Share

Bab 4 - Keinginan Andreana

Bab 4 - Keinginan Andreana

Bagian 1

Setelah pertarungan antara Andreana dan Leon yang sempat menghancurkan seluruh taman dan sekitarnya. Kardinal lalu menancapkan tongkatnya di tengah-tengah taman tersebut. Setelah itu dia mengepalkan kedua tangannya dan berlutut.

“Berkahilah kepadaku ya Tuhanku, roh-roh pelindung yang Engkau ciptakan dari api yang cahayanya memberikan kehidupan. Katedral Gamma!” ucap Kardinal.

Seketika muncul lah pasukan dari atas langit. Kali ini pasukan yang datang mengenakan jubah hitam dengan simbol salib berwarna merah di tengahnya. Pasukan itu memiliki wajah patung berwarna emas. Berbeda dengan Katedral Beta, Katedral Gamma memiliki sayap putih. Sehingga saat mereka turun, mereka mendarat sangat elegan di depan Kardinal.

“Terima kasih atas kedatangan kalian, Katedral Gamma. Seperti yang kalian lihat, Taman Firdaus yang indah ini telah dirusak oleh umatku tanpa ketidak sengajaan. Jika kalian berkenan, tolong perbaiki Taman ini agar Tuhan menjanjikan surga bagi kalian.” ucap Kardinal.

Pasukan Katedral Gamma lalu menoleh kesana kemari untuk melihat kondisi taman tersebut. Setelah itu tanpa berkata apa-apa mereka lalu saling berpencar dan memulai memperbaiki taman tersebut.

Saat mereka melakukan perbaikan pada taman tersebut, Muhanov mendengar mereka berbisik dengan pelan. Muhanov tidak tahu apa yang mereka katakan karena suaranya terlalu kecil. Hingga saat seorang Katedral Gammar mulai mendatanginya dan memberikan kedua telapak tangannya ke depan Muhanov.

Be'ezrat Hashem, Deus spes nostra, Dominus fortitudo nostra, Dominus illuminatio mea, da Deus fortunae, Deus lo vult” ucap Katedral Gamma.

Entah kenapa kalimat tersebut membuat Muhanov jadi merinding, apalagi wajah patung tanpa ekspresi mereka menambah rasa horor.

Setelah Katedral Gamma mengucapkan itu. Baju yang dikenakan Muhanov yang sempat rusak setelah diserang oleh Leon langsung kembali seperti semula. Muhanov takjub melihatnya ketika baju yang diperbaikinya langsung terlihat seperti baru. 

Katedral Gamma lalu meninggalkan Muhanov tanpa berkata apapun dan mulai membantu pasukan yang lain untuk memperbaiki Taman Firdaus. Setelah 1 jam berlalu, taman yang tadinya porak poranda sebelumnya sudah menjadi baru dan indah lagi. Katedral Gamma juga tidak lupa untuk memperbaiki beberapa interior luar taman tersebut dan memperbaiki kerusakannya. Setelah dirasa tugas mereka selesai, mereka lalu berkumpul lagi ke depan Kardinal.

Kardinal lalu mencabut tongkat dari tanahnya dan Katedral Gamma memperbaiki tanah tersebut. Kardinal tersenyum kepada mereka dan mulai membungkuk di depan mereka.

“Terima kasih atas bantuan kalian, Katedral Gamma. Pengampunan kalian telah diterima oleh Tuhan” ucap Kardinal.

Setelah itu pasukan Katedral Gamma mulai menengadah kepalanya ke atas. Tubuh mereka mulai bercahaya dan perlahan-lahan mulai menghilang sambil meninggalkan beberapa bulu dari sayap mereka.

“Ya ampun. Aku sampai harus menurunkan mereka. Benar-benar pemborosan” gumam Kardinal.

Kardinal lalu berjalan mendekati Muhanov. Dengan pelan dia mengangkat tongkat salibnya dan mengetukkannya pelan kepada Muhanov.

“Tuhan memberkatimu,” ucap Kardinal, “Jadi, kamu sekarang menjadi suaminya Grand Master Andreana, ya?”

“Iya.” jawab Muhanov.

“Awalnya aku menolak sekali karena dia adalah seorang Grand Master di Templar. Aku sempat ingin menahannya tapi dia sudah kabur ke Kerajaan Vangarian dulu. Benar-benar merepotkan Grand Master satu ini.”

Kardinal lau membuka sebuah panel [Database] dan mengecek list Grand Master yang ada di sana. 

“‘Andreana Merlinstone’. Dia bahkan sudah memperbarui datanya sendiri,” ucap Kardinal, “Suami….. Muhanov Merlinstone. Kau ya?”

“Iya” jawab Muhanov.

“Yah setidaknya Andreana sudah melakukan kewajibannya dengan sangat baik. Tapi tetap saja aku sangat tidak menyetujui pernikahan kalian—meskipun sudah diresmikan oleh Dewi Kotor itu—Ehm, tapi Andreana sudah mengirimkan surat kepadaku berharap aku bisa memberkati pernikahan kalian…… Akan aku pertimbangkan nanti. Sekarang kau ikut denganku.”

“Ikut kemana?”

“Ke tempat penyaliban. Aku ingin memperlihatkan hukuman istrimu kepadamu.”

“Baiklah.”

Kardinal lalu mengetukkan tongkatnya ke bawah dan keluarlah sebuah piringan berwarna putih yang langsung berada di bawah kaki mereka. Kardinal lalu menggerakkan tongkat sedikit ke atas dan mereka mulai terbang ke atas.

Saat mereka terbang, Muhanov melihat kalau langit-langit taman ini ternyata sangat tinggi sekali. Saking tingginya, dia hampir tidak bisa melihat apa yang ada di atasnya karena cahaya yang sangat terang menyinari langsung ke bawah. Apalagi dinding-dinding yang mereka lewati juga tidak kalah unik: Terdapat banyak sekali lukisan-lukisan yang seperti menggambarkan sebuah kisah, Muhanov tidak mengerti apa yang dikisahkan di dinding itu; Ada juga pasukan Katedral Beta dan Katedral Gamma yang berdiri di dinding dengan tangan menyilang di dada; sarang burung merpati berbentuk rumah kecil yang sederhana juga ditempel di dinding tersebut.

Kardinal terus membawa Muhanov sampai ke atas hingga dia berhenti ke sebuah balkon berwarna merah. Balkon tersebut tidak memiliki jendela dan ada 2 wanita yang memakai gaun besi yang menjaga pintu masuknya.

. Mereka berdua turun. Dua wanita dengan gaun besi itu langsung memberikan hormat kepada Kardinal saat dia mau masuk ke sana. Muhanov mengikuti Kardinal di belakangnya.

Mereka berdua berjalan di sebuah lorong yang semua lantai dan dindingnya berwarna merah pekat. Mata Muhanov jadi agak sakit melihatnya. Mereka terus berjalan sampai mereka memasuki sebuah tempat yang luas.

