“Ya, untuk sikap burukku pada awal kehadiranmu dalam keluargaku.” Dae Hyun menatap lekat wajah Qeiza.
“Aku tahu, saat itu aku terlalu kekanak-kanakan dan mungkin juga sedikit picik.”Qeiza tersenyum manis lewat tatapan matanya. “Kau tidak perlu minta maaf,” jawabnya. “Semua orang mungkin akan bersikap sama mengenai hal itu.”“Kau tidak dendam?” tanya Dae Hyun. Sulit dipercaya bahwa Qeiza ternyata tidak menaruh dendam kepadanya.Qeiza menggeleng. “Aku justru sangat berterima kasih, Oppa,” aku Qeiza. “Sejak kecil aku tidak punya siapa-siapa, lalu tiba-tiba saja memiliki orang tua dan kakak yang luar biasa.”Qeiza menatap hangat wajah Dae Hyun. “Itu anugerah terindah yang Tuhan beri untukku.”Mendadak hati Dae Hyun merasa miris. Sekelumit sesal menikam ketenangannya. Dia sungguh menyesal karena pernah menolak kehadiran gadis itu di dalam keluarganya.Penolakan itu menjadi penyebab dalam peningkatan frekuensi kepulangannya ke Korea. Hampir setiap musim dia mengunjungi orang tuanya. Bukan karena kesibukannya sedang berkurang atau ingin menunjukkan bakti kepada orang tuanya, melainkan karena ia khawatir gadis asing yang diangkat anak oleh orang tuanya itu hanya akan mendatangkan masalah dan memanfaatkan kekayaan orang tuanya saja.Awalnya dia bersikap tak acuh kepada gadis itu, walaupun dia juga tidak berani menunjukkan rasa tidak sukanya secara terang-terangan. Terlebih di hadapan kedua orang tuanya. Namun, setelah beberapa kali pertemuan, hatinya mulai tersentuh oleh ketulusan dan keluguan gadis itu, sehingga akhirnya dia benar-benar menganggap dan memperlakukan Qeiza seperti adik kandungnya sendiri.“Tidak, Ae Ri. Kaulah anugerah terindah yang dikirim Tuhan untuk keluargaku,” balas Dae Hyun. “Jadi, jangan marah kalau aku benar-benar akan mengawasimu dengan ketat. Aku, terutama orang tuaku, tidak ingin hal buruk menimpamu.”Hati Qeiza mendadak dipenuhi kehangatan. Sejak kecil ia tinggal di panti asuhan. Ia baru tahu bahwa ia masih memiliki seorang paman ketika lelaki itu mendadak menghubunginya dan memaksanya untuk menikah dengan Ansel lantaran ia tidak mempunyai anak perempuan. Sungguh tidak adil, bukan?Parahnya lagi, lelaki yang mengaku adik dari ayahnya itu juga tidak pernah lagi mengontaknya setelah proses akad nikah empat tahun yang lalu. Paman macam apa dia?Tuhan tidak pernah tidur. Keberuntungan bisa datang kapan saja dengan cara yang tak terduga, maka yang perlu dilakukan hanyalah menjemput keberuntungan itu dengan terus menabur benih kebaikan pada setiap musim di sepanjang tahun.Qeiza sangat bersyukur, nasib baiknya mendapat beasiswa ke Korea Selatan juga mempertemukan dirinya dengan keluarga baru.***Waktu terus bergulir seperti anak panah yang terlepas dari busurnya. Terus melesat hingga tiba saatnya berhenti pada tempat yang semestinya.Qeiza memutar tas selempangnya ke belakang. Keluar dari apartemen, dia segera mengayuh sepedanya menuju sebuah perusahaan fesyen ternama. Hari ini ia akan mengikuti wawancara kerja pertamanya setelah puas menikmati waktu libur untuk menenangkan diri. Melupakan bayangan kelam masa lalu sembari menunggu Adnan mengirimkan akta cerainya.Jarak apartemennya tidak terlalu jauh dari perusahaan