Pria itu mulai melepaskan tangannya yang menutupi sebagian wajah Silvya. Ia menatap Silvya yang sudah tergolek lemas dengan penuh minat. Wajah Silvya yang tak berdaya membuat pria itu semakin bergairah. Mata pria itu perlahan mulai berkabut dan menggelap.
"Kamu sangat cantik dan menarik. Aku tidak tau apa yang membuat suamimu tidak tertarik denganmu?" Pria itu bergumam sambil menyentuh wajah Silvya.
"Tapi tidak masalah, jika dia tidak menginginkanmu, masih ada aku yang akan menjalankan tugas malam pertama ini, Cantik. Kita akan bersenang-senang dan akan membuatmu mengalami surga yang didambakan banyak wanita." Pria itu berkata-kata dengan dirinya sendiri.
Ia kembali menyentuh wajah Silvya dan jarinya dengan perlahan turun ke leher dan menyentuh kerah kimono yang dikenakan oleh Silvya. Sinar matanya mulai terlihat liar. Kimono yang dikenakan Silvya dengan perlahan ditariknya agar terbuka. Dan melihat kulit putih Silvya, pria itu berkali-kali menelan salivanya .
"Sangat disayangkan di malam pengantinmu, suamimu ternyata malah tidak menginginkanmu, hmm?"
Ia mulai membuka kimono sutra yang dikenakan Silvya lalu dengan perlahan mulai mencumbu tubuhnya. Nafasnya perlahan mulai terdengar kasar dan tak beraturan. Sekalipun Silvya tidak mampu merespon namun sang pria tersebut seperti tidak peduli. Ia mulai melampiaskan hasratnya ke gadis yang sudah terlihat polos dan tak berdaya itu dengan semena-mena.
"Wow, kamu ternyata belum tersentuh, Sayang. Betapa beruntungnya diriku." Pria itu sedikit terkejut ketika ia melihat ada bercak darah di ranjang pengantin.
"Aku tidak menyangka suamimu benar-benar bodoh! Ia malah menyia-nyiakan kesucianmu ... ckck!" Pria itu kembali mengecup bibir pink milik Silvya.
Kemudian dengan perlahan bibirnya mulai menjelajah wajahnya dan terus turun menyusuri lehernya, bahunya lalu tanpa bisa dikendalikan lagi ia menjarah habis tubuh Silvya. Pria itu kembali melampiaskan hasratnya kepada Silvya. Seolah tubuh Silvya seperti candu baginya. Ia tidak bisa puas hanya dengan sekali saja. Berkali-kali ia melihat ke jam tangannya seolah ingin menghentikan waktu yang terus berjalan.
"Tidak, Sayang! Ini terlalu cepat! Aku masih menginginkanmu sekali lagi." Pria itu berkata dengan frustrasi.
Dan tanpa menunggu jeda waktu, ia kembali menghabisi tubuh Silvya sampai ia kembali lemas untuk yang kesekian kalinya.
"Sial!!" Pria itu mengumpat sambil kembali menatap tubuh Silvya yang tergolek polos di sampingnya.
Ia kembali memeluk tubuh Silvya, lalu mencumbunya sekali lagi dan dengan enggan, ia pun bangkit dari berbaringnya.
"Oh!! Ini benar-benar malam keberuntunganku, aku harap kita akan bisa bersenang-senang lagi di lain waktu," gumam pria itu lalu menggigit kecil bibir Silvya yang terlihat menggemaskan.
Ia lalu menyelimuti tubuh polos Silvya dan mengenakan pakaiannya sendiri dan berjalan keluar kamar.
"Bagaimana?" Seorang pria lain sedang menunggu di luar kamar dengan sebatang rokok yang berasap di jari tangan kanannya.
Pria itu bertubuh tinggi dan tegap, rambutnya berwarna hitam dengan kunciran ekor kuda di bagian rambut belakang sampai menyentuh kerah bajunya. Wajahnya sangat tampan dan bersih, bibirnya tipis dan mampu mengguncang jagad raya jika ia mulai tersenyum.
"Sudah beres, Pak Jim. Saya sudah melakukan tugas saya," sahut pria yang baru saja keluar dari kamar pengantin. Pria itu mengenakan pakaian dengan sembarangan, seolah ia baru saja melakukan aktifitas yang melelahkan. Namun dari wajahnya terlihat bahwa ia mengalami kepuasan yang sangat luar biasa.