Tempat itu adalah sebuah lapangan tanpa dinding dan langit.langit. Lapangan ini berada di atas Istana Templar dan Muhanov bisa melihat pemandangan indah dari atas sini.

Hanya saja pemandangan indah itu dia lewatkan setelah melihat ada seorang wanita yang disalib dan ditaruh di tengah-tengah lapangan tersebut. Wanita itu berambut merah dengan warna pirang di ujungnya. Muhanov mengenal siapa wanita yang disalib di sana. Wanita itu adalah istrinya, Andreana. 

Muhanov lalu berlari untuk mendekati Andreana. Tapi dia langsung ditahan oleh empat wanita dengan gaun besi yang berjaga di depan Salib Andreana. Mereka mengacungkan pedang mereka ke Muhanov dan menyuruhnya untuk tidak mendekat.

“Berhenti kau, orang asing! Kau dilarang mendekatinya!” kata salah satu wanita tersebut dengan nada keras.

“Turunkan senjata kalian, Ksatria Kudusku. Berikanlah izin pria itu untuk lewat. Dia adalah suaminya.” ucap Kardinal.

Ternyata mereka adalah Ksatria Kudus. Para Ksatria Kudus wanita itu jadi sedikit bingung, tapi akhirnya Muhanov diizinkan lewat untuk melihat Andreana lebih dekat.

Muhanov akhirnya bisa melihat Andreana secara langsung. Hanya saja sebuah pemandangan yang menyedihkan terlihat di depannya. Kedua tangan dan kaki Andreana diikat di sebuah salib besar; Tubuhnya yang tidak terikat membuatnya bergelantungan dengan kedua tangannya; wajahnya terlihat sangat pucat dan mengeluarkan keringat yang banyak.

Selain disalib, Andreana juga disiksa dengan sebuah sinar yang sangat panas dan menyilaukan dari empat cermin cekung besar yang diarahkan kepadanya. Cermin cekung itu masing-masing dipegang oleh Katedral Beta dan mereka mengumpulkan sinar matahari yang semua diarahkan sinarnya kepada Andreana.

“Andreana?” panggil Muhanov. 

Kardinal lalu mendekati Andreana dan menyuruh Katedral Beta untuk berhenti sebentar menyinarinya. Setelah itu Kardinal mencoba mencolek perutnya untuk membangunkan Andreana.

“Mungkin dia pingsan” ucap Kardinal, “Yah setidaknya aku bisa memperlihatkan hukuman kami bagi umat yang membangkang. Jadi kau harusnya senang karena istrimu sudah menggantikan hukumanmu juga.”

“Apa dia bisa mati?” tanya Muhanov

“Bisa juga iya, bisa juga tidak. Jangan khawatir, Grand Master seperti dia adalah orang yang kuat. Lagipula ini bukan pertama kalinya—” 

“Andreana!” panggil Muhanov lagi sambil memotong kalimatnya.

Andreana sendiri sedang dalam kondisi hampir kehilangan kesadaran, dia bahkan tidak tahu dengan apa yang terjadi di depannya. Rasa haus yang amat menyakitkan membuat tenggorokannya tersiksa. Sesaat dia mencoba menutup mata untuk tidur, tapi Katedral Beta mempermainkan cahaya dari cermin besar yang mereka bawa dan membuat Andreana jadi pusing. 

Hanya saja dia mendengar sesuatu. Dia mendengar ada seseorang yang memanggilnya. Suaranya sangat dia kenali. Andreana mencoba mengangkat kepalanya dan membuka matanya yang terasa kering dan berat. Sesaat dia menutupnya lagi karena cahaya matahari masih menyilaukan dirinya. Hanya saja Andreana paksakan tenaganya untuk melihat siapa yang yang memanggil dirinya.

Ternyata yang memanggil Andreana adalah suaminya, Muhanov.

“Mu...hanov….. Muhanov…” ucap Andreana dengan sangat lirih.

“Andreana! Andreana! Kau tidak apa-apa?” tanya Muhanov dengan sedih.

“Ke...kenapa kau… disini? Seharusnya… kau tidak boleh di….. Sini.”

“Aku yang membawanya ke sini, Andreana.” kata Kardinal.

“Kardinal…..? Apakah itu… kau?” kata Andreana sambil berusaha menoleh, “Kenapa kau….. Membawa suamiku kesini?”

“Untuk memperlihatkan hukumanmu kepadanya.” jawab Kardinal.

“Uuuhhh… Aku sebenarnya…... tidak mau memperlihatkan diriku…. seperti ini.”

“Kamu tidak apa-apa, Andreana?” tanya Muhanov lagi.

“Kamu…... mengkhawatirkanku? Aku…. senang sekali. Tapi aku tidak…. Apa-apa. Jangan… khawatir. Kumohon…. Jangan melihatku dengan wajah…. Seperti itu”.

“Tapi—”

“Kardinal. Mungkin aku…. Akan sedikit egois…. Lagi.”

“Kapan kamu tidak pernah egois, Andreana.” cibir Kardinal. 

Andreana ingin tertawa mendengarnya, tapi dia hanya bisa tersenyum, “Aku minta tolong…. Berikan akses ruanganku kepada suamiku. Aku mohon…. Dengan sangat.” mohonnya kepada Kardinal.

Kardinal berpikir sebentar sambil mengelus jenggotnya, “Sebenarnya aku tidak mau menyetujuinya karena suamimu ciptaan Dewi kotor itu. Kecuali kau mau menanggung konsekuensinya.”

“Aku akan menanggung…. semuanya,” Andreana lalu menoleh kepada Muhanov, “Muhanov, terima kasih…… sudah datang kesini. Tapi aku…. tidak ingin kamu melihatku seperti…… ini.”

“Tapi, kamu tidak apa-apa kan, Andreana?” tanya Muhanov.

“Kardinal, kumohon, bawa pergi suamiku….. tolong.” pinta Andreana.

“Baiklah. Ayo sang suami. Ikut aku.” ucap Kardinal.

“Tapi, kamu tidak apa-apa kan—”

“Hei, mundur! Kardinal sudah mengajakmu pergi, sekarang pergi dari sini!” teriak seorang Ksatria Kudus Wanita memotong kalimat Muhanov yang mau bertanya lagi.

Ksatria Kudus wanita itu mengacungkan pedangnya ke Muhanov dan menyuruhnya untuk pergi bersama Kardinal. Tanpa berkata apa-apa, akhirnya Muhanov menyetujuinya dan berjalan mengikuti Kardinal. 

Sesaat Muhanov menoleh lagi kepada Andreana. Andreana membalasnya dengan senyum yang lemah dan memberikan isyarat dengan kepalanya agar Muhanov segera pergi.

Bagian 2

Setelah kembali ke Taman Firdaus, Kardinal memeriksa panel [ID] yang dimiliki oleh Muhanov, setelah itu dia membacakan sebuah mantra sihir dengan bahasa yang sama sekali tidak bisa dimengerti Muhanov. 

Luos ym ni mih llif esael .Luos ym ni dnuof eb nac modsiw s'efil eht lla.” ucap Kardinal dengan pelan.

