Jim dan Silvya makan pagi bersama di lounge hotel tempat mereka menginap. Silvya yang masih penasaran dengan pesan di ponsel Jim memilih untuk tidak bertanya. Ia tidak ingin memancing pertengkaran yang membuat suasana makan pagi jadi tidak enak. Apalagi semalam Jim sudah melakukan sesuatu padanya.
'Baiklah, aku akan memberinya sebuah kesempatan lagi. Toh kami sudah menikah, bukan?' Begitulah batin Silvya kira-kira.
Ia berusaha menekan rasa cemburunya, jejak masa lalu Jim yang seperti itu, bukankah ia sendiri sudah mengetahuinya? Dan sekarang? Jim keliatannya belum bisa berubah. Pertanyaan kecemburuan yang dilontarkan hanya akan membuat Jim meminta maaf dan membuat janji manis yang baru. Dan itu sangat melelahkan bagi Silvya.
"Kamu sedang memikirkan apa?" Jim tiba-tiba membuyarkan lamunan Silvya.
Silvya tidak menyadari bahwa wajahnya terlihat cemberut dan sedikit frustrasi. Sehingga siapapun yang melihatnya akan dengan mudah menebak isi hatinya.
"Tidak, aku sedang tidak memikirkan apapun," jawab Silvya sambil berusaha untuk tersenyum.
"Benarkah? Tapi aku melihat wajahmu terlihat sedih. Katakan ada apa? Ini hari pertama kita menikah, aku tidak ingin membuatmu bersedih." Jim merangkum wajah Silvya dengan penuh perhatian.
"Apakah kamu bahagia menikah denganku, Jim?" tanya Silvya akhirnya. Ia menatap mata Jim yang berwarna kelabu itu dengan dalam.
Mendengar pertanyaan Silvya, Jim melepaskan tangannya yang merangkum wajah Silvya.
"Pertanyaan macam apa itu, Sayang? Tentu saja aku berbahagia memiliki istri cantik sepertimu. Kamu tidak perlu meragukan hal itu." Jim memalingkan wajahnya dan kembali fokus dengan makanannya.
Mendengar jawaban Jim, hati Silvya sama sekali tidak merasa lega atau lebih baik. Ia bahkan merasa Jim sedang menyembunyikan sesuatu. Ingin rasanya ia bertanya, jika memang memilikinya sudah cukup, lalu kenapa ia masih juga menjalin cinta di belakangnya? Apa yang harus ia lakukan agar Jim berhenti bermain wanita?
"Syukurlah kalau begitu."
Silvya menunduk dan melanjutkan makanannya. Ia berusaha menekan perasaan kecewanya sekalipun ia tau bahwa perasaan ini semakin hari mungkin akan semakin bertambah ke depannya. Bukankah tidak ada yang sanggup merubah kepribadian seseorang kecuali orang itu sendiri? Dan sekarang? Silvya sudah menjadi istri sah seorang Jim Cartersville, apalagi yang bisa ia lakukan selain harus berkomitmen dengan janji sucinya di depan Altar?
"Oh ya, Sayang. Mungkin acara bulan madu kita harus dibatalkan. Karena aku memiliki beberapa urusan yang harus segera kuselesaikan. Apa itu tidak masalah?" Jim kembali mengharapkan wajahnya ke Silvya.
"Kamu mau kemana, Jim?" Silvya seperti tidak siap mendengar pembatalan acara bulan madu mereka.
Jim berjanji untuk mengajaknya bulan madu di pulau Maldives dan sekarang ia tiba-tiba membatalkannya. Memang urusan apa yang tidak bisa ditunda demi acara bulan madu? Setelah semalam ia ditinggalkan sekarang acara bulan madunya dicancel.
"Tenang, Sayang. Aku akan menggantinya dua kali lipat nanti. Aku harus pergi ke San Fransisco dulu untuk mengurus bisnisku. Ini sangat mendesak, Sayang. Sepulangnya dari sana aku akan mengajakmu bulan madu ke Paris, Swiss dan kemanapun yang kamu mau! Bisa sebulan atau bahkan dua bulan penuh atau lebih!!" Janji indah Jim kembali terucap.
