Silvya menatap punggung Jim dengan frustasi. Ia tidak percaya Jim malah menyerahkan dirinya kepada Bill. Orang yang membuatnya tidak nyaman beberapa menit terakhir.
"Hey, let's sit!" Bill menarik lengan Silvya dan mengajaknya untuk duduk di sofa yang tersedia di balkon itu.
Anggur yang Silvya letakkan di dinding balkon juga diambil oleh Bill dan diletakkan di meja yang ada di depan sofa.
"Bill! I ..."
"Hey, don't worry. I'm a good person!" Bill seolah mengerti kekhawatiran Silvya.
Wajah lugu dan ekspresinya yang mudah terbaca membuat Bill semakin tertarik dengannya. Dan Silvya yang manis ini menjadi istri Jim? Yang benar saja! Mimpi buruk apa yang membuat Silvya mau menjadi istri Jim? Bill tanpa sadar menggelengkan kepalanya memikirkan semua kemungkinan itu.
"What's wrong?" Silvya merasa aneh melihat Jim menggelengkan kepalanya.
"Oh, nothing! I'm just wondering. What has he done to you to make you ready to be his wife?" Bill menatap Silvya, seperti menanti jawaban wanita itu dengan serius.
"What?" Silvya mengerjapkan matanya. Masih belum paham dengan maksud pertanyaan Bill.
"Did he said that he loved you?" Bill mencoba mencari tau.
"Yeah! Of course!" Silvya terlihat tidak senang dengan pertanyaan Jim yang menurutnya bersifat sangat pribadi.
"Oh! Okay. Did he kissed you?" Tanya Bill lagi. Kali ini tatapannya terlihat intens.
"Bill! I don't like this conversation!!" Silvya segera berdiri dan ia berniat untuk pulang sendiri menggunakan taxi online.
"Hey!!" Bill dengan cepat menahan tangan Silvya dan menariknya untuk duduk kembali.
"Okay, let's talk about something else." Bill berusaha untuk tidak membuat Silvya marah. Malam ini, ia sudah membuat Silvya hampir marah sebanyak dua kali. Keliatannya ia harus berhati-hati dalam mencari topik.
Wajah Silvya terlihat tidak senang. Ia berusaha untuk lepas dari genggaman tangan Bill namun Bill keliatannya tidak akan melepaskannya begitu saja
"Your husband entrusts you to me, so forgive me if I'm not going to let you go." Bill mencoba memberi pengertian.
Silvya mengerang dalam hati! Keliatannya memanggil Jim kemari tadi adalah sebuah kesalahan. Sekarang ia malah tidak bisa pergi kemanapun dan harus terpenjara dalam sebuah percakapan yang membosankan dengan Bill.
"Come and sit!" Bill kembali menarik Silvya untuk duduk dengannya.
Silvya hanya bisa pasrah. Berkali-kali ia menarik nafas dalam-dalam, entah sampai kapan ia bisa keluar dari sini. Perutnya sekarang bahkan sangat kelaparan! Jim benar-benar keterlaluan! Apakah dia sama sekali tidak merasa kelaparan? Silvya hanya sarapan pagi saja sejak tadi. Dan sekarang ... ?
Kriuk!!??
Perutnya berbunyi di saat ia baru saja duduk. Dan matanya seketika mendelik mendengar suara perutnya sendiri.
"Are you hungry?" Bill tersenyum geli melihat ekspresi Silvya yang terkejut dengan suara perutnya sendiri.
"No! I just ..."
"C'mon! Let's have some dinner!" Bill tanpa ragu menggandeng tangan Silvya menuju ruang makan.
Gaun Silvya yang panjang dengan belahan yang tinggi membuatnya sedikit gelisah. Langkah Bill yang lumayan lebar membuatnya harus terseok-seok dan berkali-kali paha putihnya mengintip keluar. Silvya berusaha setengah mati menutupi pahanya yang bisa saja menarik perhatian lawan jenis. Dia tidak terbiasa tampil vulgar seperti ini. Dan ini sungguh memalukan!
"Bill!! Wait!!" Silvya berusaha menarik tangannya yang diseret dengan kuat oleh Bill.
"What's going on?" Bill menoleh ke arah Silvya dan ia melihat Silvya berjalan sambil sedikit membungkuk karena repot dengan gaunnya. Tangannya berkali-kali berusaha merapatkan gaunnya yang dibagian paha.
"Ohh!" Bill kembali tersenyum. Ia merasa sangat lucu melihat Silvya berusaha menutupi asetnya.