Mantra itu memberikan informasi baru pada panel [Ownership] yang Muhanov miliki. Disana seluruh kepemilikan barang-barang Templar yang dimiliki oleh Andreana akan juga dimiliki oleh Muhanov.

“Dengan ini kau bisa memasuki ruangan istrimu dan mengakses seluruh barang pribadinya yang ada di Istana Templar ini” ucap Kardinal.

Muhanov tidak menyangka jika Andreana memiliki banyak barang. Panel [Ownership] miliknya terus menambah list-list panjang sampai dia jadi malas untuk membacanya.

“Oh ya, kau mungkin sudah tidak boleh diizinkan untuk masuk ke dalam Perpustakaan lagi, tapi kau kuperbolehkan untuk memasuki ruangan istrimu—selama kau tidak mengotori ruangan sucinya.” kata kardinal.

“Baiklah. Terima kasih” balas Muhanov.

“Jangan kepadaku, aku tidak mau menerima ucapan terima kasih dari manusia ciptaan Dewi Kotor. Berterima kasihlah kepada istrimu” 

Kardinal lalu pamit dan meninggalkan Muhanov dengan terbang ke atas. Setelah itu Muhanov berjalan pergi menuju ruangan Andreana. 

Sesampainya disana, Muhanov dihadapkan oleh pintu besar ruangan Andreana yang terkunci dan tentu saja, tidak tahu bagaimana cara membukanya. Dia bingung, bagaimana caranya dia tahu bahwa dia bisa masuk ke dalam ruangannya? Tidak ada gagang pintu bahkan tidak ada lubang kunci.

Apa mungkin didorong? Muhanov lalu mencoba mendorongnya tapi tidak bisa dia buka. Apa yang harus dia lakukan, Kardinal bahkan tidak memberitahu cara membukanya.

“—Hei kau!” teriak seorang tiba-tiba dari belakangnya.

Muhanov langsung kaget ada seseorang yang memanggilnya dengan keras, dia lalu menoleh kebelakang dan melihat ada seorang Ksatria Kudus Wanita yang berdiri tepat di belakangnya. 

Ksatria Kudus wanita itu menatapnya dengan wajah penuh kecurigaan. Matanya yang berwarna biru memandang tajam lurus ke arah Muhanov. Dia lalu mendekati Muhanov sampai membuatnya bersandar ke dinding.

“Apa yang kau lakukan dengan tanganmu itu kepada pintu ruangan Grand Master Andreana? Apa kau tidak punya sopan santun?” ucap Ksatria Kudus wanita itu dengan keras.

Ksatria Kudus wanita di depan Muhanov memiliki tinggi yang hampir sama dengan istrinya. Wajahnya sedikit tua tapi dia punya riasan yang baik sehingga dia terlihat cantik. Ada bau harum semerbak dari rambut ungu belah tengah miliknya. Muhanov jadi sedikit terpana kepada wanita tersebut.

“Hei, jangan diam saja, jawab aku!” teriak Ksatria Kudus wanita itu lebih keras lagi.

“Eh anu, aku mau masuk. Tapi aku tidak bisa.” jawab Muhanov

“Masuk katamu? Memangnya kau siapa sampai berani-beraninya ingin masuk ke dalam ruangan Grand Master kami? Siapa kamu? Apa yang ingin kau lakukan? Apa kau mata-mata musuh? Apa kau pencuri? Siapa kamu? Siapa kamu!!!”

Ksatria Kudus wanita yang di depan Muhanov memang cantik, tapi dia mencerca Muhanov dengan banyak pertanyaan sampai wajahnya jadi terlihat jelek. Apalagi Ksatria Kudus wanita itu juga mulai mengacungkan pedangnya ke leher Muhanov. Muhanov tidak mengerti bagaimana harus menjawabnya.

“A-aku, aku—”

“Jawab aku atau aku akan membelah lehermu.” Ksatria itu mulai menempelkan bilah pedangnya ke Muhanov,

“A—”

“Jawab!”

“Aku mau menjawab. Berikan aku kesempatan aku menjawab!”

“Baiklah. Jawab dengan hati-hati agar pedangku ini tidak langsung menebas lehermu”  

“Aku—aku suami Grand master Andreana.” 

“Suami katamu! Jangan seenaknya kau mengakui Grand Master Andreana milik kami adalah suamimu. Kamu penipu ya!” Ksatria Kudus wanita itu mulai menggores sedikit leher Muhanov.

“Tidak. Aku benar-benar suaminya. Aku suaminya Andreana.”

“Jangan mengada-ada! Memangnya siapa namamu hah?”

“Namaku—namaku Muhanov Merlinstone.”

“Merlinstone? Muhanov? Kau Muhanov? Andreana sudah menikah denganmu? Apa benar itu? Jawab aku!”

“Iya. dia sudah menikahiku. Dia sudah menikahiku.” 

Sambil tetap menahan pedangnya ke leher Muhanov, Ksatria Wanita Kudus itu lalu mengetuk panel [ID] yang dimiliki oleh Muhanov dari kepalanya. Dia juga membuka [Database] Grand Master dan melakukan pemeriksaan kedua [ID] milik Andreana dan Muhanov. Setelah dia memeriksanya, wajahnya jadi sangat terkejut. Andreana ternyata sudah menikah dengan Muhanov dan namanya di [Database] sekarang adalah Grand Master Andreana Merlinstone. Pria yang sekarang lehernya dia pegang adalah suami Andreana. Dia lalu memeriksanya sekali lagi karena mengira ada yang salah terhadap [Database]nya, tapi hasilnya tetap benar.

Andreana, Grand Master yang disayangi Ksatria Wanita Kudus itu ternyata sudah menikah dan pria yang dia pegang memang 100% suami Andreana. Ksatria wanita kudus itu lalu menurunkan pedangnya dari leher Muhanov dan dengan gemetaran dia langsung berlutut di depannya dengan menundukkan kepalanya

“Maafkan atas ketidaksopanan saya, Muhanov Merlinstone,” kata Ksatria Kudus wanita tersebut “Saya tidak tahu jika dirimu adalah suami Andreana. Maafkan saya. Saya benar-benar mohon maaf sebesar-besarnya! Maafkan atas ketidak tahuan dan kesalahan saya ini.”

“Iya, tidak apa-apa. Aku tidak marah kok. Lagipula kau juga tidak salah apa-apa.” jawab Muhanov.

“Tidak, aku benar-benar bersalah atas semua ini. Aku bahkan mengacungkan pedangku kepadamu bahkan mengancam ingin membunuh suami dari Grand Master Andreana yang kami cintai. Perbuatan yang sudah kulakukan sudah mencemari nama Ksatria Kudus Templar serta menjadi dosa yang sangat besar dan sulit untuk diampuni.”

“Eehhh…. Tidak perlu sampai seperti itu.”

“Saya, Ardina, Ksatria Kudus Templar benar-benar sangat malu atas perbuatan saya yang sangat tercela ini.”