tempatnya melamar kerja. Jadi, tidak butuh waktu lama bagi Qeiza untuk tiba di sana.Qeiza memarkir sepedanya di bagian khusus sepeda karyawan. Sesaat ia merapikan lagi letak tas dan jilbabnya sambil curi-curi kesempatan untuk becermin muka pada spion mobil dengan cara yang tidak mencolok.Qeiza mengembuskan napas kencang setelah merekam bentuk gedung pencakar langit di depan matanya itu dalam memori otaknya.Dengan membaca bismillah, ia pun melangkah masuk dan langsung menuju tempat wawancara setelah bertanya kepada petugas resepsionis perusahaan itu.“Kim Ae Ri!”Seorang lelaki muda memanggil dari depan pintu ruangan wawancara.“Ya.”Qeiza segera bangkit dari kursi yang didudukinya. Dia langsung mengekori lelaki itu, memasuki ruangan.Setelah dipersilakan, Qeiza pun duduk berhadapan dengan pewawancaranya. Seorang lelaki berusia sekitar akhir tiga puluhan.Lelaki itu membaca detail CV yang dilampirkan Qeiza dalam surat lamarannya.“Anda belum memiliki pengalaman kerja, Nona Kim Ae Ri?” tanya lelaki itu, melayangkan tatapan sedikit meremehkan kepada Qeiza.“Belum,” jawab Qeiza, mengakui kebenarannya.Lelaki itu mendesah. “Sayang sekali, Nona!” ujarnya. “Prestasi akedemik Anda sangat bagus, tapi perusahaan kami membutuhkan desainer yang sudah berpengalaman, bukan fresh graduate.”Tiba-tiba saja Qeiza menyesal karena telah menolak tawaran Dae Hyun untuk bekerja di perusahaannya. Qeiza pikir ia ingin meniti karier dari nol dengan usahanya sendiri tanpa rekomendasi atau campur tangan Dae Hyun.“Tunggu!” sela seseorang tanpa diduga.Terlalu sering menoleh ke belakang hanya akan membuatmu jatuh.***“Biarkan dia bekerja untukku!”Seorang lelaki menerobos masuk dan menyela wawancara kerja Qeiza. Dia berjalan menghampiri si pewawancara dan membaca sekilas data diri Qeiza, lalu mengangguk mantap.“Tapi ini menyalahi prosedur penerimaan karyawan baru, Monsieur!”“Salahnya di mana?” protes lelaki itu. “Dia sudah mengajukan lamaran dan perusahaan telah memanggilnya untuk ikut wawancara.”“Kita butuh desainer yang sudah berpengalaman, Monsieur!”“Dia akan punya pengalaman kalau kita memberinya kesempatan.”Lelaki itu menatap serius pada Qeiza. “Apa Anda mau menjadi asisten pribadiku dan mengikuti masa training selama tiga bulan?” tanyanya. “Tentunya dengan gaji yang sedikit lebih kecil dari karyawan lainnya.”Semangat Qeiza yang tadi sempat mengendur kembali bangkit dan bergelora. Dia memasang senyum terindah yang dimilikinya.“Tentu saja, Monsieur,” sahut Qeiza. “Tidak masalah.”Lelaki itu menepuk pelan pundak kiri si pe
Ingatan Qeiza segera melayang pada sebuah ajang bergengsi yang pernah ia ikuti. Kontes mendesain pakaian musim semi yang disponsori oleh salah satu perusahaan fesyen ternama negeri ginseng.Dia memang tidak berhasil menjadi juara satu lantaran ia baru saja berada di tahun pertama, tetapi setidaknya dia patut bangga bisa menjadi pemenang ketiga. Sementara lelaki yang duduk di depannya ini keluar sebagai pemenang pertama.“Maafkan aku!” kata Qeiza. “Aku tidak menyangka kita akan bertemu lagi.”“Hahaha … ternyata dunia ini begitu sempit, bukan?”“Iya. Senang bisa bertemu lagi.”Semenjak menjuarai kompetisi itu, Qeiza memang sempat beberapa kali terlibat dalam proyek yang sama dengan Chin Hwa dan mereka cukup kompak.“Aku langsung mengenalimu saat melihatmu di meja resepsionis tadi,” aku Chin Hwa. “Sangat menyedihkan, ternyata kau telah melupakan aku.”Chin Hwa pun tertawa sumbang untuk menutupi perasaan canggungnya. Dia merasa sedikit malu dan tak berarti karena dilupakan begitu saja oleh