Jim mengeluarkan seikat lembar uang berwarna merah dan menyerahkannya ke pria tersebut.
"Terimakasih, Pak Jim. Anda bisa memanggil saya, kapanpun anda membutuhkan jasa saya," sahut pria itu sambil membungkuk penuh hormat.
"Pergilah!" Sahut Jim lalu ia pun mematikan rokoknya yang masih tersisa setengah lalu masuk ke dalam kamar.
Ia melihat tubuh Silvya tertutup selimut sampai sebatas dada. Leher Silvya sudah banyak kissmark, menunjukkan aktifitas panas yang baru saja ia alami. Dan apa itu ...? Sebuah kalung dengan mata cemerlang menarik perhatian Jim. Seingatnya tadi, Silvya tidak mengenakan kalung seperti itu.
Jim melepas pakaiannya dan mendekati Silvya yang sedang tertidur. Ia menyentuh kalung itu sambil mengerutkan keningnya? Darimana Silvya mendapat kalung ini? Merasa tidak mendapat jawaban, Jim berbaring di sisi Silvya.
Pertanyaan yang berputar di kepalanya disingkirkannya. Besok ia akan bertanya langsung pada Silvya. Jim tidak mengenakan apapun dan hanya bertelanjang dada. Sambil berbaring di sisi Silvya, ia melingkarkan tangannya memeluk istrinya yang sekarang sudah tergolek lemas tanpa perasaan bersalah sedikitpun.
"Goodnight, istriku," ucap Jim sambil mengecup kening Silvya. Dan ia pun terlelap.
*****
Pagi itu, hawa kamar yang dingin membuat Silvya terjaga. Silvya merasa tubuhnya sangat sakit ketika ia bangun hari itu. Bahkan ia merasa sangat perih di tubuh bagian bawah. Apa yang sudah terjadi semalam? Silvya memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing. Entah kenapa ia merasa ada sesuatu yang sudah terjadi semalam namun ia tidak bisa mengingatnya dengan jelas.Sebuah tangan yang berat bertumpu pada perutnya yang ramping. Silvya membuka matanya dan melihat Jim sedang tidur di sisinya. Pria itu terlihat sangat pulas sambil memeluknya. Wajahnya terlihat putih dan bersinar. Ketampanan Jim memang susah untuk tidak diakui. Itu sebabnya ia banyak dikelilingi oleh wanita cantik dan kaya.
Silvya sedikit terkejut ketika menyadari Jim tidak berpakaian, dan dengan reflek ia pun melihat ke tubuhnya sendiri. Astaga! Ia ternyata juga tidak berpakaian dan hanya bertutupkan dengan selimut saja. Silvya kembali melihat wajah Jim yang pulas sambil berpikir.
Apakah semalam ia dan Jim melakukan hubungan suami istri? Tapi kenapa ia tidak bisa mengingatnya? Silvya memejamkan matanya berkali-kali berusaha mengingat hal terakhir kali setelah ia bertemu dengan Chris.
'Tidak, aku tidak ingat kapan Jim datang. Yang aku tau, aku tertidur dan seseorang ... ' Silvya menutup mulutnya sendiri. Ia ingat semalam ada seorang pria yang membekapnya ketika tidur.
Silvya menatap Jim dengan curiga, apakah semalam Jim yang melakukannya? Tapi kenapa? Bukankah jika hanya untuk melakukan hubungan suami-istri bisa dibicarakan baik-baik? Tidak perlu membiusnya seperti itu, 'kan?
Silvya dengan perlahan mengangkat tangan Jim yang memeluk perutnya lalu meletakkannya di samping. Ia pun duduk dan melihat pakaiannya berserakan di lantai termasuk kimononya. Setelah mengambilnya ia pun berniat pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri. Ia berjalan dengan pincang karena organnya terasa perih.
Jim membuka matanya ketika Silvya pergi. Senyum kemenangan terukir di bibir tipisnya. Ia sudah terjaga sejak Silvya menyentuh tangannya. Jim bangkit dan beranjak ke sofa. Mengambil ponselnya dan memencet beberapa angka di sana.
"Honey, please don't call me for today. As I said last night, I have to be with my wife today. I hope you understand," ucap Jim lalu menutup panggilannya.
