Share

Bab 2. AQIQAHAN YANG KACAU

     Dengan diliputi kebingungan dan keheranan, Rudi melangkah ke ruangan itu untuk mengadzankan dua putrinya.

     Terjadi keanehan saat Rudi membisikan adzan di telinga putri keduanya. Bayi yang belum terdengar suara tangisnya sejak dilahirkan itu, tiba-tiba menangis sangat kencang begitu mendengar lafal adzan. Namun, anehnya suara tangis bayi itu terdengar sangat mengerikan. Suara tangis itu lebih terdengar seperti suara rintihan kesakitan. Hingga siapa pun yang mendengarnya, tak pelak bergidik ngeri.

     Dara Syahita dan Diandra Sarinila itulah nama yang diberikan Rudi untuk kedua putrinya. Meski masih diliputi kebingungan atas lahirnya Diandra, namun Rudi dan Maya tetap menerimanya dengan ikhlas. Mayasari merawat keduanya seolah-olah keduanya memang benar-benar saudara kembar. Apalagi wajah kedua bayi itu memang benar-benar mirip.

     Berbeda dengan mereka berdua, Pak Karta dan Bu Minah justru mendapat firasat akan datangnya petaka di Desa Damai. Hanya saja mereka berdua masih merahasiakan hal itu. Karena mereka berdua masih belum tahu pasti apa yang akan terjadi. Mereka hanya berusaha menepis firasat-firasat yang selalu menghampiri mereka. Mereka berusaha menerima kehadiran Diandra seperti halnya mereka menerima Dara.

     Beberapa hari telah berlalu, Mayasari dan kedua bayinya sudah diijinkan pulang. Rudi sudah menambahkan satu lagi tempat tidur bayi. Karena sejak awal, hasil USG Mayasari  menyebutkan hanya ada satu bayi, maka Rudi pun hanya menyiapkan satu ranjang bayi.

     Kedua bayi itu tampak seperti bayi-bayi yang lain. Rudi dan Mayasari sangat menyayangi kedua bayi itu. Tanpa mereka sadari, keanehan demi keanehan mulai terjadi di Desa Damai. Diawali dari ternak warga yang mati mendadak. Gagal panen. Bahkan banyaknya anak-anak yang tiba-tiba jatuh sakit.

     ***

     Tanpa terasa, waktu bergulir begitu cepat. Tibalah waktu untuk acara aqiqah Dara dan Diandra. Dengan dibantu tetangga sekitar, mereka menyiapkan acara aqiqahan. Dua ekor kambing telah disiapkan. Rudiansyah juga sudah mengundang hampir seluruh warga untuk datang ke acara pengajian dalam rangka aqiqah kedua putrinya.

     Para tetangga mulai membicarakan mereka sejak kabar tentang Mayasari yang melahirkan bayi aneh. Rudiansyah dan Mayasari bukannya tidak tahu jika mereka sudah jadi bahan gosip. Mereka hanya berusaha untuk tak terlalu menanggapi hal itu dan tetap merawat Dara dan Diandra.

     Waktu aqiqahan pun akhirnya tiba, para tamu mulai berdatangan, termasuk juga Ustadz Yusuf yang akan memimpin jalannya pengajian. Keanehan mulai terjadi saat Ustadz Yusuf memuali pengajian. Angin tiba-tiba bertiup kencang. Terdengar suara tangis bayi yang begitu menyayat hati.

     Di tengah keheranan para tamu, tiba-tiba terdengar teriakan Mayasari yang panik.

     “Mas ... Mas Rudi! Maas! Mas Rudi!”

     “Ada apa Maya!” seru Rudi tak kalah panik dan langsung menghampiri istrinya yang saat itu sedang berada di kamar bayi. Dia terkejut saat melihat raut wajah pucat yang tergambar di wajah istrinya.

     “Maya ... ada apa, Maya?!” tanya Rudi. Di belakang pria itu, para tamu sudah berkerumun karena penasaran.

     “I-itu ... itu ...” ucap Maya terbata sambil menunjuk ke ranjang bayi Diandra. Rudi segera mengikuti arah telunjuk sang istri. Dan betapa terkejutnya dia, kala tak didapatinya putrinya, Diandra di sana.

     “Dimana Diandra, Maya?!” tanya Rudi. Maya hanya menggeleng. Bu Minah yang juga sudah ada di sana segera menggendong Dara yang saat itu masih terlelap. Terdengar para warga mulai saling berbisik. Bahkan suara riuh bisikan mereka mampu meredam suara tangis bayi yang tadi terdengar. Hingga membuat mereka seakan lupa dengan bayi itu.