“Tidak, perbuatanmu tidak tercela sama sekali. Aku rasa itu hal yang wajar karena memang tadi aku terlihat mencurigakan.”

“Saya, Ardina, dengan segala hormat. Dosaku yang begitu besar karena perbuatan ini harus dibalas dengan hukuman yang sangat pedih. Berikanlah saya hukuman darimu, Tuan Muhanov Merlinstone.”

“Apa? Tidak, aku tidak bisa melakukan itu.”

“Kenapa? Kenapa Tuan Muhanov? Aku sudah mengacungkan pedangku kepadamu. Aku sudah menggores lehermu. Aku bahkan sudah menghinamu. Perbuatan dosa yang sudah sengaja aku lakukan ini harus dibalas dengan hukuman yang sangat pedih agar dosaku diampuni oleh Tuhan.”

“Tidak, tidak apa-apa kok. Kau tidak melakukan kesalahan apa-apa dan kau juga tidak menghinaku sama sekali.”

“Kalau Tuan Muhanov tidak mau menghukumku sama sekali. Maka aku akan pergi untuk meminta hukuman penyaliban dan disalib selama 1 bulan agar aku mendapatkan siksaan yang setimpal atas dosa besar yang telah aku lakukan.”

Muhanov merasa wanita ini terlihat tidak waras. Dia jadi heran seberapa besar pengaruh sekte Templar sampai membuat mereka jadi orang aneh seperti ini. Meskipun Muhanov juga sebenarnya tidak jarang melihat hal yang seperti selama perang terjadi, tapi tetap saja mereka benar-benar terlihat seperti orang gila.

“Kalau begitu Tuan Muhanov. Saya izin pamit dulu untuk menghadap Kardinal dan menghukum diriku sendiri di ruangan penyaliban” ucap Ardina sambil berdiri.

“Tidak, tidak, tidak.” kata Muhanov sambil menangkap kedua lengan Ardina yang mau pergi, “Aku sudah bilang kamu tidak salah. Jangan menyalahkan dirimu seperti itu. Aku tidak merasa marah sama sekali dan kamu juga tidak berdosa sama sekali.”

“Tidak, Tuan Muhanov” Ardina melepaskan kedua tangan Muhanov dari lengannya, “Saya tetap bersalah dan berdosa.”

“Kenapa kamu berpikir seperti itu?”

“‘Bagi siapapun yang mengusik apa yang dimiliki Grand Master, maka itu adalah sebuah dosa sebesar Gunung Sodom’ Kitab Templar 4:4.”

Ya ampun. Apa yang dibicarakan olehnya? Kitab? Muhanov sampai tidak paham. “Ya ampun. Kau tidak salah dan kau tidak berdosa sama sekali.” ucapnya

“Tidak Tuan Muhanov, saya tetap berdosa!”

Muhanov tidak habis pikir dengan kata-kata Ardina ini.

“Kalau begitu, saya pamit untuk pergi” ucap Ardina.

“Tunggu, tunggu, tunggu. Sebelum kau pergi untuk menghukum dirimu sendiri. Bagaimana caranya aku membuka pintunya?” tanya Muhanov.

“Pintu? Oh jadi Tuan Muhanov dari tadi sedang kebingungan membuka pintu ruangan Gand Master Andreana?”

“Iya. Karena itu apa yang kau lakukan tadi tidaklah salah.”

“Maafkan saya Tuan Muhanov. Tapi apa yang sudah terjadi tadi adalah tetap sebuah dosa bagi saya.”

“Baiklah, baiklah. Jadi, bagaimana aku membuka pintunya?”

“Tempatkan tanganmu ke tengah-tengah pintu ini, nanti akan keluar sebuah kenop pintu. Pegang kenop tersebut dan ucapkanlah ‘Aku titahkan. Jika kau mendengar panggilanku di antara mereka, bukalah pintumu’. Nanti jika [ID]mu cocok dengan [Database], kau bisa masuk.”

“Baiklah, terima kasih.”

“Sama-sama Tuan Muhanov Merlinstone. Sebuah kehormatan aku sudah menolong suami dari Grand Master kesayangan kami, Andreana Merlinstone. Kalau begitu, saya izin pamit untuk menerima hukuman atas dosa yang telah kuperbuat.”

“Ya, terserah lah.”

Ardina lalu membukukkan badannya kepada Muhanov, setelah itu dia pergi.

Muhanov lalu mencoba instruksi yang diberikan oleh Ardina. Dia meletakkan tangannya ke tengah-tengah pintu dan kenop pintunya muncul. Dia pegang kenop itu sambil mengucapkan kalimat yang tadi sudah diberitahu oleh Ardina. Setelah itu keluar sebuah burung yang langsung hinggap di kepalanya.

“Muhanov Merlinstone, suami dari Grand Master Andreana Merlinstone, diterima.” ucap burung tersebut dengan keras.

 Akhirnya Muhanov berhasil membuka pintu itu. Dia langsung masuk ke dalamnya dan takjub dengan ruangan Andreana yang sangat luas, dindingnya dikelilingi oleh rak buku dan terlihat seperti perpustakaan kecil. Meskipun begitu ada semacam kursi santai juga di ruangan tersebut. Sepertinya kursi itu juga digunakan jika ada tamu.

Muhanov sedikit penasaran dengan meja Andreana, dia ingin melihat-lihat meja Andreana sebentar. Mejanya cukup megah dengan taplak meja yang terlihat berkilau. Kursinya juga sangat besar dan rasanya benar-benar empuk saat Muhanov mendudukinya

“Ah gawat-gawat, aku jadi tidak sopan.”

Sesaat Muhanov ingin berdiri, matanya terpaku dengan sebuah bingkai potret kecil yang ditaruh di meja Andreana. Dia lalu mengambil dan melihatnya, potret itu rupanya adalah potret Andreana bersama seorang pria yang juga memakai seragam dan jubah yang sama dengannya, tapi mereka berdua terlihat sangat muda. Muhanov mencoba menebak-nebak umur Andreana di foto tersebut. Sekitar 25 tahun mungkin?

Muhanov sepertinya mengenal pria yang ada di sampingnya. Kalau tidak salah, namanya adalah……? Sepertinya Muhanov lupa dengan namanya, tapi dia pernah bertemu dengan orang tersebut. 

Hanya saja, Muhanov iri melihat potret itu. Di sana terlihat Andreana tersenyum dengan sangat bahagia bersama pria yang ada di sebelahnya. Fakta bahwa Andreana masih menaruh di mejanya, berarti pria ini adalah yang disukai Andreana dulunya. 

Muhanov terus memikirkan potret itu sepanjang hari. Senyum Andreana yang manis di potret tersebut benar-benar sangat mengganggunya. Muhanov bertanya kepada dirinya sendiri, apakah dia bisa membuat Andreana tersenyum manis seperti itu?

Muhanov mulai mengantuk. Dia mencoba duduk lagi di kursi Andreana dan kenyamanannya langsung membuat tubuhnya terasa berat untuk digerakkan. Dia lalu tertidur sambil tetap memegang foto itu.

Bagian 3

“...ku.” 

