Share

Kecemburuan Tio dan Farhan

Tio dan Farhan saling berjabat tangan memperkenalkan diri satu sama lain. Tio banyak menanyakan asal usul Farhan, begitu pun sebaliknya. Di sini, Arini malah menjadi canggung. Keduanya berbincang seolah tidak ada orang lain.

Angin bertiup sangat kencang, rok yang dikenakan Arini tersingkap. Sepasang mata kedua lelaki itu seketika melebar. Wajah cantik itu seketika memerah tatkala melihat ekspresi kedua lelaki yang ada di hadapannya. ‘Mata lelaki semua sama,’ kesalnya dalam hati.

Farhan dan Tio memalingkan wajah mereka, tidak mungkin bagi mereka melewatkan pemandangan langka seperti itu. Sisi lainnya mereka pun merasa seperti lelaki hidung belang jika mereka melihatnya dengan tatapan berhasrat.

Suasana menjadi sangat canggung setelah kejadian tadi. Sesampainya di rumah Farhan, Arini berjalan dengan santainya memasuki rumah yang menjadi kenangan masa kecilnya. “Farhan, kamu masih ingat tidak, waktu pentas teater di sekolah kita? Kita semua latihan di rumah ini, parahnya barang punya Emak kamu ada yang pecah,” cerita Arini bernostalgia.

“Ingat, apalagi saat kita berdua jadi pemeran utamanya,” sahut Farhan tersenyum simpul.

Merasa semakin asing, Tio seperti patung saja tidak ada yang mengajaknya berbincang. Dia memilih duduk. Arini mengajak Tio masuk ke kamar Arini. Pada awalnya Farhan menolak, akan tetapi sudah lama dia tidak sedekat ini dengan Arini.

Tio sangat terkejut, banyak foto Arini dan Farhan yang tergantung di dinding kamar lelaki yang disebut sahabat gadis itu. Ternyata Farhan dan Arini sangat dekat. Tio memiliki firasat jika lelaki itu bukan sekedar sahabatnya saja. Ada perasaan tersembunyi yang tersimpan di hati lelaki berparas Arab itu.

“Gila! Kamu masih simpan foto ini?” seru Arini memandang foto yang ditunjuknya. Foto tersebut adalah saat pentas teater. Farhan sedang memeluk Arini karena adegannya adalah saat suami kehilangan istri karena virus mematikan.

Wajah Lelaki Arab itu memerah sambil mengambil foto itu yang ada di dinding. Dia tidak ingin terlihat jika dia memiliki perasaan pada Arini. Sedangkan Tio semkain mencurigai Farhan.

“Kalian ternyata sedekat itu ya,” opini Tio Dia berdiri di samping Arini.

“Bukan deket lagi, kita itu soulmate Yo, ya nggak,” ucap Arini sambil menyikut tangan Farhan.

“Hahaha, eng … iya Rin,” sahut Farhan sedikit kecewa.

Soulmate menurut Arini itu jelas berbeda dengan yang Farhan dan Tio maksud. Gadis itu hanya akan tetap menganggapnya sebagai teman saja. Sedangkan lelaki itu memang sudah menyimpan perasaan untuk gadis itu sejak lama.

Setelah puas mengunjungi rumah Farhan, akhirnya Arini dan Tio memutuskan untuk pulang. Sebenarnya Farhan ingin sekali mengantar Arini pulang. Namun, tatapan intimidasi Tio mengisyaratkan jika dia tidak boleh ikut campur.

Lelaki berparas Arab itu berpikir untuk segera menjadikan Arini sebagai istrinya. Malam ini dia harus segera menemui kedua orang tua Arini untuk melamarnya. Barang yang selama ini sudah dia persiapkan untuk melamar Arini sudah berada di dalam kamar khusus. Dia berharap suatu saat nanti Arini akan mengerti perasaannya.

Keadaan sekarang siang hari terik, Arini berjalan di depan Tio. Pematang sawah menjadi rute yang paling menyenangkan bagi Arini yang sudah lama tinggal di kota yang sesak dengan gedung bertingkat. Timbul kainginan dari lubuk hati lelaki tampan itu. Dia mengangkat kedua tangannya lalu menghalangi arah sinar matahari yang hendak menyentuh kulit Arini.

Sadar ada bayangan tangan dari atas kepalanya membuat Arini menutup mulut dengan kedua tangannya. Perhatian yang ditunjukkan oleh Tio, membuat Gadis itu tidak bisa berkata-kata. Arini menghentikan langkahnya, sehingga tidak sengaja Tio menabraknya.

