Matahari tenggelam sempurna di garis cakrawala. Siluet tipis bintang di langit perlahan muncul.
Gerald melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, setelah melambaikan tangan sebagai ucapan perpisahan pada Della. Wajah tampannya berseri-seri, pertemuan tak sengaja dengan Della kini membuahkan hasil yang tak dia sangka-sangka.
"Della, perlahan tapi pasti aku akan mendapatkan kamu kembali." Bisik suara terdengar di telinga sebelah kiri Gerald, menemani perjalanan menuju pulang ke rumah.
"Apa kau senang sekarang Gerald? Ingat di atas kebahagiaan mu, akan ada seorang gadis yang terluka." Suara itu kembali terdengar di telinga Gerald sebelah kanan.
Seketika dia baru teringat jika dia melupakan janji yang telah dia buat untuk Audy. "Oh ... astaga aku lupa dengannya." gumam Gerald.
Masih dengan konsentrasi menyetir Gerald mencari-cari ponsel miliknya untuk menghubungi Audy. Nam
Gerald menarik nafas lega, saat selesai meeting dengan klien yang memberikan pundi-pundi emas untuk kemajuan perusahaan, yang telah dibangun deddynya hingga mencapai puncak kesuksesan.Perut yang sedari pagi belum terisi kini mulai berdemo, dia memilih untuk makan, makanan cepat saji di mall itu. HokBen menjadi pilihannya.Setelah selesai memesan dia mencari bangku kosong untuk menjadi tempat ia menyantap makanan. Saat dia tengah mencari-cari, matanya tak sengaja tertuju pada bangku pojok dekat jendela kaca dengan view pemandangan jalan Gandaria. Bola matanya berubah menjadi binar bahagia saat melihat sosok wanita yang telah memenuhi ruang hatinya."Della!" Sapa Gerald setelah mendekati meja pojok. Dia baru ingat jika perusahaan tempat bekerja Della ada di daerah Gandaria."Hay, Ger! Kamu disini?"
Gerald mengalihkan pandangan matanya, saat jalanan di depannya mendadak ramai oleh kerumunan orang.Della yang ikut menyaksikkan arah pandangan Gerald, bersiap hendak bangkit ingin memeriksa."Kamu, mau kemana?""Aku ingin melihatnya sebentar," ucap Della."Mungkin ada kecelakaan."Della tersenyum canggung, perasaannya menjadi tak tenang. Ia ingin menengok apa yang sebenarnya terjadi di depan sana, namun pegangan erat di pergelangan tangannya membuat Della segan."Sudahlah, jangan ikut campur urusan orang." cegah Gerald yang tak ingin Della pergi."Tapi ....""Jika tidak ingin menolong ya sudah, untuk apa jadi penonton? tidak bermanfaat sama sekali," ucap Gerald.Della mengangguk menurut. Memang benar yang dikatakan gerald, hanya sekedar ingin tahu tanpa peduli, untuk apa?. Kecelakan bukan sebuah hiburan, ini musibah tid
Hari telah menjelang sore, belum ada tanda-tanda Audy akan membuka mata. Della dan Hendra dengan sabar menunggui Audy. Setelah perdebatan yang dilakukan tadi akhirnya Hendra mengalah saat, mendengar penjelasan dari Della jika dia sama sekali tidak bertemu Audy, sedangkan Gerald yang kelelahan sehabis meeting tertidur pulas di atas sofa."Aku ke kantor sebentar, ada masalah di kantor, yang harus segera aku selesai," Ucap Hendra lirih takut membangunkan Gerald."Iya hati-hati. Biar aku yang menjaga Audy.""Terimakasih." Balas Hendra lantas berbalik arah menuju pintu.Della mengangguk singkat. Ia menghela nafas saat melihat wajah pucat Audy."Dasar ceroboh. Apa kau begini karena melihat kebersamaan kami?" Umpat Della dalam hatinya. "Seharusnya kamu, menemui kami dan bertanya baik-baik. Lihatlah akibat prasangka burukmu, kamu malah celaka." Della mulai mengomeli Audy yang masih memejamkan matanya.
Hampir menjelang dini hari Audy terbangun dari tidurnya. Pikirannya yang sedang kacau membuat tidurnya menjadi tak tenang.Audy mengamati sekelilingnya, ia menatap wajah tua ayahnya. Lagi, kenangan tak menyenangkan tadi sore berputar di memori otaknya."Meski kau telah melukaiku, tapi entah mengapa aku masih merindukmu ." Batin Audy mulai menitikan air mata."Aku mencintaimu sepenuh jiwaku, tapi kenapa kau membalasku hanya dengan separuh hatimu." Meskipun lisannya menggumamkan kata cinta tetapi, tak bisa dipungkiri jika hatinya kini sedang merintih terluka.Audy terisak perlahan, "Cinta memang bisa membuat bahagia, tapi ini hanya berlaku bagi mereka yang beruntung dan memiliki pasangan yang tepat." Gumam Audy tersenyum miris. Ia mencoba menenangkan gejolak batinnya tapi sulit. Lihatlah bagaimana dinginnya Gerald padanya. Kekasihnya itu bahkan tak menanyakan apa yang terjadi padanya hingga dia bisa celaka.