Di saat semua wanita berusaha mengekspose semua bagian tubuhnya yang indah, Silvya malah berlaku sebaliknya. Wanita ini malah sibuk menutupinya.
Bill melambatkan langkahnya dan berusaha mengikuti langkah Silvya yang sedikit lambat.
"Why you wearing this gown if you feel uncomfortable?" Bill menatap Silvya yang berjalan di sisinya.
"This gown was Jim's choice. I just wanna make him happy." Silvya meringis dengan tatapan sedikit kecewa.
Harapannya untuk bisa tampil maksimal di depan suami dan bercengkerama sambil makan malam, buyar sudah. Dan sekarang dirinya malah diajak makan malam oleh kawan Jim. Sebenarnya apa yang lebih penting bagi Jim dibanding dirinya? Silvya benar-benar tidak mengerti!
"Take what you want." Bill menyerahkan sebuah piring ke Silvya dan ia juga mengambil satu untuknya.
Mereka berjalan berkeliling meja dan mengambil makanan yang ada di sana. Perut Silvya yang sangat kelaparan membuatnya sedikit tersulut emosi. Ia mengambil hampir semua menu dan membuat piringnya terlihat penuh. Sesuatu yang lagi-lagi cukup menggelikan bagi Bill. Namun ia menahan bibirnya untuk tidak mengeluarkan komentar. Ia tidak ingin membuat Silvya merasa malu atau marah.
"Let's sit over there," ajak Bill sambil menunjuk ke sebuah kursi di sebuah sudut ruangan.
Silvya mengikuti langkah Bill. Dan mereka duduk berdampingan sambil menikmati santap malam. Silvya makan dengan lahap dan sama sekali tidak memperhatikan Bill yang sesekali meliriknya sambil menahan senyum.
Bill sama sekali tidak habis pikir, bagaimana bisa Jim mendapatkan istri yang begini apa adanya, dan itu benar-benar sebuah keberuntungan. Silvya tidak menjaga image dan terkesan sangat polos. Sedikit tertutup dan memiliki spontanitas yang bagi Bill sangat menggemaskan.
"Are you still hungry?" tanya Bill melihat makanan di piring Silvya tinggal sedikit.
"No. It's more than enough. I think I take too many foods." Silvya tersenyum menahan malu. Ia baru sadar bahwa apa yang diambilnya keliatannya kelewat batas. Dan ia sedang makan bersama seorang pria asing. Teman pria dari suaminya. Pasti pria itu berpikir bahwa istri Jim sangat rakus.
"Emm. I'm so sorry. Actually, I've never eaten this much before." Silvya berusaha memperbaiki keadaan. Ia tidak ingin Bill menganggap Jim memiliki istri yang banyak makannya.
"Yeah, I know. Don't worry. Your body looks shape and beautiful, so I'm sure you have been keeping your diet all this time. And maybe, it's because the food here looks so tasty that it makes us forget ourselves, right?" Bill berusaha memberikan kata-kata penghiburan.
Silvya jadi tersenyum kecut mendengarnya. Dan ia jadi tidak berani menghabiskan makanannya yang tersisa sedikit.
"Are you thirsty?" Bill melihat Silvya melayangkan pandangannya ke arah meja minuman. Namun tidak terlihat minuman air mineral di sana. Yang ada hanya para pramusaji yang berkeliaran membawa minuman anggur di nampan.
"I can't drink wine." Silvya terlihat frustrasi.
"It won't make you drunk, Silvya! Trust me! I'll keep an eye on you! You're my best friend's wife. So what's make you worry?" Bill sekali lagi berusaha meyakinkan Silvya.
Silvya masih terlihat enggan. Namun ia benar-benar merasa haus. Makan segitu banyak membuat tenggorokannya tercekat.
Bill melambaikan tangannya memanggil pramusaji. Dan datanglah seorang ke hadapan mereka berdua sambil mengunjukkan nampan.
"Please, Sir!" Pramusaji itu sedikit membungkukkan badannya. Dan Bill mengambil segelas anggur untuk diberikan kepada Silvya sementara segelas lagi untuk dirinya sendiri.
Silvya lagi-lagi menerima gelas berkaki panjang itu dengan enggan. Ingin rasanya ia memanggil Jim. Paling tidak jika ia mabok, maka ia akan berada dalam pelukan suaminya dan bukan dalam pelukan pria asing. Tapi mengingat sikap Jim tadi, Silvya merasa usahanya akan sia-sia. Jim telah mempercayakan dirinya kepada Bill. Seorang pria yang entah siapa sehingga berhak mendapatkan kepercayaan untuk menjaganya.
