok Ani langsung memberi tahu dimana nyonya mudanya berkerja, "Di perusahaan X Den, nyonya bekerja."

Gerald mengerutkan alisnya. Nama perusahaan itu tak asing ditelinga nya.

"Den, ada yang mau ditanyakan lagi?."

"Tidak, terimakasih."

Mbok Ani menggerutu dengan sikap kaku pacar majikannya itu sambil melenggang pergi. Gerald menganggukan kepalanya berkali kali. Tuhan memang selalu mempunyai cara untuk mendekatkan seorang yang memang berjodoh.

Gerald mengangguk mantap. Ia memutuskan akan segera menyelesaikan tesisnya agar bisa segera memimpin perusahan anak cabangnya Perusahaan X.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Hari demi hari, Minggu demi Minggu dan bulan kini berganti, hubungan Audy dan Gerald kini sudah 8 bulan. Seperti biasa rutinitas pagi Gerald yang menjemput Audy untuk ke kampus dan ikut sarapan pagi.

"Ger, nanti tolong anterin aku ya ke toko buku, aku mau nyari referensi untuk tesisku, dari kemarin dosen bimbinganku selalu mempermasalahkan daftar pustaka," pinta Audy dengan mulut yang masih penuh dengan makanan, membuat ayahnya menggeleng gelengkan kepalanya.

"Habiskan dulu makananmu baru bicara," perinta Hendra.

Audy tersenyum tanpa dosa, dia terus memakan nasi goreng menu pagi ini hingga suapan terakhir, lalu mengambil air putih menenggaknya sampai habis.

"Jadi, Ger... Apa kamu bisa mengantarkanku?"

"Maafkan aku Audy, aku tidak bisa. Aku harus membantu deddyku untuk bertemu dengan klien," tolak Gerald.

"Yeah..." Desis Audy memanyunkan bibirnya.

"Anak ayahkan sudah dewasa, pergi sendiri saja, biarkan Nak Gerald membantu Deddy-nya."

Audy sebenarnya bisa sendiri pergi ke toko buku tapi, dia tidak ingin sendirian karena pasti akan terasa sangat membosankan. Memang beberapa Minggu ini Gerald sangat sibuk untuk membantu Deddy-nya mengurus bisnis dan tesisnya. Dua kegiatan itu sangat menyita waktu Gerald.

"Aku bisa menemanimu," Della mencoba menghilangkan rasa kesal di hati Audy, anak tirinya itu memang bersikap manjanya yang berlebihan, "kamu sudah dewasa Audy jadi berhentilah bersikap kekanakan dan manja seperti itu." Della berujar tegas membuat Audy semakin kesal. Sejak beberapa hari ini Della bersikap aneh padanya tidak seperti dulu, yang selalu sependapat dan mengerti dirinya.

Dalam diam Gerald mengamati cara berbicara Della pada Audy, menyuruh kekasihnya untuk berubah. Inilah sikap Della yang disukai Gerald dari dulu yang tegas dan mandiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status