Arini membalikkan tubuhnya, menatap lelaki tampan yang jauh lebih tinggi darinya.

“Tio, Kenapa kamu masih perhatian saja aku? Kalau begini terus aku bisa salah paham,” keluh Arini.

Mata mereka saling bertukar pandang. Angin berhembus kencang, menyibakkan rambut panjang gadis cantik itu. Sangat cantik!

“Aku tidak melakukan apa pun kok,” elak Tio. Matanya tidak bisa lepas dengan wanita bertubuh ramping ini.

“Aku selalu salah paham dan tidak mengerti. Maaf jika aku terbawa perasaan,” ucap Arini sambil membalik tubuhnya. Dia tidak seharusnya mengatakan hal ini. Lelaki itu tidak akan pernah mau mengakuinya.

“Rin, kamu mau tidak menjadi bintang film pendek yang akan aku garap. Aku akan mengikuti festival film pendek,” ajak Tio.

Langkah kaki wanita itu terhenti kembali. Film pendek? Baru lagi dia dengar ada yang mau menggunakan jasanya. Menjadi pengangguran, dan tidak melakukan apa-apa bukan yang Arini harapkan. Dia masih memiliki cita-cita sebagai aktris terkenal.

Gadis itu menatap Lelaki tampan yang ada di hadapannya. Kembali pikirannya menerawang, mengingat hal yang pernah terjadi dalam hidupnya. Tio pernah membuat hatinya berbunga-bunga lalu menjatuhkannya.

“Apa kamu bersungguh-sungguh? Aku sangsi jika kamu akan memegang kata-katamu,” tanya Arini menatap tajam.

“Iya, kali ini aku tidak akan mengecewakanmu. Ini proyekku sendiri, jadi aku yang mengontrol semuanya,” jawabnya.

“….”

Arini terdiam, ada pertanyaan yang masih belum terjawab hingga saat ini. Apakah kali ini Lelaki itu akan mengungkapkan alasannya meninggalkan proyek film itu.

“Kenapa terdiam?” Lelaki itu memiringkan kepalanya.

“Aku ingin tahu, apa alasanmu meninggalkan proyek film itu? Aku seperti hilang arah tanpamu.” Arini memalingkan wajahnya. Dia menahan air mata yang hampir jatuh ke pipi.

“Semua karena ayahku melarangku untuk menjadi seorang actor. Dia menyuruhku untuk meneruskan bisnisnya. Ibu tidak senang dengan sikap Ayah yang selalu semena-mena. Akhirnya ibuku memilih berpisah dan pergi ke daerah agar ayah tidak bisa menemukan kita,” jelas Tio dengan serius.

Arini terdiam, ternyata alasan Tio seperti itu. Mengapa begitu mudahnya Tio melepaskan cita-citanya.

“Jadi, apa kamu bersedia menjadi pemeran utamanya?” tanya Tio sekali lagi.

“Tentu saja,” jawab Arini sambil tersenyum.

Mereka kemudian melanjutkan kembali perjalanan menuju rumah. Kaki Gadis itu terperosok ke sawah yang sedang diairi. Tio sudah menduga hal ini akan terjadi. Dia segera menarik jemari Arini hingga dia masuk ke pelukan Lelaki tampan itu. Mereka saling bertukar pandang. Jantung keduanya berdebar dengan sangat cepat. Arini menahan napas saking berdebarnya.

Tidak ingin dianggap lelaki hidung belang dan mencari kesempatan dalam kesempitan, Tio membantu Arini bangkit. Tidak ada kata yang terucap, mereka berdua tersipu. Namun, tangan mereka saling bergandengan tanpa mereka sadari.

Sesampainya di depan rumah, Tio mengantar Arini hingga depan rumahnya. Lelaki itu melambaikan tangan pada Arini lalu berpamitan.

“Besok kita mulai pengambilan gambar ya,” ucap Tio menarik garis bibirnya ke atas.

“Iya,” Sahut Arini sambil membalas lambaian tangan Tio.

Dari balik jendela, ternyata Ibu Arini memperhatikan Tio dan putrinya. Sebenarnya dia sedikit terkejut Arini mengenal putra dokter sebelah rumah. Arini masuk ke rumah, wajahnya kemerahan dan berseri. Dia menjadi bimbang, apakah nanti putrinya akan setuju dengan rencana mereka nanti?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status