Kedua orang tua Arini lekas menyambut kehadiran tamunya itu. Mereka bersalaman seperti sudah mengenal satu sama lain. Setelah selesai membuatkan minuman, Arini mulai menyajikannya pada tamu itu. Ternyata di sana sudah ada Farhan yang duduk di samping kedua tamunya.
Dengan santai, Arini terus melaju. Dia memberi Farhan kode untuk mengikutinya. Arini mengajak Farhan ke kamarnya. “Rin, kamu kenapa?” Farhan duduk di tempat tidur.
“Kamu kenal dengan mereka?” tanya Arini penasaran.
“Memangnya kenapa?” Farhan memastikan.
“Ah sudahlah,” kesal Arini sambil mendorong Farhan ke luar kamar.
Sudah jam Sembilan malam, Arini masih tidak bisa memejamkan mata. Tio tidak mengiriminya pesan, padahal awalnya dia mengajak Arini untuk bertemu. Penasaran, Arini menghubungi Tio. Dia ingin tahu, mengapa lelaki itu urung menemuinya. “Halo Tio,” “Iya Rin,” “Bisa kita ketemu?” “Kapan?” “Sekarang, aku tunggu di depan gerbang rumah kamu,” “Iya, tunggu sebentar,” Walau hatinya masih terluka, Tio memaksakan diri untuk ke luar dari kamarnya. Rumahnya sangat sepi. Cintami masih belum pulang dari rumah sakit. Tidak lama Tio pun sampai di pintu gerbang. Dia melihat Arini sudah berdiri sambil memeluk tubuhnya sendiri. “Arini, sejak kapan kamu berdiri di sini?” tanya Tio. Dia melepaskan jaketnya lalu menutupi tubuh Arini dengan jaket miliknya. “Tio aku nggak apa-apa, jaketnya kamu pakai saja,” tolak Arini. “Apa k
Semalam suntuk Arini sulit tidur. Di kepalanya terus beredar wajah Tio saat menciumnya. Mengapa lelaki itu mencuri ciuman pertamanya padahal mereka bukan pasangan kekasih. Terlebih lagi, baru tadi sore dia menerima lamaran Farhan. Pagi sekali, Ibu Arini sudah mengoceh saat melihat anaknya masih di dalam kamar. Air satu ember sudah dia siapkan untuk menyiram putri tidur yang lebih mirip dengan kebo. Pada saat dia akan membuka pintu kamarnya, ternyata Arini tidak ada di tempat tidur. Arini memilih jalan-jalan ke tepi sawah. Dia duduk di pematang sawah yang padinya sudah mulai menguning. Dari kejauhan terlihat sosok Farhan yang sudah memakai pakaian dinas. ‘Ya Tuhan, sahabatku ini kelak akan menjadi suamiku. Lalu mengapa hati ini tidak rela? Aku malah menginginkan lelaki lain,’ batin Arini. Lelaki itu menemukan Arini yang tengah duduk santai dengan mata yang merah.
“Farhan!” tegur Ibu Arini yang terkejut melihat calon mantunya akan melakukan sesuatu pada anaknya. Farhan langsung membelalakkan matanya. Keringat dingin terlihat jelas di dahinya. Bibirnya bergetar karena dia dipergoki akan mencium calon istrinya. ‘Arrrggghhh, kenapa aku menjadi khilaf begini,’ rutuknya. “Ma-maaf Bu,” sesal Farhan. Dia menundukkan kepala sambil beranjak dari tempat tidur Arini. Ibu Arini berdiri di lubang pintu sambil berkacak pinggang. Berulang kali dia menggelengkan kepala. Seharusnya Farhan tidak melakukan itu pada anaknya. “Ck ckck, Farhan. Seharusnya kamu tidak boleh seperti itu. Sabar, sebentar lagi kan kalian menikah. Setelah menikah, kamu mau lakukan apa saja dengan Arini bebas,” nasihat Ibu Arini. Farhan menganggukkan kepala. Dia meraih jemai ibu Arini kemudian salam. Dia pamit untuk pergi bekerja. Dalam hati don
“Alah, Umi tahu kamu itu Iblis licik. Umi sudah siapkan Aisyah calon yang baik untuk Farhan. Bukan kamu. Cuma Farhan maksa, Umi yakin dia dipaksa oleh kamu buat menikahinya. Jangan-jangan kamu sudah hamil anak lelaki lain lagi,” fitnah Ibu Farhan tanpa malu. “Astaga! Fitnah itu Bu.” Arini mengurut dadanya. “Umi tahu, kamu pasti merayu anak Umi dengan tubuh kamu itu agar anak Umi luluh,” tambahnya dengan sarkas. “Katanya Ibu kaya, kenapa anaknya mau nikah sama yang kere kayak saya aja Ibu nggak setuju? Takut jadi kere kayak saya?” balas Arini menahan diri.