Silvya hanya tersenyum kecut mendengarnya. Ungkapan indah seperti itu bukan yang pertama kali dia dengar. Berkali-kali Jim selalu membatalkan janjinya sendiri ketika mendekati hari H-nya. Seperti acara bulan madu yang sekarang. Ia selalu saja mengemukakan seribu alasan untuk membatalkan dan kembali mengajukan sejuta proposal janji manis yang baru.
"Apakah aku boleh bertanya sesuatu padamu, Jim?" Silvya kembali menatap suaminya.
"Tentu saja, Sayang. Bertanya saja." Jim membalas tatapan istrinya dengan serius. Seolah ia siap menjawab apapun pertanyaan Silvya.
"Apakah hanya kepadaku kamu sering ingkar janji atau kamu juga ingkar janji kepada semua teman wanitamu?" Silvya merangkum rahang Jim dan mencegahnya untuk berpaling.
Ia ingin Jim berkata sambil menatapnya. Ia ingin, sekali saja bisa melihat kejujuran di mata suaminya. Apa yang sebenarnya Jim sembunyikan darinya? Mengejarnya seperti orang gila lalu setelah itu kembali mengecewakannya. Silvya merasa seperti di permainkan oleh Jim. Kenapa Jim harus memilihnya jika ia tidak sepenuh hati mencintainya?
"Sayang, kamu jangan berprasangka buruk padaku. Aku tidak bermaksud ingkar janji denganmu. Aku benar-benar berniat untuk mengajakmu pergi, tapi urusan ini benar-benar sangat mendesak, Sayang. Please, aku harap kamu mengerti." Jim mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum ia berkata dengan sungguh-sungguh.
"Pertanyaanku bukan itu, Jim. Apakah kamu hanya ingkar janji kepadaku atau itu juga kamu lakukan ke wanitamu yang lain?" Silvya kembali memperjelas pertanyaannya.
Jim membalasnya dengan merangkum wajah Silvya. Ia mencium puncak kepala Silvya berusaha membuat Silvya merasa nyaman dan percaya padanya.
"Aku tidak pernah menjanjikan apapun kepada wanita lain, Sayang. Karena hanya ada kamu yang sungguh-sungguh kucintai," gombal Jim untuk yang kesekian kali.
Tatapan Silvya mulai terlihat frustrasi. Bagaimana dia bisa membuat Jim mengatakan yang sesungguhnya? Pria ini benar-benar membingungkan baginya. Ia pikir ketika Jim melamarnya, Jim sudah serius untuk berubah dan membuktikan kesungguhannya. Tapi ternyata, Jim tetap seperti ini. Penuh kepalsuan dan susah ditebak.
Silvya perlahan melepaskan rangkumannya di rahang Jim yang ditumbuhi bulu-bulu tipis. Ia kembali fokus ke makanannya dan tidak bertanya apapun lagi.
Mereka berdua pun akhirnya makan dalam diam. Selesai dengan sarapannya, Jim mulai mengutak utik ponselnya lalu memasukkannya ke dalam saku. Ia menyulut rokok putihnya dan menghirup aroma nikotinnya dalam-dalam.
"Sayang, apa kamu suka kita menginap di sini? Atau kamu mau pindah ke tempat lain yang lebih bagus pemandangannya?" tanya Jim sambil tangannya melingkar di bahu Silvya.
Silvya kembali mendongakkan kepalanya dan menatap Jim. Jika Jim sudah mulai menawarkan hal-hal yang manis seperti ini, artinya ada dua. Dia pasti sedang menutupi sebuah dosa atau jangan-jangan dia sedang ingin membuat dosa baru.
Berkali-kali tawaran manisnya selalu mengandung racun di baliknya. Ia gunakan hal yang manis untuk menutupi hal-hal buruk yang sedang dikerjakannya.
"Aku bisa tidur di mana saja, Jim. Selama di sana ada kamu. Percuma kamu pindahkan aku ke istana jika malamnya kamu menghilang," sindir Silvya tanpa bisa ditahan lagi.