     “Maya ... jawab! Di mana Diandra?!” Rudi yang mulai geram tanpa sada membentak istrinya.  Ustadz Yusuf mencoba menerobos kerumunan dan memasuki kamar bayi tersebut.

     “Ustadz ... tolong istri saya. Kenapa dia jadi begitu dan putri kami Diandra juga tidak ada di tempat tidurnya!” seru Rudi panik.

     “Tolong ambilkan air putih satu gelas!” pinta Ustadz Yusuf. Salah seorang tamu segera mengambilkan satu gelas air putih dan memberikannya kepada Ustadz Yusuf. Kemudian Ustadz yang sudah seusia Pak Karta itu membacakan sesuatu pada air itu.

     “Ini, minumkan sedikit pada istrimu. Sisanya, gunakan untuk membasuh mukanya!” ujar Ustadz Yusuf sambil mengangsurkan gelas berisi air putih itu kepada Rudi. Setelah menerima gelas itu, Rudi segera menuruti anjuran Ustadz Yusuf. Beberapa menit setelah Maya meminum air itu dan mukanya dibasuh dengan air itu, wanita muda itu tiba-tiba menangis histeris sambil memanggil nama Diandra lalu jatuh tak sadarkan diri.

     Sementara beberapa tamu tetangga wanita yang hadir membantu menjaga Maya, Ustadz Yusuf melanjutkan acara pengajian. Dan lagi-lagi terdengar gemuruh suara angin dan tangis bayi yang menyayat. Kali ini suara tangis itu terdengar sayup-sayup. Rudi dan para warga seakan baru tersadar jika mereka harus menemukan Diandra.

     Akhirnya, Ustadz Yusuf menyelesaikan acara pengajian yang memang sudah kacau sejak awal. Mereka memutuskan untuk mencari Diandra dengan mengikuti asal suara tangis bayi itu.

     “Bu ... titip Maya dan Dara ya. Saya harus mencari Diandra dibantu Pak Ustadz dan warga lain. Dengan membawa senter dan obor, warga berbondong-bondong mencari Diandra. Tiba-tiba tangis bayi itu berhenti. Rudi dan warga lain mulai kebingungan.

     “Dimana kamu, nak,” lirih Rudi sambil mendesah pelan.

     “Sabar Pak Rudi, kita akan terus membantu Bapak,” ucap salah seorang warga mencoba menenangkan Rudi.

     “Terima kasih, Pak,” sahut Rudi.

     “Pak Ustadz, bagaimana ini? Suara tangisnya hilang. Kita harus cari kemana lagi?” tanya salah seorang warga yang sudah mulai gelisah karena hari sudah semakin larut. Angin pun masih bertiup kencang bahkan sekarang terdengar suara petir menggelegar. Tiba-tiba terdengar suara lolongan anjing di kejauhan. Satu per satu warga mulai berpamitan untuk tidak ikut melanjutkan pencarian karena merasa takut.

     “Pak Rudi, maaf saya pamit pulang. Istri dan anak saya sendirian di rumah,” pamit Pak Jaka yang rumahnya hanya berjarak beberapa meter dari rumah Rudi.

     “Silakan, Pak. Terima kasih sudah membantu.,” jawab Rudi. Tubuh pria itu luruh ke tanah dan terduduk lesu di sana.

     “Sebaiknya kita pulang dulu saja, Pak. Malam semakin larut dan sepertinya akan ada badai. Kasihan Bu Maya dan putri Bapak yang satu lagi. Besok kita lanjutkan pencarian, kalo perlu besok kita lapor ke polisi,” usul Ustadz Yusuf.

     Rudi mendesah panjang. Dia hanya bisa menuruti ucapan Ustadz Yusuf. Dalam hati dia membenarkan ucapan Ustadz Yusuf. Tidak mungkin dia melalaikan istri dan putrinya yang lain hanya karena mencari putri yang lain.

     Pencarian pun untuk sementara dihentikan. Anehnya, begitu mereka memutuskan untuk mencari berhenti mencari Diandra, tangis bayi itu kembali terdengar.

     Rudi pun kebingungan. Begitu juga dengan para warga. Dengan persetujuan Ustadz Yusuf mereka kembali mencari Diandra. Mereka mengikuti asal suara tangis itu. Hingga tanpa mereka sadari, mereka sudah memasuki hutan yang ada di ujung desa. Hutan yang menurut warga adalah hutan terlarang dan angker. Selama ini tak seorang pun yang berani memasukinya.

     Apakah mereka akan menemukan Diandra? Dan apakah mereka akan menyadari bahwa mereka telah memasuki hutan terlarang?

     Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status