Ingatan Qeiza segera melayang pada sebuah ajang bergengsi yang pernah ia ikuti. Kontes mendesain pakaian musim semi yang disponsori oleh salah satu perusahaan fesyen ternama negeri ginseng.Dia memang tidak berhasil menjadi juara satu lantaran ia baru saja berada di tahun pertama, tetapi setidaknya dia patut bangga bisa menjadi pemenang ketiga. Sementara lelaki yang duduk di depannya ini keluar sebagai pemenang pertama.“Maafkan aku!” kata Qeiza. “Aku tidak menyangka kita akan bertemu lagi.”“Hahaha … ternyata dunia ini begitu sempit, bukan?”“Iya. Senang bisa bertemu lagi.”Semenjak menjuarai kompetisi itu, Qeiza memang sempat beberapa kali terlibat dalam proyek yang sama dengan Chin Hwa dan mereka cukup kompak.“Aku langsung mengenalimu saat melihatmu di meja resepsionis tadi,” aku Chin Hwa. “Sangat menyedihkan, ternyata kau telah melupakan aku.”Chin Hwa pun tertawa sumbang untuk menutupi perasaan canggungnya. Dia merasa sedikit malu dan tak berarti karena dilupakan begitu saja oleh
Tatapan mata dapat melesatkan panah asmara menyamai kecepatan cahaya atau bahkan lebih cepat lagi.***“Pastikan semua desainnya sempurna, Ae Ri! Tanpa cela sedikit pun.” Chin Hwa kembali mengingatkan Qeiza.“Aku sudah mengeceknya berkali-kali,” sahut Qeiza.Chin Hwa masih sibuk memeriksa dokumen yang akan dibawanya. Dia harus benar-benar yakin bahwa tidak ada satu pun yang terlupa.“By the way, apa orang yang akan kita temui termasuk seseorang yang sangat perfeksionis?”Qeiza tak mampu menahan rasa penasarannya. Meskipun baru seminggu ia bersama Chin Hwa, minimal delapan jam sehari, dia melihat lelaki itu adalah sosok yang tenang dan sangat pandai mengontrol ritme kerjanya. Tidak pernah tergesa-gesa seperti ini.Chin Hwa menjeda aktivitasnya. Dia berdiri dan menatap Ae Ri dengan mata sedikit menyipit.“Apa aku belum memberitahumu mengenai orang yang akan kita temui?”Qeiza menggeleng. “Kurasa belum,” jawabnya.“Sorry. Seharusnya aku memberitahumu lebih awal.” Chin Hwa merasa sedikit b
DEG! DEG!Ansel merasakan jantungnya berdetak cepat. Mata hazel milik wanita yang duduk di sebelah kiri Chin Hwa itu terlihat sangat hidup dan bersinar. Belum pernah ia melihat bola mata sehangat dan seceria itu. Membuat hatinya ikut menghangat dan menjadi lebih bersemangat.“Boleh aku lihat desainnya, Nona ….”Ansel terdiam. Tiba-tiba ia menyesal karena tadi tidak terlalu menaruh perhatian pada perkataan Chin Hwa tatkala lelaki itu memperkenalkan asistennya itu.“Kim Ae Ri,” kata Chin Hwa, mengingatkan Ansel.“Ah, ya. Boleh kulihat desainnya, Nona Kim?”Ansel mengulang permintaannya. Matanya yang nyaris hitam kelam dan terkesan misterius itu tak lepas dari wajah cantik Qeiza.“Tentu saja, Tuan,” sahut Qeiza, menyerahkan tabung berisi desain yang masih dipegangnya.Ansel menelan saliva-nya. Bibir mungil nan merah itu sungguh terlihat sangat menggoda saat bergerak mengucap kata. Bahkan, suara wanita itu terdengar amat seksi di telinganya.Selama beberapa waktu Ansel memfokuskan perhatia
Hidup itu penuh tantangan, hadapi saja walau dengan sangat terpaksa.***“Aku tidak mengerti apa yang Anda bicarakan, Tuan Song,” sanggah Ansel. “Aku hanya ingin memastikan semuanya berjalan lancar.”Ansel memasang wajah dingin dan acuh tak acuh, seperti tak butuh. Memandangi Chin Hwa dan Qeiza silih berganti.“Jika masih ada yang ingin diubah, bukankah akan lebih cepat kalau Nona Kim berada di kantor yang sama denganku?” tanyanya. “Aku tidak perlu repot-repot menghubungi Anda dan dia tidak perlu bersusah payah, bolak-balik ke sana kemari dengan tujuan yang sama. Cukup simpel, bukan?”Alasan yang dikemukakan Ansel terdengar logis sehingga Chin Hwa dan Qeiza sama-sama dibuat tak berkutik. Meskipun hati keduanya masih diliputi keraguan, mereka tidak layak untuk menuruti prasangka buruk itu.“Atau … jangan-jangan desain ini bukan hasil karya Nona Kim?” tuding Ansel, sengaja menyerang ego dan harga diri rekan bisnis di depannya itu, terutama Qeiza.Qeiza mengepal erat kedua tangannya. Dia