"Uhukkk! Uhukkk!!" Jim keselek asap rokoknya sendiri.
Jawaban sinis Silvya seperti pedang yang baru saja menggorok lehernya. Belum pernah Silvya berkata dengan nada seperti itu. Dan hari ini ucapan sinis istrinya itu seperti menempelak dirinya.
"Ya, baiklah, Sayang. Nanti malam aku tidak akan kemana-mana. Aku akan bersama denganmu. Oh iya, Sayang. Aku pergi sebentar ya? Hanya sebentar saja, setelah itu aku akan kembali. Em, kamu mau dibawain apa?" Nada Jim tetap berusaha lembut.
Selama ini Silvya sangat sabar menghadapinya, jadi jika ia sekarang sedikit jutek, Jim berusaha untuk memakluminya.
Silvya memutar bola matanya ke atas mendengar tawaran baru Jim. Seperti yang ia duga, Jim hendak pergi lagi. Jangan-jangan ia ingin menemui wanita yang tadi mengirim pesan. Siapa yang membutuhkan Jim sampe segitunya? Dari bahasanya, tidak terlihat bahwa mereka sedang terlibat hubungan pekerjaan. I need you so bad, katanya? Mana ada rekan bisnis yang menggunakan kata-kata itu dalam berkirim pesan?
"Jika aku melarangmu, apakah kamu akan tetap pergi?" tanya Silvya sambil menutup sendok dan garpunya.
"Sayang, aku tidak akan lama. Aku hanya sebentar saja. Maaf, jika aku masih sangat sibuk di hari-hari pertama pernikahan kita. Sekalipun aku sudah mengajukan untuk cuti, tapi pekerjaanku tidak bisa kutinggal begitu saja. Aku harap kamu mengerti, Sayang." Jim berkata penuh permohonan.
"Pergilah." Silvya akhirnya berkata sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Wajahnya terlihat tanpa ekspresi dan ia pun sudah malas untuk membahas hal itu.
"Oh! Terimakasih, Sayang! Kamu memang istri yang pengertian. Aku tidak salah telah memilihmu." Jim kembali mengecup kening Silvya sebelum akhirnya dia beranjak pergi.
Silvya hanya menatap nanar kepergian Jim. Hatinya mulai merasa jenuh dan sesak melihat perilaku Jim yang tidak berubah. Ia tidak pernah menyangka bahwa pernikahan yang ia junjung tinggi malah seperti ini. Menikah dengan orang yang tidak tepat benar-benar menyesakkan hati!
Silvya kembali ke kamarnya sendirian. Langkahnya terasa lambat, pemandangan indah yang tersaji di sepanjang jalan setapak yang menuju kamarnya tidak bisa membuat perasaannya menjadi lebih baik.
Sepasang mata dari tadi mengamati langkah Silvya. Ia memperhatikan Silvya yang terus berjalan sambil menunduk menuju kamarnya sampai Silvya menghilang di balik pintu.
"Aku harus tau, siapa namamu," gumam seseorang itu.