Ia menyalakan rokoknya yang berwarna putih lalu menghisapnya dalam-dalam. Aroma nikotin membubung ke langit-langit kamar dan berpencar kemana pun ia suka. Tubuh Jim masih sama tanpa pakaian. Di bahu sebelah kanannya terlukis sebuah gambar berbentuk Puma hitam yang bersambung sampai ke belakang punggungnya.
Silvya keluar dari kamar mandi dengan menggunakan kimono sutranya dan tanpa sengaja ia menatap wajah Jim yang sedang duduk di sofa.
"Kamu semalam pulang jam berapa?" tanya Silvya lirih.
"Aku tidak lihat jam, tapi melihatmu kelelahan dan tertidur aku jadi iba, kemarilah!" Jim menepuk sofa di sebelahnya lalu menyuruh Silvya untuk duduk.
Silvya pun menurut. Rambut Silvya yang basah membuat wajahnya terlihat sangat cantik dan sexy. Namun entah kenapa hati Jim tidak tergetar karenanya.
"Apakah semalam kamu puas, Sayang?" Jim menyibakkan rambut basah milik Silvya.
"Aku ... tidak merasakan apapun. Tapi sekarang aku merasa tubuhku sakit semua. Lagian, kenapa kamu membiusku?" Silvya bertanya dengan terang-terangan.
Jim seperti tergagap mendengar pertanyaan Silvya. Apakah Silvya semalam dibius? Ia tidak tau tepatnya. Yang jelas ia hanya memberi mandat agar Silvya diperlakukan secara special layaknya seorang istri oleh suaminya. Dan sekarang, Silvya bertanya tentang kenapa ia dibius? Bagaimana ia harus menjawabnya?
Wajah Jim yang terkejut dengan cepat ditutupi oleh hisapan rokok putih di tangannya.
"Aku tidak ingat jika aku membiusmu. Aku hanya melihat kamu tertidur dan aku ingin menikmatimu, itu saja. Keliatannya kamulah yang sangat terlelap. Apakah kamu habis minum obat atau sesuatu?" Jim membalikkan pertanyaannya ke Silvya.
Silvya menggeleng lirih. Ia tau Jim berbohong. Tidak mungkin Jim tidak membiusnya. Lagian siapa lagi yang bisa masuk ke kamar ini jika bukan Jim?
"Ini ... Siapa yang memberikannya padamu?" Jim menyentuh kalung yang melingkar di leher jenjang Silvya.
"Ini ... pemberian Chris dan Maureen. Apakah kamu keberatan aku memakainya? Jika kamu keberatan, aku akan melepasnya," jawab Silvya sambil memegang kalungnya.
Jim terdiam, Silvya ini memang lembut kepribadiannya dan tidak terlalu banyak menuntut. Justru itu yang membuat Jim memutuskan untuk memilih Silvya sebagai pendampingnya. Ia butuh sosok kepribadian yang seperti ini.
"Tidak, pakailah," jawab Jim kemudian.
Silvya tersenyum mendengar jawaban Jim. Ia lega diperbolehkan memakai kalung ini.
"Sebaiknya kita sarapan, Jim. Aku mulai lapar," ajak Silvya.
"Okay, aku akan berpakaian terlebih dahulu dan kamu sebaiknya juga mengganti pakaianmu yang terlalu sexy itu." Jim berkata sambil menyentuh bahu Silvya. Lalu ia mematikan rokoknya dan bangkit menuju kamar mandi.
Silvya mengangguk dan ia pun hendak bangkit ketika melihat ponsel Jim bergetar dan muncul sebuah pop-up pesan di sana.
"Jim! I'm sorry for bothering you. Can we meet? Coz I need you so bad."
Pesan tanpa nama itu membuat hati Silvya meradang. Masihkan Jim menduakan hubungan mereka bahkan setelah mereka menikah?