“Silakan duduk, Nona Kim!”Setelah mampu menguasai diri dan menetralisir kegugupannya, Ansel mempersilakan Qeiza duduk di sisi Utara ruang kerjanya.“Aku sudah meminta Xander untuk menyiapkan ruangan khusus untukmu,” beritahu Ansel.“Terima kasih,” kata Qeiza.Ia langsung bergerak bangkit dari sofa yang baru saja didudukinya. Tadi dia sempat berbincang dengan resepsionis yang mengantarnya dan dia sudah menanyakan itu. Tanpa diberitahu Ansel pun, dia tidak akan tersesat mencari ruang kerjanya sendiri.“Mau ke mana?”Ansel bertanya sambil menahan geram. Belum pernah ia ditinggal pergi begitu saja oleh seorang wanita, kecuali Qeiza.“Tentu saja ke ruanganku,” jawab Qeiza santai. “Bukankah Anda ingin aku menyelesaikan desain itu secepatnya, Tuan Ansel?”Qeiza sengaja memberi penekanan pada kalimat terakhir dan juga sapaannya kepada Ansel.“Tidak secepat itu, Nona!” cegah Ansel. “Masih ada peraturan yang perlu kau ketahui dan ingat dengan baik.”“Katakan saja! Anda adalah rajanya.”Qeiza be
Apa pun yang kau inginkan, butuh perjuangan dan kesungguhan untuk mewujudkannya.***Pandangan Xander terpaku pada sosok Qeiza yang sedang berkonsentrasi dengan pekerjaannya. Sudah dua hari Xander mengamati wajah Qeiza dengan sangat teliti dari kejauhan.“Aku yakin sekali gadis itu adalah Nona Qeiza,” gumam Xander berulang kali pada diri sendiri.Xander membuka data diri Qeiza yang berhasil dihimpunnya. Data terakhir menginformasikan bahwa mantan istri bosnya itu telah menamatkan program pascasarjana-nya beberapa bulan yang lalu dari salah satu universitas ternama di kota ini.Jadi, tidak mengherankan bila dia bisa memperoleh pekerjaan dengan sangat mudah di sini. Masalahnya, gadis yang diyakininya sebagai Qeiza itu justru bernama Kim Ae Ri.Xander tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya. Apakah hanya sebuah kebetulan mereka memiliki kesamaan wajah? Atau memang Qeiza yang telah mengubah identitasnya secara rahasia?“Aaargh!” Xander menggeram bingung.Bagaimana mungkin dia memberitah
Qeiza baru saja melipat sajadahnya. Dia salat zuhur di dalam ruang kerjanya dengan menyekat bagian sudut ruangan itu, sekadar cukup untuk ia menunaikan kewajibannya tanpa harus bersusah payah keluar dari kantor Ansel.Wajah segar Qeiza tersenyum semringah setelah menyambar arloji yang diletakkannya di atas meja. Masih lumayan banyak waktu tersisa untuk menikmati santap siang. Namun, belum sampai tangannya meraih handle pintu, pintu itu sudah terbuka dari luar.Ansel sudah berdiri dua langkah di depannya dengan tangan menenteng kotak berisi makanan dan minuman.“Kau hampir saja melewatkan makan siang,” kata Ansel.Dia mengangkat kotak makanan di tangannya sedikit lebih tinggi, bahkan nyaris menyamai ketinggian wajah Qeiza.Tanpa memedulikan ekspresi tidak senang Qeiza ataupun persetujuan gadis itu, Ansel langsung merangsek masuk dengan penuh percaya diri.Dia langsung duduk di atas sofa dan membuka kotak makanan yang dibawanya.“Ayo duduk sini!” ajaknya. “Aku sengaja meminta Xander memb
Melewati batas hanya akan mendatangkan masalah.***“Aaah, rasanya aku baru saja kembali dari medan perang.”Qeiza mengempaskan diri di atas kursinya, bersandar lesu dengan kedua tangan menjuntai lemas. Dia benar-benar merasa sangat lelah.“Ansel memperlakukanmu dengan buruk?”Qeiza tersentak. Segera ia memperbaiki posisi duduknya. Dia mengutuk keteledorannya yang tidak memperhatikan meja kerja Chin Hwa.“Kau sudah pulang?” tanya Qeiza. “Seharusnya besok, kan?”Chin Hwa berjalan mendatangi meja Qeiza. “Jadwalnya sih iya, tapi agendanya dipercepat. Jadi, aku bisa pulang lebih awal.”“Oh.”Qeiza cuma ber-oh tanpa mengeluarkan suara. Dia pikir Chin Hwa masih di luar negeri.“Katakan padaku!” ujar Chin Hwa. “Apa Ansel bersikap tidak sopan?”Qeiza membuang napas kencang. “Enggak sih, tapi dia membuatku lelah.”“Huh? Dia sering memintamu lembur?”“Tidak juga.”“Lalu?”“Entahlah. Aku benci sikap diktatornya,” jelas Qeiza. “Sedikit posesif juga.”Chin Hwa mengulum senyum. “Hajar saja kalau dia