Knock! Knock !!Sebuah ketukan di pintu mengagetkan Silvya. Ia segera bangun dari acara berbaringnya sambil mengerutkan kening. Siapa yang mengetuk pintu? Jelas itu bukan Jim! Jim bisa membuka pintu kamar ini sendiri. Tidak perlu mengetuk pintu seperti ini. Silvya berjalan ke arah pintu dengan penuh pertanyaan. Mungkinkah room boy? Tapi ia tidak merasa memesan apapun."Ya? Ada apa?" Ia melihat seorang pria yang usianya masih terlihat muda berdiri di depan pintunya.Wajah pria itu sangat tegas dan maskulin. Kulitnya berwarna sawo matang dengan garis rahang yang tegas. Alisnya tebal demikian juga bibirnya. Tubuhnya tinggi namun tidak setinggi Jim. Ia mengenakan kaos yang memperlihatkan bentuk tubuhnya yang keras dan sedikit berotot. Dan ... dia cukup tampan ...!"Maaf, apakah benar ini adalah kamar dari ..." Pria itu mencoba memancing Silvya untuk menyebutkan namanya."Jim Cartersville ..." sahut Silv
Hari sudah sore, namun Jim belum juga kembali. Astaga! Hati Silvya seperti sesak rasanya. Memiliki suami tapi seperti wanita jomblo. Ia bahkan tidak tau Jim ada di mana sekarang. Namun untuk menelponnya, Silvya takut mengganggu privacy Jim. Apa kata teman Jim nanti? Dia memiliki seorang istri yang posesif? Ah! Tidak! Silvya tidak ingin membuat Jim merasa tidak nyaman memiliki istri yang posesif.Silvya keluar kamar untuk menenangkan hatinya, melihat tanaman hijau mungkin bisa sedikit membawa ketenangan bagi batinnya. Atau ... Berenang? Ah tidak! Kolam renang itu terlalu sepi, ia akan jadi pusat perhatian jika berenang sendirian di sana. Jadi yang Silvya lakukan akhirnya hanya menceburkan kedua kakinya ke dalam kolam berwarna biru itu.Silvya kembali meraba kalungnya. Mengingatkannya pada sosok Chris. Akankah nasib pernikahannya akan seperti ini jika ia menikah dengan Chris? Mungkin tidak. Chris adalah pria yang memegang komitmen. Chris tidak pernah
Silvya menatap punggung Jim dengan frustasi. Ia tidak percaya Jim malah menyerahkan dirinya kepada Bill. Orang yang membuatnya tidak nyaman beberapa menit terakhir."Hey, let's sit!" Bill menarik lengan Silvya dan mengajaknya untuk duduk di sofa yang tersedia di balkon itu.Anggur yang Silvya letakkan di dinding balkon juga diambil oleh Bill dan diletakkan di meja yang ada di depan sofa."Bill! I ...""Hey, don't worry. I'm a good person!" Bill seolah mengerti kekhawatiran Silvya.Wajah lugu dan ekspresinya yang mudah terbaca membuat Bill semakin tertarik dengannya. Dan Silvya yang manis ini menjadi istri Jim? Yang benar saja! Mimpi buruk apa yang membuat Silvya mau menjadi istri Jim? Bill tanpa sadar menggelengkan kepalanya memikirkan semua kemungkinan itu."What's wrong?" Silvya merasa aneh melihat Jim menggelengkan kepalanya."Oh, nothing! I'm j
Mobil Bill berhenti di sebuah rumah yang elite. Rumah itu memiliki pagar besi otomatis yang bisa membuka pagar sendiri hanya dengan men-screening wajah Bill dari jendela mobil yang transparan. Bill memasukkan mobil Porsche-nya ke garasi lalu ia hendak menggendong Silvya ala bridal style ke dalam rumah. Namun baru saja Bill melingkarkan tangan Silvya di lehernya bibir tipis milik Silvya tanpa sengaja menyentuh miliknya. Dan Silvya memagutnya dengan lembut.Bill mematung sesaat lamanya merasakan pagutan lembut Silvya! Cara Silvya menciumnya seperti seorang anak sekolahan. Tidak liar dan penuh kelembutan. Otak Bill seketika berhenti beroperasi. Perasaan apa ini? Bill masih berusaha menikmati perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Wanita ini benar-benar membuatnya merasa seperti remaja yang baru mengenal cinta.Silvya terus menggerakkan bibirnya menikmati bibir Bill yang tebal seolah ia sedang menik