Seseorang memanggil Muhanov.

“...imuku.” 

Seseorang memanggilnya lagi, tapi Muhanov merasa malas untuk bangun

“Muhanov, suamiku!” 

Siapa yang memanggilnya, berisik sekali. Padahal dia masih ingin tidur lebih lama lagi

“Muhanov, bangun!”

Seseorang langsung menggoyangkan badannya. Muhanov lalu mencoba bangun dan mengumpulkan tenaganya untuk membuka matanya.

“Muhanov, suamiku! ini aku Andreana!”

Andreana? 

….

Andreana!?

Muhanov langsung bangun dan melihat Andreana sekarang berdiri di sampingnya. 

“Duh, kau seharusnya jangan tidur sambil duduk di kursi, tidak baik untukmu—”

Kalimat Andrena terhenti saat Muhanov langsung memeluknya. Dia memeluknya dengan sangat erat sampai Andreana tidak bisa bernafas.

“Tunggu Muhanov, aku tak bisa bernafas. Bisakah kau berhenti memelukku?” ucap Andreana.

Muhanov berhenti memeluknya, dia pegang tubuh Andreana sambil menatap wajahnya.

“Anu Muhanov?” tanya Andreana kebingungan saat Muhanov menatapnya.

Muhanov lalu memeluknya lagi. Pelukan yang diberikan dari Muhanov terasa hangat bagi Andreana, dia juga bisa merasakan rasa rindu dalam pelukannya. Andreana merasa sepertinya telah membuat suaminya khawatir setelah dirinya menjalani hukuman yang diterima kemarin. Andreana juga ikut memeluknya sekarang.

“Tidak apa-apa sayang, aku ada di sini sekarang. Hukumannya agak lama memang, tapi aku sudah biasa dihukum seperti itu.” ucap Andreana.

Muhanov terus memeluknya sampai 5 menit, setelah itu dia melepaskan Andreana pelan-pelan.

“Sudah puas?” tanya Andreana.

Muhanov mengangguk kepadanya sambil tersenyum.

Andreana lalu menoleh ke sebuah bingkai potret yang dipegang oleh Muhanov

“Ah potret itu,” Andreana mengambil foto tersebut dari tangan Muhanov “Jadi kangen, ini potretku saat umurku masih 23 tahun”

“Siapa laki-laki di sampingmu itu?” tanya Muhanov.

“Oh dia? Dia adalah Richard, kekasihku yang dulu. Kau tahu Richard kan? Yah di sini dia terlihat seperti anak muda yang penuh dengan semangat. Jauh berbeda setelah kami terjun ke medan perang.”

Aaahhh! Richard. Pantas saja Muhanov merasa tidak asing dengan wajahnya. Tidak disangka wajah perang Richard yang dulu agak dia takuti punya wajah muda yang begitu tulus dan baik.

Andreana lalu menaruhnya kembali ke atas meja. Disaat itu Muhanov langsung memegang tangan Andreana.

“Ada apa?” tanya Andreana

Muhanov ingin bertanya sesuatu tentangnya, apa Andreana benar-benar bahagia sekarang? Apakah pernikahannya yang dipaksa oleh Andreana hanya untuk memenuhi kekosongan hatinya sendiri setelah Richard meninggal dan apakah dirinya sendiri juga mencintai Andreana?

Banyak sekali pertanyaan yang ingin diajukan tapi mulutnya seakan-akan terkunci dan tak mampu mengeluarkan kalimatnya.

Andreana bisa melihat Muhanov sepertinya ingin berbicara sesuatu, dari wajahnya saja sudah membuatnya sepertinya tahu apa yang ingin Muhanov tanyakan. Andreana lalu memegang tangannya.

“Tanyakan saja, aku akan menjawabnya.” kata Andreana.

Muhanov sedikit takut dan ragu, tapi Andreana memberikan senyumannya yang paling manis untuknya membuat Muhanov jadi tersipu atas kecantikan istrinya.

“Andreana?” kata Muhanov.

“Ya?” balas Andreana

“Untuk apa kau menikahiku?”

Andreana berpikir sejenak.

“Tentu saja karena aku menyukai dirimu.” jawab Andreana dengan tersenyum.

Muhanov merasa kecewa dengan jawabannya.

“Begitu ya….. maaf Andreana. Hanya saja meskipun kita sudah menikah. Aku sampai sekarang tidak merasa bahwa aku benar-benar mencintaimu.”

Andreana sedikit terkejut mendengarnya, tapi dia merasa itu adalah hal yang wajar jika suaminya membalas seperti itu. Tapi Andreana berpikir, apakah jika berkata jujur tentang hal tersebut akan membuatnya dia senang atau jadi membencinya?

“Muhanov. Aku mengerti.” ucap Andreana.

Andreana lalu melepas tangan Muhanov, dia mengambil foto lamanya dan memperlihatkan padanya dengan jelas

“Muhanov aku mencintaimu dan aku sangat menyukaimu itu memang benar, aku tidak berbohong. Kau mungkin juga merasa kalau aku menikahimu hanya untuk mengisi kekosongan hatiku, itu juga benar. Aku tidak akan menyangkal hal tersebut,” Andreana menghela nafas panjang “Apakah kamu tahu Muhanov? Aku tidak pernah memilih menjadi Grand Master, tapi hidup sebagai Grand Master yang memilihku. Sejak kecil aku hanya berharap memiliki kehidupan yang sederhana, hidup sebagai biarawati yang membimbing umat dan menikah dengan seseorang. Tapi semua berubah ketika aku dipilih menjadi Grand Master. Aku dipaksa untuk memegang senjata suci dan semua yang aku impikan musnah saat kobaran api perang melanda.

“Meskipun aku tetap menjalankan kehidupan sebagai Grand Master dengan baik, hatiku tersiksa. Aku tidak bisa melakukan kebebasan yang biasa aku lakukan, bahkan hanya untuk mencintai seseorang untuk aku nikahi saja tidak bisa. Setiap hari aku dikontrol oleh Templar dan hidup dengan penuh tekanan. Hingga suatu hari aku bertemu dengan Grand Master Richard. Dia adalah pria yang paling tampan dan paling keren. Saat aku bekerja bersama dengannya, rasa penat dan penuh tekanan dari perintah-perintah Templar terasa hilang. Dia juga mengajariku banyak hal, mulai dari: Menggunakan senjata suci, memahami senjata suci yang lain, serta memahami tugas sebagai Grand Master. Karena aku sering bersamanya, aku jadi mulai menyukainya.

“Dan potret ini” Andreana menunjukkan potret tadi, “Diambil saat aku dan Richard melakukan misi pertama bersama-sama. Potret ini dilukis oleh temanku, Ardina. Hasilnya kurang bagus sih karena kami harus melaksanakan misi sesegera mungkin, tapi aku setidaknya ingin punya kenangan dengannya—Ah maaf, kenapa aku malah memamerkan hal ini. Rasanya tidak pantas ya?”

“Kau tersenyum dengan manis di potret ini.” ucap Muhanov.