Menit demi menit berlalu, tenggorokan Silvya terasa semakin sesak. Sementara Bill, ia tidak lagi memaksa Silvya untuk meminum anggurnya, wajah Silvya yang seperti orang di tengah padang gurun karena kehausan membuatnya yakin bahwa Silvya, cepat atau lambat akan menenggak habis minumannya.
Dan benar saja ...
Silvya dengan perlahan menempelkan bibir tipisnya ke gelas yang berisi cairan berwarna merah. Rasa hausnya membuatnya terpaksa harus menenggak minuman haram itu.
Satu tegukan ....
Dua tegukan ....
Tiga tegukan ....
Silvya merasa tenggorokannya terasa panas. Namun ia merasa belum puas untuk minum sehingga tanpa berpikir lagi ia langsung mendongakkan kepalanya dan mengosongkan gelas berkaki panjang itu.
Bill kembali tersenyum melihat Silvya akhirnya minum tanpa harus dipaksa olehnya.
"How does it feels?" Bill menatap Silvya yang wajahnya mulai memerah.
"I feel so hot, in here!" Silvya menunjuk tenggorokannya.
"Don't worry, you'll get use to it," ucap Bill sambil tersenyum. Ia meletakkan piring kosongnya di meja samping lalu meminum anggurnya sendiri.
"I better go home." Silvya mulai merasa tidak nyaman.
Ia mengeluarkan ponselnya dan mulai mencari nama Jim di sana. Layar ponselnya di scroll ke atas dan ke bawah namun ia tidak bisa menemukan nama Jim.
"Ya Tuhan! Di mana namanya?" Silvya bergumam sendiri. Tulisan di ponselnya mulai berkembang biak secara tak terbatas. Dan ia berkali-kali menggelengkan kepalanya berusaha memfokuskan pandangannya ke layar ponsel.
"Can I help?" Bill menawarkan bantuan.
"I can't find Jim's name. Please find it for me!" Silvya menyerahkan ponselnya kepada Bill.
Bill lagi-lagi tersenyum. Ia dengan senang hati menerima ponsel Silvya dan memencet nomornya sendiri untuk mengetahui nomor telpon Silvya.
Ponsel Bill bergetar lalu ia menghapus recent call yang baru saja dibuatnya.
"Jim looks so busy. I can take you home if you let me," tawar Bill kemudian.
"Oh no! You don't have to! I ... I don't wanna trouble you!" Silvya mengebaskan tangannya.
Bill terkekeh mendengar suara Silvya yang terdengar tidak fokus.
"I don't feel you trouble me, Silvya!" Bill menangkap tangan Silvya dan menggenggamnya.
"C'mon, let me take you home, Silvya!" Bill mengajak Silvya untuk berdiri.
"I ... I can't! I feel so dizzy ...!" Silvya berkata sambil memejamkan matanya.
"It's okey, let me help you!" Bill memeluk bahu Silvya dan mengajaknya untuk berjalan.
Sementara Silvya sudah merasa dunianya sedang berputar. Tangannya terus memegangi kepalanya yang merasa pusing sementara wajahnya sudah semakin memerah. Tubuhnya juga terasa panas dan gerah.
"Aku butuh air !" Silvya berbisik dengan lemah sambil memegangi tenggorokannya yang terasa terbakar.
"Jim ... ambilkan aku air!" Silvya kembali berkata. Kepalanya tanpa sadar sudah tergolek di bahu Bill.
Bill tidak mengerti apa yang diucapkan Silvya, tapi melihat wanita di pelukannya tanpa tenaga, ia semakin mengeratkan pelukannya.
Kaki Silvya tidak bisa bergerak dengan cepat dan tubuhnya semakin sempoyongan.
"Aku ... benci anggur! Ah! Seharusnya aku tidak meminumnya ..." Silvya mulai mengoceh.
"Jim ...! Kepalaku sakit ..."
Melihat Silvya yang sudah mabok, Bill tidak lagi menuntunnya. Ia dengan sigap menggendong Silvya ala bridal style.
"Jim, aku kepanasan!" Silvya kembali menyentuh tenggorokannya dan tubuhnya bergerak-gerak di dalam gendongan Bill.
Bill membawa Silvya ke parkiran dan memasukkan Silvya ke dalam mobil Porsche 911-nya. Ia melandaikan kursinya dan membiarkan Silvya berbaring di sana. Lalu dengan cepat ia berputar menuju kursi kemudi.
"Silvya, tell me your address!" Bill menyentuh lengan Silvya berusaha membuat Silvya sadar.
"Hmm ..." Silvya mengerutkan keningnya, tubuhnya menggeliat sambil memegangi tenggorokannya.