Tatapan mata dapat melesatkan panah asmara menyamai kecepatan cahaya atau bahkan lebih cepat lagi.***“Pastikan semua desainnya sempurna, Ae Ri! Tanpa cela sedikit pun.” Chin Hwa kembali mengingatkan Qeiza.“Aku sudah mengeceknya berkali-kali,” sahut Qeiza.Chin Hwa masih sibuk memeriksa dokumen yang akan dibawanya. Dia harus benar-benar yakin bahwa tidak ada satu pun yang terlupa.“By the way, apa orang yang akan kita temui termasuk seseorang yang sangat perfeksionis?”Qeiza tak mampu menahan rasa penasarannya. Meskipun baru seminggu ia bersama Chin Hwa, minimal delapan jam sehari, dia melihat lelaki itu adalah sosok yang tenang dan sangat pandai mengontrol ritme kerjanya. Tidak pernah tergesa-gesa seperti ini.Chin Hwa menjeda aktivitasnya. Dia berdiri dan menatap Ae Ri dengan mata sedikit menyipit.“Apa aku belum memberitahumu mengenai orang yang akan kita temui?”Qeiza menggeleng. “Kurasa belum,” jawabnya.“Sorry. Seharusnya aku memberitahumu lebih awal.” Chin Hwa merasa sedikit b
DEG! DEG!Ansel merasakan jantungnya berdetak cepat. Mata hazel milik wanita yang duduk di sebelah kiri Chin Hwa itu terlihat sangat hidup dan bersinar. Belum pernah ia melihat bola mata sehangat dan seceria itu. Membuat hatinya ikut menghangat dan menjadi lebih bersemangat.“Boleh aku lihat desainnya, Nona ….”Ansel terdiam. Tiba-tiba ia menyesal karena tadi tidak terlalu menaruh perhatian pada perkataan Chin Hwa tatkala lelaki itu memperkenalkan asistennya itu.“Kim Ae Ri,” kata Chin Hwa, mengingatkan Ansel.“Ah, ya. Boleh kulihat desainnya, Nona Kim?”Ansel mengulang permintaannya. Matanya yang nyaris hitam kelam dan terkesan misterius itu tak lepas dari wajah cantik Qeiza.“Tentu saja, Tuan,” sahut Qeiza, menyerahkan tabung berisi desain yang masih dipegangnya.Ansel menelan saliva-nya. Bibir mungil nan merah itu sungguh terlihat sangat menggoda saat bergerak mengucap kata. Bahkan, suara wanita itu terdengar amat seksi di telinganya.Selama beberapa waktu Ansel memfokuskan perhatia
Hidup itu penuh tantangan, hadapi saja walau dengan sangat terpaksa.***“Aku tidak mengerti apa yang Anda bicarakan, Tuan Song,” sanggah Ansel. “Aku hanya ingin memastikan semuanya berjalan lancar.”Ansel memasang wajah dingin dan acuh tak acuh, seperti tak butuh. Memandangi Chin Hwa dan Qeiza silih berganti.“Jika masih ada yang ingin diubah, bukankah akan lebih cepat kalau Nona Kim berada di kantor yang sama denganku?” tanyanya. “Aku tidak perlu repot-repot menghubungi Anda dan dia tidak perlu bersusah payah, bolak-balik ke sana kemari dengan tujuan yang sama. Cukup simpel, bukan?”Alasan yang dikemukakan Ansel terdengar logis sehingga Chin Hwa dan Qeiza sama-sama dibuat tak berkutik. Meskipun hati keduanya masih diliputi keraguan, mereka tidak layak untuk menuruti prasangka buruk itu.“Atau … jangan-jangan desain ini bukan hasil karya Nona Kim?” tuding Ansel, sengaja menyerang ego dan harga diri rekan bisnis di depannya itu, terutama Qeiza.Qeiza mengepal erat kedua tangannya. Dia