“Benarkah? Terima kasih.” 

Andreana memandang potretnya. Hanya saja matanya mulai berkaca-kaca dan air matanya mulai mengalir ke bawah.

“Ah! Kenapa? Kenapa aku malah menangis?” ucap Andreana mengusap air matanya, “Ah tidak! Berhenti diriku! Jangan menangisinya. Kau sudah punya suami. Jangan mencoba mengenang pria yang dulu—mppffh!”

Kalimat Andreana terhenti saat Muhanov tiba-tiba memegang kepala Andreana dengan tangan kirinya. Muhanov menutup kalimat Andreana secara tiba-tiba dengan mencium bibirnya dengan lembut. Dia lalu mengambil potret yang ada di tangan Andreana dan menjatuhkannya ke bawah. Setelah itu tangan kanan Muhanov merangkul pinggang Andreana dan dipeluknya dengan hangat.

Andreana awalnya agak terkejut saat Muhanov tiba-tiba mencium dirinya. Matanya masih terbuka saat Muhanov menggerakkan bibirnya dan mulai mencium dirinya. 

Rasa ciuman Muhanov yang dirasakan Andreana memang agak kasar. Muhanov menggerakkan bibirnya tanpa tempo yang tidak jelas sehingga Andreana hanya bisa pasrah saja dengan menggerakkan bibirnya pelan-pelan agar Muhanov bisa menikmati bibirnya. 

Meskipun begitu, Andreana bisa memahami apa yang sedang suaminya lakukan. Muhanov pasti sedang mencoba menghibur dirinya yang dilanda kesedihan karena rindu pada kekasihnya yang dulu. Andreana akhirnya memutuskan untuk menutup matanya dan membiarkan ciuman Muhanov meratakan seluruh kesedihan yang dia rasakan.

Muhanov terus menciumi Andreana sampai membuat tubuh Andreana terdorong ke belakang. Andreana sampai harus bersandar di pinggiran mejanya agar dia tidak jatuh.

Setelah 10 menit mereka berciuman. Muhanov melepas tangannya dari kepala Andreana dan melonggarkan pelukannya sekarang. Muhanov bisa melihat wajah Andreana yang memerah dan pipinya menjadi sembab karena bekas air matanya.

“Terima….. Kasih, Muhanov.” ucap Andreana.

Muhanov lalu mengambil sapu tangan disakunya dan membersihkan beberapa air matanya yang masih menempel di bawah kelopak matanya. Setelah itu dia mengambil potret yang tadi dia jatuhkan dan diberikannya kepada Andreana.

“Tidak. Jangan memberikan potret itu kepadaku,” kata Andreana sambil menahan tangan Muhanov, “Bisakah aku memintamu untuk membakarnya? Ada perapian di sana. Tolong buang kesana dan biarkan terbakar.”

“Kenapa kau ingin membuangnya, Andreana?” tanya Muhanov.

“Kenapa kau masih bertanya?” balas Andreana, “Sudahlah buang saja.”

Muhanov lalu memandang potret tersebut.

“Kenapa kamu masih diam saja, Muhanov. Tolong buang dan singkirkan potret itu dariku.” ucap Andreana sambil membelakangi Muhanov.

“Apa kau yakin, Andreana?” tanya Muhanov.

“Iya, lagipula tidak pantas aku menyimpan potret itu ketika aku sudah menikahimu sekarang.”

“Tapi, ini semua adalah kenanganmu—”

“Kumohon Muhanov!” tubuh Andreana terlihat gemetar, “Tolong buang dan bakar potret itu menjadi abu. Sekarang hanya dirimu saja yang berhak mengisi kenanganku. Tidak boleh ada yang lain, tidak boleh ada siapapun lagi.”

“Baiklah, Andreana.”

Muhanov lalu berjalan mendekati perapian. Sesaat dia berhenti sebentar sambil memandang lagi potret tersebut. Muhanov suka hasil potret tersebut karena menampilkan Andreana yang tersenyum dengan sangat bahagia. Setelah berpikir sejenak, dia memutuskan untuk menyimpan potret itu sebagai bagian dari pencapaian yang ingin dia raih suatu saat nanti. Muhanov lalu pura-pura membakar kertas lain dan menyimpan potret itu ke dalam [Inventory]. Setelah itu, dia kembali ke Andreana.

“Sudah?” tanya Andreana.

“Iya, sudah.” balas Muhanov

“Terima kasih—Eh? Ada apa—mmppff”

Muhanov tiba-tiba memeluk Andreana, dia lalu menahan kepala Andreana dan meraih bibirnya. Dia lalu mencium Andreana dengan lembut.

Meskipun awalnya memang lembut, tapi perlahan-lahan Muhanov mulai menciumnya dengan kasar. Bibir Andreana dia lumat dengan penuh semangat seakan-akan dia sedang menjilati buah yang rasanya sangat manis. Muhanov juga mencoba menarik lidah Andreana keluar dengan lidahnya dan mengajaknya menari di sela-sela ciumannya.

Andreana sendiri hanya bisa pasrah saja saat suaminya menciumi dirinya. Dia hanya bisa membiarkan bibir dan lidahnya bergerak sesuai keingin Muhanov. Kedua tangan nya sendiri dia biarkan rileks dan turun ke bawah tanpa berusaha melawan.

Setelah puas Muhanov mencium Andreana untuk yang kedua kalinya, dia lalu melepas pelukannya. Wajah Andreana memerah lagi, tapi kali ekspresinya lebih tenang dan terdengar tawa kecil darinya. 

“Dasar, bisakah kamu menciumku lebih lembut Muhanov?” kata Andreana sambil membersihkan bekas air liur dari bibirnya, “Sudah dua kali kamu menciumku hari ini dan rasanya kasar sekali.”

“Benarkah?” tanya Muhanov.

“Dasar, kamu tidak menyadarinya ya? Selama ini kamu mencium perempuan bagaimana sih?”

“Ah kalau itu….” Muhanov jadi ingat jaman perang bagaimana dia memperlakukan wanita saat mengokupasi negara yang dia rebut, “Cukup baik, aku rasa?”

“Cukup baik, ya? Yah…. aku tidak akan terlalu mempermasalahkan itu sih. Tapi sekarang aku ini istrimu dan menjadi satu-satunya perempuan yang resmi menjadi milikmu. Setidaknya cium aku lebih lembut lagi. Lagipula, aku tidak akan menolak kalau kamu ingin menciumku.”

“Baiklah, akan aku coba.”

Andreana melirik Muhanov dengan ekspresi tidak percaya, “Kalau begitu. Aku minta sesuatu darimu”.

“Apa itu?” tanya Muhanov.

“Aku ingin membuat potret bersamamu. Setelah kita menikah, kita sama sekali belum membuat potret berdua kan? Mumpung kita ada di Istana Templar, Taman Firdaus jadi tempat yang cocok karena pemandangannya bagus dan ada pohon apel kuno di taman itu.”

“Baiklah.”