Melihat Silvya tidak meresponnya, Bill melajukan mobilnya menuju ke ....
*****
Mobil Bill berhenti di sebuah rumah yang elite. Rumah itu memiliki pagar besi otomatis yang bisa membuka pagar sendiri hanya dengan men-screening wajah Bill dari jendela mobil yang transparan. Bill memasukkan mobil Porsche-nya ke garasi lalu ia hendak menggendong Silvya ala bridal style ke dalam rumah. Namun baru saja Bill melingkarkan tangan Silvya di lehernya bibir tipis milik Silvya tanpa sengaja menyentuh miliknya. Dan Silvya memagutnya dengan lembut.Bill mematung sesaat lamanya merasakan pagutan lembut Silvya! Cara Silvya menciumnya seperti seorang anak sekolahan. Tidak liar dan penuh kelembutan. Otak Bill seketika berhenti beroperasi. Perasaan apa ini? Bill masih berusaha menikmati perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Wanita ini benar-benar membuatnya merasa seperti remaja yang baru mengenal cinta.Silvya terus menggerakkan bibirnya menikmati bibir Bill yang tebal seolah ia sedang menik
Silvya memegang kepalanya yang terasa pening. Ia mengerjapkan matanya ketika sinar matahari menembus tirai jendela dan menerpa wajahnya."Ah! Dimana aku?" Silvya menatap ruangan tempat ia berbaring.Ini bukan kamarnya, ini juga bukan kamar hotel dan apakah ini kamar di rumah Jim? Silvya belum pernah tinggal di rumah Jim. Ia hanya mampir sekali saja dan itu pun hanya duduk di ruang tamu. Silvya duduk dan terkejut ketika mendapati tubuhnya tidak berbusana."Hah!!? Apa yang sudah terjadi semalam?" Silvya bergumam dengan bingung. Ia mencoba mengingat apa yang terjadi. Ia memejamkan matanya membayangkan apa hal terakhir yang bisa ia ingat."Emm .... tidak, Jim meninggalkanku dan seingatku Jim tidak kembali untuk menjemputku. Jadi?" Silvya kembali membelalakkan matanya ketika mengingat wajah Bill.Bill lah yang terakhir kali bersamanya. Jadi? Oh tidak!!!! Apakah ini rumah Bill? Dan apakah Bill telah menye
Bill berkali-kali menatap Silvya yang duduk di sampingnya. Silvya diam seribu bahasa dan pandangannya terlihat kosong dan tak terarah.Jim mengarahkan mobilnya menuju hotel tempat Silvya menginap. Silvya memutuskan untuk mengambil barangnya dan pergi dari sana. Setelah kemarin ia sendirian di hotel, sekarang Jim malah mempercayakan Bill untuk menjaganya. Silvya benar-benar merasa jadi orang yang tidak berguna! Pernikahan apa yang sebenarnya sedang ia jalani saat ini?Saat semua para pengantin baru menikmati hari-hari indahnya bersama pasangan, ia malah seperti orang jomblo yang mengenaskan. Dan tanpa bisa ditahan, airmata Silvya kembali menetes! Tapi Silvya dengan cepat menghapusnya.Mereka sudah sampai di depan lobby hotel. Silvya menyuruh Bill untuk pergi meninggalkannya namun Bill yang melihat Silvya seperti orang linglung, jelas tidak mungkin rela membiarkan Silvya sendirian. Tanpa bisa dicegah, Bill pun mengikuti langkah Silvya
Silvya sedang mematut di depan cermin. Ia mengenakan atasan berbahan rajut warna cream dengan lengan 3/4 dipadu dengan celana panjang kulit berwarna hitam. Rambutnya diangkat keatas berbentuk cepolan kecil dengan anak-anak rambut yang menjuntai ke bawah mulai dari dahi sampai tengkuknya. Menimbulkan kesan seksi yang menggoda.Silvya melirik jam tangannya, ini sudah pukul 6 malam. Ia masih sabar menunggu Jim datang. Setau Silvya, Jim bilang bahwa ia sudah memberitahukan bahwa ia akan off dalam urusan pekerjaannya selama 3 hari karena menikah. Tapi, selama dua hari ini, ia bahkan hanya menemani Silvya hanya beberapa menit saja. Lalu kemana waktu sisanya ia gunakan?Silvya berjalan mondar mandir di kamarnya menunggu kabar dari Jim. Hatinya mulai resah ketika penunjuk menit sudah bergerak ke angka 9, ini artinya sudah 45 menit ia menunggu. Ah ya! Mungkin makan malam kan sebagian orang dimulai pada pukul tujuh. Silvya masih berusaha berpikir positi