“Silakan duduk, Nona Kim!”Setelah mampu menguasai diri dan menetralisir kegugupannya, Ansel mempersilakan Qeiza duduk di sisi Utara ruang kerjanya.“Aku sudah meminta Xander untuk menyiapkan ruangan khusus untukmu,” beritahu Ansel.“Terima kasih,” kata Qeiza.Ia langsung bergerak bangkit dari sofa yang baru saja didudukinya. Tadi dia sempat berbincang dengan resepsionis yang mengantarnya dan dia sudah menanyakan itu. Tanpa diberitahu Ansel pun, dia tidak akan tersesat mencari ruang kerjanya sendiri.“Mau ke mana?”Ansel bertanya sambil menahan geram. Belum pernah ia ditinggal pergi begitu saja oleh seorang wanita, kecuali Qeiza.“Tentu saja ke ruanganku,” jawab Qeiza santai. “Bukankah Anda ingin aku menyelesaikan desain itu secepatnya, Tuan Ansel?”Qeiza sengaja memberi penekanan pada kalimat terakhir dan juga sapaannya kepada Ansel.“Tidak secepat itu, Nona!” cegah Ansel. “Masih ada peraturan yang perlu kau ketahui dan ingat dengan baik.”“Katakan saja! Anda adalah rajanya.”Qeiza be
Apa pun yang kau inginkan, butuh perjuangan dan kesungguhan untuk mewujudkannya.***Pandangan Xander terpaku pada sosok Qeiza yang sedang berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Sudah dua hari Xander mengamati wajah Qeiza dengan sangat teliti dari kejauhan.“Aku yakin sekali gadis itu adalah Nona Qeiza,” gumam Xander berulang kali pada diri sendiri.Xander membuka data diri Qeiza yang berhasil dihimpunnya. Data terakhir menginformasikan bahwa mantan istri bosnya itu telah menamatkan program pascasarjana-nya beberapa bulan yang lalu dari salah satu universitas ternama di kota ini.Jadi, tidak mengherankan bila dia bisa memperoleh pekerjaan dengan sangat mudah di sini. Masalahnya, gadis yang diyakininya sebagai Qeiza itu justru bernama Kim Ae Ri.Xander tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya. Apakah hanya sebuah kebetulan mereka memiliki kesamaan wajah? Atau memang Qeiza yang telah mengubah identitasnya secara rahasia?“Aaargh!” Xander menggeram bingung.Bagaimana mungkin dia memberitah
Qeiza baru saja melipat sajadahnya. Dia salat zuhur di dalam ruang kerjanya dengan menyekat bagian sudut ruangan itu, sekadar cukup untuk ia menunaikan kewajibannya tanpa harus bersusah payah keluar dari kantor Ansel.Wajah segar Qeiza tersenyum semringah setelah menyambar arloji yang diletakkannya di atas meja. Masih lumayan banyak waktu tersisa untuk menikmati santap siang. Namun, belum sampai tangannya meraih handle pintu, pintu itu sudah terbuka dari luar.Ansel sudah berdiri dua langkah di depannya dengan tangan menenteng kotak berisi makanan dan minuman.“Kau hampir saja melewatkan makan siang,” kata Ansel.Dia mengangkat kotak makanan di tangannya sedikit lebih tinggi, bahkan nyaris menyamai ketinggian wajah Qeiza.Tanpa memedulikan ekspresi tidak senang Qeiza ataupun persetujuan gadis itu, Ansel langsung merangsek masuk dengan penuh percaya diri.Dia langsung duduk di atas sofa dan membuka kotak makanan yang dibawanya.“Ayo duduk sini!” ajaknya. “Aku sengaja meminta Xander memb