Jim dan Silvya makan pagi bersama di lounge hotel tempat mereka menginap. Silvya yang masih penasaran dengan pesan di ponsel Jim memilih untuk tidak bertanya. Ia tidak ingin memancing pertengkaran yang membuat suasana makan pagi jadi tidak enak. Apalagi semalam Jim sudah melakukan sesuatu padanya.'Baiklah, aku akan memberinya sebuah kesempatan lagi. Toh kami sudah menikah, bukan?' Begitulah batin Silvya kira-kira.Ia berusaha menekan rasa cemburunya, jejak masa lalu Jim yang seperti itu, bukankah ia sendiri sudah mengetahuinya? Dan sekarang? Jim keliatannya belum bisa berubah. Pertanyaan kecemburuan yang dilontarkan hanya akan membuat Jim meminta maaf dan membuat janji manis yang baru. Dan itu sangat melelahkan bagi Silvya."Kamu sedang memikirkan apa?" Jim tiba-tiba membuyarkan lamunan Silvya.Silvya tidak menyadari bahwa wajahnya terlihat cemberut dan sedikit frustrasi. Sehingga siapapun yang melihatnya aka
Knock! Knock !!Sebuah ketukan di pintu mengagetkan Silvya. Ia segera bangun dari acara berbaringnya sambil mengerutkan kening. Siapa yang mengetuk pintu? Jelas itu bukan Jim! Jim bisa membuka pintu kamar ini sendiri. Tidak perlu mengetuk pintu seperti ini. Silvya berjalan ke arah pintu dengan penuh pertanyaan. Mungkinkah room boy? Tapi ia tidak merasa memesan apapun."Ya? Ada apa?" Ia melihat seorang pria yang usianya masih terlihat muda berdiri di depan pintunya.Wajah pria itu sangat tegas dan maskulin. Kulitnya berwarna sawo matang dengan garis rahang yang tegas. Alisnya tebal demikian juga bibirnya. Tubuhnya tinggi namun tidak setinggi Jim. Ia mengenakan kaos yang memperlihatkan bentuk tubuhnya yang keras dan sedikit berotot. Dan ... dia cukup tampan ...!"Maaf, apakah benar ini adalah kamar dari ..." Pria itu mencoba memancing Silvya untuk menyebutkan namanya."Jim Cartersville ..." sahut Silv
Hari sudah sore, namun Jim belum juga kembali. Astaga! Hati Silvya seperti sesak rasanya. Memiliki suami tapi seperti wanita jomblo. Ia bahkan tidak tau Jim ada di mana sekarang. Namun untuk menelponnya, Silvya takut mengganggu privacy Jim. Apa kata teman Jim nanti? Dia memiliki seorang istri yang posesif? Ah! Tidak! Silvya tidak ingin membuat Jim merasa tidak nyaman memiliki istri yang posesif.Silvya keluar kamar untuk menenangkan hatinya, melihat tanaman hijau mungkin bisa sedikit membawa ketenangan bagi batinnya. Atau ... Berenang? Ah tidak! Kolam renang itu terlalu sepi, ia akan jadi pusat perhatian jika berenang sendirian di sana. Jadi yang Silvya lakukan akhirnya hanya menceburkan kedua kakinya ke dalam kolam berwarna biru itu.Silvya kembali meraba kalungnya. Mengingatkannya pada sosok Chris. Akankah nasib pernikahannya akan seperti ini jika ia menikah dengan Chris? Mungkin tidak. Chris adalah pria yang memegang komitmen. Chris tidak pernah
Silvya menatap punggung Jim dengan frustasi. Ia tidak percaya Jim malah menyerahkan dirinya kepada Bill. Orang yang membuatnya tidak nyaman beberapa menit terakhir."Hey, let's sit!" Bill menarik lengan Silvya dan mengajaknya untuk duduk di sofa yang tersedia di balkon itu.Anggur yang Silvya letakkan di dinding balkon juga diambil oleh Bill dan diletakkan di meja yang ada di depan sofa."Bill! I ...""Hey, don't worry. I'm a good person!" Bill seolah mengerti kekhawatiran Silvya.Wajah lugu dan ekspresinya yang mudah terbaca membuat Bill semakin tertarik dengannya. Dan Silvya yang manis ini menjadi istri Jim? Yang benar saja! Mimpi buruk apa yang membuat Silvya mau menjadi istri Jim? Bill tanpa sadar menggelengkan kepalanya memikirkan semua kemungkinan itu."What's wrong?" Silvya merasa aneh melihat Jim menggelengkan kepalanya."Oh, nothing! I'm j