'Bill? Kok Bill bisa tau nomorku? Apakah Jim yang memberitahu? Ah! Tapi untuk apa?' Dalam kebingungannya, Silvya langsung memasukkan ponselnya ke dalam tas dan menghapus pesan Bill. Ia tidak ingin mendapat masalah dengan Jim jika sampai Jim tau Bill mengatakan hal yang tidak-tidak padanya."Let's go, Sayang!" Jim berdiri begitu melihat Silvya sudah turun dengan membawa kopernya."Aku panggil mama dan papa dulu," ucap Silvya.Dan setelah berpamitan, Jim membawa Silvya menuju apartemen yang memang ia beli untuk mereka tinggal. Sebuah apartemen premium kelas atas yang banyak dihuni oleh para expatriat. Memiliki private lift dan kode rahasia ketika kita ingin memasuki ruangan.Tapi ... sesuatu yang layak dikagumi, tidak direspon demikian oleh Silvya. Wajah Silvya terlihat datar dan biasa saja ketika melihat perabotan bermerk yang mahal. Sofa empuk berwarna krem pucat yang terletak di tengah ruangan dengan Smart TV beruk
WARNING ! Bab ini tidak diperuntukkan bagi usia di bawah umur ya!! Karena konten mengandung adegan dewasa 21++Dosa dan nafsu, silahkan tanggung sendiri! Jangan nyalahin siapa-siapa termasuk Silvya!****Pria itu tersenyum melihat Silvya tertidur pulas. Ia duduk dan meraba wajah Silvya yang terlihat cantik dan polos."I miss you so bad, Silvya! Why you didn't reply my message, hm?"Melihat Silvya tidak meresponnya, pria itu semakin tersenyum senang. Keliatannya Silvya benar-benar sudah lumpuh total. Dan jika semalam ia tidak mendapatkan kepuasan, kali ini ia memutuskan untuk bisa mendapatkannya."Let's have fun, Girl!" Pria itu mulai meraba tubuh Silvya.Ia melepas pakaiannya sendiri dan mulai menjarah tubuh Silvya penuh nafsu. Melakukan hubungan dengan wanita yang sedang pulas jelas tidak seasyik dengan wanita yang bisa membalas. Namun begitu, Bill tetap merasa senang. Bisa
Tubuh Bill kaku menanti reaksi Silvya selanjutnya. Mata Silvya yang berkedip-kedip membuat wajah Bill semakin tegang."Jim ..." Silvya kembali menyebut nama Jim sambil tangannya merapatkan selimut yang membalut tubuhnya.Kening Silvya tiba-tiba berkerut. Tangannya mengepal seperti merasakan sesuatu yang aneh.Melihat itu, Bill bergegas keluar dan secepatnya meninggalkan apartemen. Jim pun sudah pergi entah kemana. Entah semalam ia sudah pergi atau tidak, Bill tidak memperhatikannya.Mendengar suara pintu kamar dibuka dan ditutup membuat Silvya seketika terjaga. Silvya membuka matanya dan menatap ke arah jendela kamar yang sudah mulai terang oleh sinar matahari pagi."Ehm! Kenapa aku merasa sangat capek sekali?" Silvya bergumam tak mengerti.Ia menggerak-gerakkan lehernya dan ketika tangannya menyentuh tengkuknya sendiri, Silvya baru sadar bahwa tubuhnya sudah tanpa busan
Bill mengajak Silvya untuk makan di sebuah restaurant Italia. Design interior restaurant itu berbau classic modern. Kursi-kursi dari kayu yang diplitur mengkilat memperkuat kesan classic yang ditimbulkan. Tirai berwarna putih yang menghiasi seluruh jendela kaca juga menimbulkan kesan hangat dan mewah, membuat hati Silvya merasa tentram. Wajahnya yang tadi terlihat kusut berubah menjadi tenang.Bill menatap wanita yang berjalan di sisinya. Dalam hati ia merasa senang bahwa ternyata kemarahan Silvya hanya sampai di bibir saja. Wanita ini akan menurut ketika mendapatkan sebuah perintah tegas dengan sedikit argument yang masuk akal.Bill mengajak Silvya untuk duduk di sisi jendela. Wajah Silvya terlihat bersinar ketika sinar matahari memantul dari kain putih yang melapisi alas meja. Membuat Bill menatap Silvya tanpa berkedip. Bagaimana mungkin ia bisa melupakan Silvya ke depannya? Perasaannya semakin hari semakin kuat. Dan semakin ia sering berhubungan