“Sekarang lihatlah ini,” Andreana menunjukkan panel [Inventory] dan menunjukkan [Preset Outfit] yang dia miliki, “Aku sudah menyiapkan baju-baju yang bagus untuk membuat potret kita, mau pilih yang mana?”

“Yang ini.” Muhanov menunjuk langsung ke seragam yang dipakai oleh Andreana sekarang.

“Yang mana?” Andreana mencoba melihat panelnya, tapi tidak jelas mana yang dipilih Muhanov, “Yang mana sih?”

“Yang ini.” Muhanov menunjuk jarinya lebih dekat lagi sampai ke buah dada Andreana.

Andreana membisu sesaat mencoba memikirkan apa yang dimaksud Muhanov.

“Tunggu! Maksudmu seragamku ini?” tanya Andreana.

Muhanov mengangguk.

“Tidak, tidak, tidak! Jangan pakai seragam ini. Seragam ini sangat jelek dan aku tidak suka. Pilih yang lain saja, lihat aku punya gaun yang sangat cantik dan bagus. Apalagi mereka masih baru dan kubeli saat aku mau berangkat ke Vangarian untuk menikah denganmu”

“Tidak, aku mau membuat potret bersamamu dengan seragammu.”

“Yang ini bagus lo, lebih cantik dari seragamku.” ucap Andreana sambil menunjukkan salah satu [Preset Outfit]nya yang paling dia sukai. Sebuah gaun berwarna ungu dengan rok panjang dan berenda.

“Tidak.”

“Kalau—”

“Tidak dan tidak. Aku hanya mau kau memakai seragammu!”

“Uuuhhh. Aku jadi merasa sia-sia menghabiskan waktuku selama 1 minggu mengelilingi seluruh toko baju di kota ini.”

“Kenapa kau tidak suka dengan seragammu?”

“Seragam ini…. Ini seragam pengusir pria!”

“Hah?”

“Aku benci seragam ini. Aku sangat benciiiiii! Seragam ini membuatku tidak ada pria yang mau mendekatiku. Karena itu aku sangat benci menjadi Grand Master ataupun Ksatria Kudus. Aku harus diwajibkan memakai seragam ini dimanapun dan kapanpun”

“Bisa begitu ya?”

“Tentu saja, kau lihat saja wanita-wanita Templar yang memakai seragam sama sepertiku. Pasti membuatmu tidak suka kan? Mereka jadi kelihatan kaku, aneh, dan jelek. Benar-benar sebuah seragam yang mengusir pria.”

“Benarkah? Mereka kelihatan cantik sekali kok.”

“Tunggu? Kau bercanda?”

“Tidak, mereka cantik kok pakai seragam Templar. Apalagi kamu juga jadi tambah sangat cantik memakai seragam Templar. Seragam itu lebih bagus dari pakaian kasual yang biasa kamu gunakan sehari-hari.”

Muka Andreana memerah karena malu.

“Uuhh, baiklah. Aku menyerah saja deh. Kemauan suami harus aku utamakan. Aku akan menghubungi Ardina untuk—Ah aku lupa, dia dihukum. Kalau begitu aku akan meminta Katedral Alpha—”

“Selamat pagi, Grand Master Andreana.” ucap Katedral Alpha yang tiba-tiba muncul di sampingnya.

“WAAAAA!” teriak Andreana kaget sampai dia memeluk Muhanov, “Kamu! Sudah berapa kali aku bilang jangan muncul tiba-tiba di sampingku!”

“Tapi, saya wajib hadir di samping Grand Master saat mereka membutuhkanku.”

“Aku kan sudah bilang berkali-kali, jangan benar-benar muncul dari sampingku dong! Ah sudahlah. Tolong carikan aku seorang pelukis untuk membuat potret untukku bersama suamiku di Taman Firdaus.”

“Untuk kapan, Grand Master?”

“Sekarang.”

“Baik, Grand Master.” 

Setelah itu Katedral Alpha lalu pergi keluar ruangan.

“Dasar, aku ingin rasanya meminta perubahan Katedral Alpha milikku.” gumam Andreana, “Oh iya ngomong-ngomong, apa yang sudah dilakukan Ardina kepadamu, Muhanov? Aku dengar dia menghukum dirinya sendiri karena tidak sopan kepadamu. Apakah itu benar.”

“Aku rasa dia terlalu berlebihan menanggapinya. Lagipula aku juga salah karena terlihat mencurigakan saat ingin membuka pintu ruanganmu. Apalagi aku juga tidak tahu awalnya cara membuka pintumu.” jawab Muhanov

“Begitu ya? Yah tapi tetap saja Ardina sudah berlaku tidak sopan kepadamu kan? Jadi sudah sepantasnya dia menghukum dirinya sendiri. Kalau saja ada aku saat itu terjadi, aku akan menghajarnya sampai mati.”

“Bukannya itu terlalu berlebihan?”

“Tentu saja tidak. Aku kan sudah bilang kalau anggota Templar di sini tidak akan macam-macam kepadamu karena kamu adalah suamiku. Jadi Ardina pantas mendapatkan hukumannya.”

“Ooh.”

Sebuah burung merpati tiba-tiba datang dari atas pintu. Merpati tersebut memiliki warna putih cerah yang indah. Uniknya, dia membawa sebuah tas kecil di punggungnya. Merpati itu lalu mendarat ke pundak Andreana. Andreana lalu mengambil secarik kertas dari punggungnya dan membacanya. Setelah itu Merpati itu terbang dan pergi keluar.

“Kardinal Alpha sudah mendapatkan pelukisnya,” kata Andreana, “Ayo Muhanov, kita pergi untuk membuat potret kit.a”

“Dan kamu tetap memakai seragam itu kan?” tanya Muhanov.

“Iya, aku akan pakai ini. Soalnya kamu mau aku memakai ini kan?”

“Bagus!” 

Muhanov jadi girang mendengarnya. Andreana jadi sedikit malu karena suaminya terlihat sangat senang. Setelah merapikan sedikit ruangannya, Andreana dan Muhanov pergi ke Taman Firdaus. Andreana tentu saja masih memegang tangan Muhanov karena suaminya masih sedikit takut dengan kejadian waktu itu di Taman Firdaus.

Bagian 4

Muhanov dan Andreana mulai melakukan pembuatan potret mereka di Taman Firdaus. Mereka akan dilukis oleh Riseria, pelukis yang biasa membuat potret Grand Master. 

Meskipun begitu, awalnya Riseria menolak untuk melukis Muhanov dan Andreana karena dia tidak suka dengan Muhanov yang berasal dari makhluk ciptaan Dewi Narrum. Tapi setelah diancam akan dihukum mati oleh Andreana, akhirnya dia mau melakukannya.

“Kamu tidak perlu mengancamnya seperti itu kan Andreana?” tanya Muhanov.

“Tidak ada yang boleh menghina suamiku.” balas Andreana dengan sedikit marah.

Muhanov dan Andreana lalu berjalan menuju ke bawah pohon apel. Mereka berdiri dengan tegap sambil Riseria mengatur posisi mereka agar lebih serasi dan mesra. Setelah selesai, Riseria mundur ke belakang, dia lalu membuka peralatan lukisnya dan mulai melukis mereka berdua.