Jauh di lubuk hatinya, Tio tidak tega melihat air mata di wajah Arini. Seharusnya dia bisa menghapus air mata gadis itu. Bagaimanapun juga, dia harus bisa menolong gadis itu untuk bangkit. Hanya berselang satu jam setelah Arini pulang, terdengar ada keramaian di depan rumah Tio. Rasa penasarannya keluar lalu memastikan di mana suara itu berasal. Langkahnya terhenti saat berada di balkon rumahnya. Dia melihat banyak warga berjalan menuju arah rumah Arini. Tio merasa tidak enak hati. Cintami pun melihat ada keramaian di depan rumahnya. Dia dengan segera pergi ke depan rumah. Dia meminta asisten rumah untuk menanyakan secara langsung apa yang terjadi sebenarnya. Setelah diselidiki, ternyata semua warga sedang berkumpul untuk menggerebek rumah Arini. Mereka mendengar kabar jika Arini tengah hamil di luar nikah. Kedua orang tua Arini tidak terima. Warga datang lalu merusak ru
“Siapa yang menyebarkan fitnah seperti itu? Sekarang rumah Pak Joni sudah hancur kalian rusak, siapa yang tanggung jawab?” kesal Tio. Polisi mulai menanyai warga yang bersikap anarkis. Siapa dalang dari kerusuhan ini. Ternyata mereka termakan hasutan dari Ibu Farhan. Arini sangat trauma untuk kembali ke rumahnya. Dia tidak ingin berada lebih lama di sana. Arini duduk menunggu di Lorong rumah sakit. Ayah Arini terpaksa pulang untuk membawakan baju ganti untuk putri dan istrinya. Tio menawari bantuan untuk mengantarnya pulang. Ayah Arini tidak bisa menolak, dia memang sangat membutuhkan bantuan dari seseorang. Sesampainya di depan rumah, Ayah Arini seketika lemas, mendapati rumahnya telah habis digondol maling. Pintu rusak, jendela pun telah rusak. Tio pun sama terkejutnya. Mereka lekas memeriksa, apakah ada yang masih tersisa.
Hari berganti, Tio sudah berkonsultasi dengan pengacara yang pernah membantu ibunya bercerai dengan ayahnya. Tio meminta bantuan untuk melindungi Arini dan keluarganya dan menyeret pelaku pengrusakkan rumah Arini. Tio, menemui Arini dan keluarganya di penginapan. Dia bersama pengacara mengajak mereka untuk pergi ke kantor polisi untuk mengusut tuntas siapa penyebar fitnah dan pelaku tindak anarkis atas pengrusakkan rumah Orang tua Arini. Tio meminta pengacara mendesak polisi untuk segera menindaklanjuti perkara. Farhan merasa sangat bersalah saat tahu rumah Arini menjadi sasaran amuk warga karena hasutan entah dari siapa pemicunya. Akan tetapi hati kecilnya berkata jika penghasut warga adalah ibunya sendiri.
Erik mendengar kabar dari salah satu asistennya, Arini kini pulang ke kampung halamannya. Erik baru menyadari,setelah Arini pergi, rasanya kehilangan orang yang selama ini selalu mendukungnya.Susan, pada awalnya dia memang sangat tertarik dengan wanita itu. Suami kaya, karir cemerlang didukung oleh ayah sutradara handal, siapa yang tidak tertarik. Namun, Susan tidak seperthatian Arini. Gadis itu bahkan sampai tahu obat yang sering dikonsumsi olehnya saat dia sakit kepala.Beberapa tawaran film untuk Erik berdatangan. Namun, dia masih kesulitan untuk membangun kemistri dengan lawan mainnya. Pikirannya selalu dipenuhi oleh Arini.