Mobil Bill berhenti di sebuah rumah yang elite. Rumah itu memiliki pagar besi otomatis yang bisa membuka pagar sendiri hanya dengan men-screening wajah Bill dari jendela mobil yang transparan. Bill memasukkan mobil Porsche-nya ke garasi lalu ia hendak menggendong Silvya ala bridal style ke dalam rumah. Namun baru saja Bill melingkarkan tangan Silvya di lehernya bibir tipis milik Silvya tanpa sengaja menyentuh miliknya. Dan Silvya memagutnya dengan lembut.Bill mematung sesaat lamanya merasakan pagutan lembut Silvya! Cara Silvya menciumnya seperti seorang anak sekolahan. Tidak liar dan penuh kelembutan. Otak Bill seketika berhenti beroperasi. Perasaan apa ini? Bill masih berusaha menikmati perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Wanita ini benar-benar membuatnya merasa seperti remaja yang baru mengenal cinta.Silvya terus menggerakkan bibirnya menikmati bibir Bill yang tebal seolah ia sedang menik
Silvya memegang kepalanya yang terasa pening. Ia mengerjapkan matanya ketika sinar matahari menembus tirai jendela dan menerpa wajahnya."Ah! Dimana aku?" Silvya menatap ruangan tempat ia berbaring.Ini bukan kamarnya, ini juga bukan kamar hotel dan apakah ini kamar di rumah Jim? Silvya belum pernah tinggal di rumah Jim. Ia hanya mampir sekali saja dan itu pun hanya duduk di ruang tamu. Silvya duduk dan terkejut ketika mendapati tubuhnya tidak berbusana."Hah!!? Apa yang sudah terjadi semalam?" Silvya bergumam dengan bingung. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi. Ia memejamkan matanya membayangkan apa hal terakhir yang bisa ia ingat."Emm .... tidak, Jim meninggalkanku dan seingatku Jim tidak kembali untuk menjemputku. Jadi?" Silvya kembali membelalakkan matanya ketika mengingat wajah Bill.Bill lah yang terakhir kali bersamanya. Jadi? Oh tidak!!!! Apakah ini rumah Bill? Dan apakah Bill telah menye
Bill berkali-kali menatap Silvya yang duduk di sampingnya. Silvya diam seribu bahasa dan pandangannya terlihat kosong dan tak terarah.Jim mengarahkan mobilnya menuju hotel tempat Silvya menginap. Silvya memutuskan untuk mengambil barangnya dan pergi dari sana. Setelah kemarin ia sendirian di hotel, sekarang Jim malah mempercayakan Bill untuk menjaganya. Silvya benar-benar merasa jadi orang yang tidak berguna! Pernikahan apa yang sebenarnya sedang ia jalani saat ini?Saat semua para pengantin baru menikmati hari-hari indahnya bersama pasangan, ia malah seperti orang jomblo yang mengenaskan. Dan tanpa bisa ditahan, airmata Silvya kembali menetes! Tapi Silvya dengan cepat menghapusnya.Mereka sudah sampai di depan lobby hotel. Silvya menyuruh Bill untuk pergi meninggalkannya namun Bill yang melihat Silvya seperti orang linglung, jelas tidak mungkin rela membiarkan Silvya sendirian. Tanpa bisa dicegah, Bill pun mengikuti langkah Silvya
Silvya sedang mematut di depan cermin. Ia mengenakan atasan berbahan rajut warna cream dengan lengan 3/4 dipadu dengan celana panjang kulit berwarna hitam. Rambutnya diangkat keatas berbentuk cepolan kecil dengan anak-anak rambut yang menjuntai ke bawah mulai dari dahi sampai tengkuknya. Menimbulkan kesan seksi yang menggoda.Silvya melirik jam tangannya, ini sudah pukul 6 malam. Ia masih sabar menunggu Jim datang. Setau Silvya, Jim bilang bahwa ia sudah memberitahukan bahwa ia akan off dalam urusan pekerjaannya selama 3 hari karena menikah. Tapi, selama dua hari ini, ia bahkan hanya menemani Silvya hanya beberapa menit saja. Lalu kemana waktu sisanya ia gunakan?Silvya berjalan mondar mandir di kamarnya menunggu kabar dari Jim. Hatinya mulai resah ketika penunjuk menit sudah bergerak ke angka 9, ini artinya sudah 45 menit ia menunggu. Ah ya! Mungkin makan malam kan sebagian orang dimulai pada pukul tujuh. Silvya masih berusaha berpikir positi