Ada hal lucu saat proses pembuatan potret Muhanov dan Andreana. Ketika mereka dilukis, kondisi Taman Firdaus hari ini sangatlah ramai. Ketika Risaria mulai melukiskan potret untuk Muhanov dan Andreana, banyak orang mulai datang dan berkumpul untuk melihatnya. Andreana jadi berkali-kali menutup mukanya untuk menahan malu karena semua orang disana melihat dirinya sambil mesam-mesem.

“Grand Master Andreana. Demi hormat, tolong berposelah yang benar.” ucap Risaria.

“Aaaaaaaa…..” kata Andreana sambil menutup mukanya.

“Tenang dong Andreana. Kamu membuat kita berdiri di sini cukup lama.” kata Muhanov

“Kenapa kau bisa sesantai ini diperhatikan banyak orang, Muhanov?” tanya Andreana/

“Kamu ini kan Grand Master, kenapa kau bisa segugup ini?” balas Muhanov sambil bertanya

“Euuhhhh.”

Apalagi yang membuat Andreana malu sendiri adalah dia masih menggunakan seragam dan jubah Templarnya saat berfoto bersama Muhanov. Andreana masih merasa kalau pakaiannya tidak cocok untuk berfoto bersamanya.

Kardinal yang heran kenapa Taman Firdaus jadi tambah ramai lagi mulai menarik perhatiannya. Ternyata keramaian itu terjadi karena Muhanov dan Andreana membuat potret pernikahan mereka di bawah pohon apel besar yang ada di Taman Firdaus. Melihat itu semua, Kardinal jadi mulai tertawa kecil.

Andreana jadi tambah malu lagi ketika Kardinal terlihat menertawakannya.

Risaria sampai membuat potret lukisan Muhanov dan Andreana sampai 5 jam gara-gara Andreana terlalu banyak bergerak. Meskipun begitu, Risaria berhasil melakukan tugasnya dengan sangat baik. 

Muhanov lalu berjalan mendekati Risaria untuk melihat hasilnya. Hasilnya benar-benar sangat mengejutkan, Lukisan yang dibuat Risaria sangatlah indah. Detail yang dibuat Risaria membuat Muhanov dan Andreana benar-benar terlihat sangat hidup sangat hidup di lukisannya. Muhanov sampai memberikan banyak kata-kata pujian untuk Risaria. Apalagi yang membuat Muhanov sangat puas adalah senyum Andreana terlihat sangat manis dan menawan di potret tersebut. 

“Terima kasih untuk pujiannya Tuan Muhanov,” kata Risaria, “Diri saya kalau melukis pasti akan melakukan yang terbaik—dan juga aku tidak mau dihukum oleh Grand Master Andreana.”

“Bisakah aku memintamu untuk membuat citra digitalnya dan kirimkan kepadaku?” tanya Muhanov.

“Demi suami Grand Master Andreana, saya akan melakukannya. Apa ada hal lain lagi yang harus saya lakukan?”

“Hmmm. bisakah kau menyediakan potret lukisan ini dengan pigura ukuran yang sangat besar?”

“Sebesar apa?”

“Setinggi 3 meter.”

“Bisa.”

“Dan nanti tolong kirimkan ke Istana Pravda di Kerajaan Vangarian.”

“Baik, akan saya lakukan. Itu saja Tuan?”

“Ya itu saja.”

“Kalau begitu, bisakah saya meminta izin untuk menjadi ke dalam daftar temanmu? Ini agar aku bisa mengirimkan data citra digital kepada anda.”

“Baiklah.”

Risaria lalu membuka panel [Friend List] dan membuat sebuah panel permintaan pertemanan kepada Muhanov dan Muhanov langsung menerimanya.

“Terima kasih Tuan Muhanov. Apakah Grand Master Andreana tidak mau melihat hasilnya juga, Tuan Muhanov?”

“Aku rasa tidak, dia masih bersimpuh di bawah pohon untuk menahan malu.”

“Baiklah, saya pamit dulu.”

Risaria lalu merapikan seluruh peralatan melukisnya dan pergi dari Taman Firdaus. Sedangkan Muhanov sendiri pergi berjalan kembali ke Andreana yang masih bersimpuh di bawah pohon apel besar tersebut. Muhanov lalu membantunya untuk berdiri agar tidak bersimpuh di situ seperti orang aneh.

Muka Andreana benar-benar memerah saat dia berdiri. Dia lalu memendamkan wajahnya ke dada Muhanov untuk menutupi wajahnya dan meredamkan malunya. 

Tiba-tiba terdengar suara seseorang menepukkan tangan, tepukan tangan itu lalu diikuti tepukan tangan yang lain, lalu diikuti oleh semuanya dan tepukan tangan itu semakin ramai.

“Eh, ada apa suamiku? Kenapa mereka bertepuk tangan.” tanya Anreana.

Andreana melihat sekeliling, semua orang yang ada di taman itu bertepuk tangan, bahkan Kardinal dan Katedral Alpha miliknya juga bertepuk tangan untuk mereka

“Aku sendiri juga tidak tahu.” balas Muhanov

Kardinal lalu maju mendekati mereka, dia lalu merangkul mereka berdua.

“Selamat untuk Muhanov Merlinstone dan Andreana Merlinstone. Selamat atas pernikahan kalian. Kami disini semua yang dirahmati oleh Tuhan merestui pernikahan kalian. Semoga kalian diberi kebahagiaan dan cinta kalian akan tetap abadi bahkan sampai kalian di surga nanti.” ucap Kardinal.

“Kardinal, jadi permintaan pemberkatan pernikahan untukku diterima?” tanya Andreana.

“Ya, aku menerimanya dan  hari ini aku melakukan pemberkatan pernikahan kalian di pohon apel dari surga ini. Aku ucapkan selamat bagi kalian.”

Seluruh tepuk tangan semakin riuh, suasana jadi semakin ramai ketika semakin banyak orang yang datang untuk ikut memberikan ucapan selamat. Katedral Gamma lalu turun dari langit dan terbang di sekitar pohon tersebut sambil mengeluarkan hujan bunga mawar merah untuk mereka berdua.

Andreana memeluk tangan Muhanov, dia tersenyum dengan sangat lebar. Senyuman yang diberikan Andreana sangat menyentuh Muhanov. Dia akhirnya bisa mendapatkan senyuman Andreana yang selama ini sangat dia idam-idamkan di potret lama Andreana bersama Richard. Senyuman paling tulus dan bahagia, senyuman yang sudah meninggalkan seluruh sakitnya selama ini. Meskipun tidak bisa dia simpan senyum itu ke dalam sebuah potret, asal dia bisa melihatnya langsung seperti ini sudah cukup baginya.

“Terima kasih semuanya.” ucap Andreana sambil melambaikan tangannya kepada semua orang.

Muhanov juga ikut melambai bersama Andreana sambil memeluk istrinya bersama-sama.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status