Silvya memegang kepalanya yang terasa pening. Ia mengerjapkan matanya ketika sinar matahari menembus tirai jendela dan menerpa wajahnya."Ah! Dimana aku?" Silvya menatap ruangan tempat ia berbaring.Ini bukan kamarnya, ini juga bukan kamar hotel dan apakah ini kamar di rumah Jim? Silvya belum pernah tinggal di rumah Jim. Ia hanya mampir sekali saja dan itu pun hanya duduk di ruang tamu. Silvya duduk dan terkejut ketika mendapati tubuhnya tidak berbusana."Hah!!? Apa yang sudah terjadi semalam?" Silvya bergumam dengan bingung. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi. Ia memejamkan matanya membayangkan apa hal terakhir yang bisa ia ingat."Emm .... tidak, Jim meninggalkanku dan seingatku Jim tidak kembali untuk menjemputku. Jadi?" Silvya kembali membelalakkan matanya ketika mengingat wajah Bill.Bill lah yang terakhir kali bersamanya. Jadi? Oh tidak!!!! Apakah ini rumah Bill? Dan apakah Bill telah menye
Bill berkali-kali menatap Silvya yang duduk di sampingnya. Silvya diam seribu bahasa dan pandangannya terlihat kosong dan tak terarah.Jim mengarahkan mobilnya menuju hotel tempat Silvya menginap. Silvya memutuskan untuk mengambil barangnya dan pergi dari sana. Setelah kemarin ia sendirian di hotel, sekarang Jim malah mempercayakan Bill untuk menjaganya. Silvya benar-benar merasa jadi orang yang tidak berguna! Pernikahan apa yang sebenarnya sedang ia jalani saat ini?Saat semua para pengantin baru menikmati hari-hari indahnya bersama pasangan, ia malah seperti orang jomblo yang mengenaskan. Dan tanpa bisa ditahan, airmata Silvya kembali menetes! Tapi Silvya dengan cepat menghapusnya.Mereka sudah sampai di depan lobby hotel. Silvya menyuruh Bill untuk pergi meninggalkannya namun Bill yang melihat Silvya seperti orang linglung, jelas tidak mungkin rela membiarkan Silvya sendirian. Tanpa bisa dicegah, Bill pun mengikuti langkah Silvya
Silvya sedang mematut di depan cermin. Ia mengenakan atasan berbahan rajut warna cream dengan lengan 3/4 dipadu dengan celana panjang kulit berwarna hitam. Rambutnya diangkat keatas berbentuk cepolan kecil dengan anak-anak rambut yang menjuntai ke bawah mulai dari dahi sampai tengkuknya. Menimbulkan kesan seksi yang menggoda.Silvya melirik jam tangannya, ini sudah pukul 6 malam. Ia masih sabar menunggu Jim datang. Setau Silvya, Jim bilang bahwa ia sudah memberitahukan bahwa ia akan off dalam urusan pekerjaannya selama 3 hari karena menikah. Tapi, selama dua hari ini, ia bahkan hanya menemani Silvya hanya beberapa menit saja. Lalu kemana waktu sisanya ia gunakan?Silvya berjalan mondar mandir di kamarnya menunggu kabar dari Jim. Hatinya mulai resah ketika penunjuk menit sudah bergerak ke angka 9, ini artinya sudah 45 menit ia menunggu. Ah ya! Mungkin makan malam kan sebagian orang dimulai pada pukul tujuh. Silvya masih berusaha berpikir positi
'Bill? Kok Bill bisa tau nomorku? Apakah Jim yang memberitahu? Ah! Tapi untuk apa?' Dalam kebingungannya, Silvya langsung memasukkan ponselnya ke dalam tas dan menghapus pesan Bill. Ia tidak ingin mendapat masalah dengan Jim jika sampai Jim tau Bill mengatakan hal yang tidak-tidak padanya."Let's go, Sayang!" Jim berdiri begitu melihat Silvya sudah turun dengan membawa kopernya."Aku panggil mama dan papa dulu," ucap Silvya.Dan setelah berpamitan, Jim membawa Silvya menuju apartemen yang memang ia beli untuk mereka tinggal. Sebuah apartemen premium kelas atas yang banyak dihuni oleh para expatriat. Memiliki private lift dan kode rahasia ketika kita ingin memasuki ruangan.Tapi ... sesuatu yang layak dikagumi, tidak direspon demikian oleh Silvya. Wajah Silvya terlihat datar dan biasa saja ketika melihat perabotan bermerk yang mahal. Sofa empuk berwarna krem pucat yang terletak di tengah ruangan dengan Smart TV beruk