Share

Bab 9

Hidup itu penuh tantangan, hadapi saja walau dengan sangat terpaksa.

***

“Aku tidak mengerti apa yang Anda bicarakan, Tuan Song,” sanggah Ansel. “Aku hanya ingin memastikan semuanya berjalan lancar.”

Ansel memasang wajah dingin dan acuh tak acuh, seperti tak butuh. Memandangi Chin Hwa dan Qeiza silih berganti.

“Jika masih ada yang ingin diubah, bukankah akan lebih cepat kalau Nona Kim berada di kantor yang sama denganku?” tanyanya. “Aku tidak perlu repot-repot menghubungi Anda dan dia tidak perlu bersusah payah, bolak-balik ke sana kemari dengan tujuan yang sama. Cukup simpel, bukan?”

Alasan yang dikemukakan Ansel terdengar logis sehingga Chin Hwa dan Qeiza sama-sama dibuat tak berkutik. Meskipun hati keduanya masih diliputi keraguan, mereka tidak layak untuk menuruti prasangka buruk itu.

“Atau … jangan-jangan desain ini bukan hasil karya Nona Kim?” tuding Ansel, sengaja menyerang ego dan harga diri rekan bisnis di depannya itu, terutama Qeiza.

Qeiza mengepal erat kedua tangannya. Dia tahu Ansel sengaja menyulut emosinya sebagai sebuah taktik untuk mencapai tujuannya. Sialnya, Qeiza merasa tak berdaya untuk tetap menolak permintaan itu lantaran Ansel bermain halus di balik alasan logisnya itu.

“Baiklah,” ujar Chin Hwa.

Dia terpaksa mengalah demi mempertahankan harga diri Qeiza. Dia juga tidak rela bila ada orang yang meragukan kemampuan gadis itu.

“Nona Kim akan bekerja di kantor Anda sampai proyek ini selesai, tapi ingat … perlakukan dia dengan baik,” pinta Chin Hwa. “Dia aset perusahaan kami yang paling berharga.”

“Anda tidak perlu mengajariku tentang bagaimana harus memperlakukan seorang wanita, Tuan Song!” sergah Ansel. Kentara sekali bahwa ia merasa tersinggung dengan peringatan yang diberikan Chin Hwa.

“Baiklah, kurasa pertemuan hari ini cukup sampai di sini,” putus Ansel. “Aku mau Anda mulai bekerja hari ini, Nona Kim!”

Xander yang sedari tadi hanya diam mengamati jalannya negosiasi alot itu menyikut Ansel setelah meninggalkan Chin Hwa dan Qeiza.

“Kenapa kau mengajukan permintaan konyol itu?” tanyanya heran. “Bukankah lebih baik kalau Nona Kim bekerja dari kantornya sendiri?”

Bertahun-tahun Xander bekerja untuk Ansel. Sudah tak terhitung lagi berapa kali mereka bekerja sama dengan desainer wanita, tetapi baru kali ini Ansel meminta syarat seaneh itu. Bahkan, sedikit gila menurut pandangan Xander.

Duduk di samping Ansel, sepanjang jalan Xander memikirkan Kim Ae Ri. Dia merasa pernah melihat gadis itu. Kapan dan di mana, itu yang masih kelabu.

***

“Jaga diri baik-baik, Ae Ri!” pesan Chin Hwa begitu Qeiza turun dari mobil, tepat di depan perusahaan M.

“Jangan bersikap terlalu lembut pada lelaki seperti Ansel!”

Qeiza sedikit mendelik pada Chin Hwa. Merasa tak percaya bila lelaki itu akan memperlakukan dirinya seperti ABG yang baru pergi bersama pria untuk pertama kalinya.

“Tentu,” balas Qeiza. “Kau tidak perlu mencemaskan aku, Oppa. Aku pasti bisa menjaga diriku sendiri.”

Chin Hwa mengoper gigi persneling dan melajukan mobilnya kembali ke kantornya setelah melihat Qeiza masuk ke perusahaan Ansel.

“Mari ikut saya, Nona Kim!” sambut seorang resepsionis. “Tuan Ansel telah menunggu Anda.”

Untuk kedua kalinya Qeiza dibuat terperangah oleh ulah Ansel. Dia tak menduga lelaki itu bahkan sampai meninggalkan mandat pada petugas resepsionis dan meminta wanita itu untuk mengantarnya langsung.

“Silakan, Nona Kim!”

Petugas resepsionis itu mempersilakan Qeiza masuk setelah dia melaporkan kehadiran tamu istimewa tersebut kepada bosnya.

Manik mata Ansel berkilat senang melihat kehadiran Qeiza di ruangannya. Tatapannya menyapu penampilan Qeiza dari atas hingga ke bawah. Tubuh ideal gadis itu terbalut blouse marun, dilapisi blazer berwarna navy dengan kancing yang dibiarkan terbuka.

Celana panjang yang dikenakan Qeiza senada dengan blazer, ditambah dengan hijab sewarna blouse. Sungguh sebuah tabrakan warna yang membuat kecantikan dan pesona Qeiza semakin tak terbantah.

Tatapan Ansel, yang tak berkedip, seperti ingin menelanjangi Qeiza dan memangsanya saat itu juga.

“Ehem!” deham Qeiza. Ia merasa risi ditatap seperti itu oleh Ansel.

Dehaman Qeiza menyadarkan Ansel dari keterpanaannya. Cepat-cepat ia menyibukkan diri dengan membenarkan letak dasinya yang terasa mencekik leher.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status