Audy menarik nafas dalam mencoba berdamai dengan keadaan dan berhenti berpikiran negatif. "Tidak, mungkin ini hanya kebetulan, Gerald tahu makanan kesukaan bunda.""Hai ... Audy! Kenapa kamu melamun," suara Della menyadarkan Audy."Tidak, Bun. Mari makan," jawab Audy agak canggung.Della ikut bergabung untuk sarapan bersama dengan Audy dan Gerald. Tak sesekali Della melempar candaan untuk menggoda Gerald yang notabenenya sebagai cowok kaku dan dingin.Setelah selesai Gerald memutuskan untuk pulang. Pagi yang menyenangkan untuk Gerald dan menambah mood booster nya. Meskipun tidak bisa berduaan dengan Della. Tapi bersama ke dua wanita itu ada daya tarik sendiri menurutnya."Audy, Bunda. Aku harus pergi." Tutur Gerald membuka pembicaraan. Setelah keadaan hening."Kenapa?" desah Audy kecewa."Aku ada janji dengan dosen pembimbing tesi
"Ehem...." Suara deheman Hendra menyadarkan Audy dari khayalan indahnya."Ayah." Jawab Audy nampak malu-malu."Ayah lihat kamu begitu mencintainya!""Iya, Yah. Aku mencintai Gerald Purnama! Kenapa? bukankah ayah menyetujui hubungan ku dengannya?""Ayah sangat menyetujui hubungan kalian. Tapi ayah tidak ingin kamu berlebihan mencintai, nya.""Maksud ayah?" tanya Audy mengerutkan keningnya."Ayah, takut kamu akan sakit hati nanti.""Ayah, kenapa berbicara seperti itu?""Entahlah, selama ini ayah diam-diam memperhatikan hubungan kalian. Ayah merasa Gerald, tidak benar-benar mencintai mu."Audy terdiam membisu mencerna kalimat Hendra. Ia tak habis pikir kenapa ayahnya bisa berpikiran seperti itu."Tapi itu mungkin hanya perasaan ayah saja. Ayah berharap semoga ini tidak benar."
Gerald mengumpat keras dalam mobil saat ponselnya tiba-tiba lowbat dan seperti biasa dia tidak membawa charger. Gerald semakin kesal karena kemacetan didepannya masih belum berakhir.Gerald merasakan tenggorokannya mulai mengering, saat dia menoleh ke sisi kanan jalan ada kafe yang sering dia kunjungi dan berniat untuk mampir terlebih dahulu."Tenggorokanku terasa kering sekali." Gerald sesekali menelan ludahnya untuk membasahi tenggorokan menuju Coffe House langganannya. Begitu dia masuk kafe, pelayan yang sudah mengenalnya menyambut kedatangan Gerald dengan ramah."Seperti biasa americano." Barista itu langsung mengangguk setelah mendengar pesanan Gerald. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kafe, Ia berharap ada Della disana."Apa kau masih ingat tempat ini, Del?" tanya Gerald lirih seolah ada Della disana. Gerald menghela nafas panjang, mendadak Ia rindu dengan Della. Bagaimana Ia akan move jika
Audy menghapus butiran bening di pelupuk matanya, sembari menyusuri jalanan yang membawanya menjauh dari area rumah sakit. Sesekali Ia memukul-mukul dadanya yang terasa sesak. Baru saja fisiknya pulih, hatinya kini tersayat pilu."Aku pikir, aku ini adalah masa depanmu. Tapi ternyata kau lebih memilih uang dari pada pasangan". Gumam Audy lirih, Ia pun menepikan tubuhnya disebuah halte.Audy asal mengambil tempat duduk. Kakinya terasa ngilu setelah hampir setengah jam berjalan.Ada sebuah kegetiran saat Ia menatap layar ponselnya yang kosong tanpa notif chat dari Gerald."Apa kau benar-benar melupakan aku?" batin Audy kecewa. Desahan nafas berat keluar dari bibir tipis Audy."Baiklah, sepertinya kali ini perasaanku yang harus mengalah. Biarkan saja logika ku yang bekerja."Audy mendongak lurus keatas, menatap birunya langit yang bersih tanpa