Share

Bab 6 || Pembawa Sial

Hilang satu tumbuh seribu. Bagaiamana dia bisa hilang sedangkan aku pun bukan siapa-siapanya. Kadang seseorang berujar akan ketidakadilan hidup ini, padahal kita sendiri yang tidak adil karena seenaknya mengklaim sepihak. Buktinya saja kamu tak dianggap!

“Lo kenapa sih, Jen!?” tegur Carina membuat Jeania tersentak karena sedari tadi melamun.

“Gue...”

“Hai...!!!” Tiba-tiba seseorang dengan tubuh semampai dan wajah yang begitu menawan mengejutkan mereka berdua.

Sekarang mereka sedang berada di pelataran kelas. Duduk berdua di bangku yang sedari tadi kosong, sebelum satu pria yang tak dikenal Jeania ini datang menghampiri mereka berdua.

“Nama lo Jeania?” tanya pria itu, namanya Faisal, kelas sebelah.

Bukannya menjawab Jeania justru menggedikan bahunya kemudian mendesah malas. Mood Jenia sedang tidak baik, dan sekarang bukan waktu yang tepat untuk Faisal.

“Sssttt...” Carina menyenggol Jeania bermaksud menyuruhnya agar merespon Faisal.

Berbeda dengan Jeania, Carina adalah wanita yang sangat update mengenai semua laki-laki yang memiliki wajah diatas rata-rata.

“Ow...” Faisal mengatup bibirnya dengan tangannya. Dia mengetahui Jeania bukan tipe mudah untuk diajak berkenalan. Dari caranya merespon Faisal sudah tau jika Jeania sedang malas untuk diajak berbicara.

“Yaudah lain kali gue dateng lagi,” ujar Faisal meninggalkan mereka berdua.

“Lo gila sih, Jen! Dia tuh salah satu cowo cogan di sekolah kita!” jelas Carina yang sudah geregetan.

“Bodo!” celetuk Jeania datar, lalu memalingkan wajahnya.

“Ah gak ngerti gue sama lo! Cewe cantik suka nolak seenaknya kalau ada cogan-cogan.”

Carina mengeluarkan roti yang berada di tasnya. Itu adalah bekalnya setiap hari yang tidak pernah terlewatkan. Roti dengan selai rasa coklat yang sangat menggiurkan. Melihat itu, mata Jeania segera mengikuti arah Carina menggerakan roti itu. Benar, Jeania tadi pagi lupa untuk sarapan, sekarang perutnya sudah keroncongan.

“Bagi donk!” pinta Jeania melas.

“Dih!!! Tadi aja nge-bisu udah kayak nahan berak, lo. “ Melihat muka Jeania yang terlihat pucat pasi membuat Carina tidak tega, “Nih.” Carina menyodorkan roti yang dia keluarkan barusan.

Dengan cekatan Jeania mengambil semua roti yang berada di genggaman Carina tanpa menyisakan sedikitpun, melahapnya dengan cepat membuat Carina tak bisa berkutik sama sekali.

“Eh, gila! Kelakuan ama muka bersebrangan!” ketus Carina.

“Gue laper,” ujar Jeania yang masih mengunyah roti. Bibirnya sekarang sudah penuh dengan roti yang ia lahap sekaligus.

Carina yang melihat tingkah Jeania merasa jijik, dia tidak menyangka Jeania memiliki sifat buruk seperti ini. Tapi Carina tidak mempermsaalahkan hal semacam itu.

“Thanks, Rin. Lo baik beut asli,” ujar Jeania yang masih menyisakan sisa makanan di sekitar bibirnya. Carina yang melihat itu hanya bergidik jijik.

“Udah bersihin itu bibir, lo! Geli gue!”

“Asli gue masih ga nyangka lo gini , Jen,” cecar Carina.

“Kenapa si? namanya juga laper!” Jeania masih sibuk membersihkan bibirnya sembari melihat cermin yang baru saja ia keluarkan dari dompet.

Carina mengela nafas panjang, kini sekarang dia yang naik pitam. Tangannya mengapit kedua pipi Jeania dan menatapnya lekat-lekat seraya berkata,

“Lo itu cantik, Jen! Harus jaga sikap!” desis Carina tepat di wajah Jeania.

Jeania yang justru risih dengan sikap Carina menghempaskan tangannya Carina, dia merasa Carina terlalu lebay.

“Udah si, Rin. Lo gak usah lebay! Lagian ngapain juga, emang bakal ada yang suka sama gue!?”

Carina tersentak mendengar apa yang telah dituturkan Jeania barusan. Pasalnya Jeania termasuk wanita tercantik di sekolahnya.

Tiba-tiba seseorang dengan badan semampai datang menghampiri mereka berdua.

“Kalian ngapain masih di sini!.” Itu adalah Xavier. Dia sedang melakukan tugas rutinitasnya sebagai Ketua OSIS, berkeliling ketika bel masuk sudah dibunyikan agar meminimalisir para pembolos. Dengan sikap Xavier yang begitu tegas ternyata sangat berpengaruh cukup besar dalam mengantisipasi siswa maupun siswi yang bolos.

Karena saking asiknya Jaenia dan Carina mengobrol mereka berdua tidak menyadarai jika bel sudah dibunyikan. Bahkan, mereka berdua juga tidak menyadari kedatangan Xavier membuat siswa-siswi berhamburan untuk segera memasuki kelas, meskipun belum semuanya.

Jenia mengernyitkan dahinya dan alisnya saling bertaut.

“Loh, terserah gue dong! Emang ini sekolah, lo!?" Sergah jeania yang merasa kesal. Carina yang melihat itu tangannya dengan reflek mencubit pinggang Jeania.

“Sssttt...! Maaf, kak. Ini kami mau masuk,” ujar Carina dengan nada memelas dan senyum yang terlihat ketakutan. Dengan cepat Carina menarik tangan Jeania agar masuk mengikutinya. Namun, bukannya mengikutinya justru Jeania berdiri tegap di depan Xavier sang Ketua OSIS itu, mereka berdua terlihat seperti petarung yang siap diuji. Jeania menentang Xavier.

Melihat tingkah konoyl Jeania Xavier bertepuk tangan. Baru kali ini ada siswi yang berani menentang secara langsung Ketua OSIS itu, apalagi yang dilakukan Xavier bukanlah hal yang melenceng.

“Hebat... hebat...” kali ini Xavier berkacak pinggang dan mengangguk-ngangguk, “Selama gue jabat ketua baru kali ini ada cewek yang berani nentang gue.”

Carina yang melihat perseteruan ini hanya bisa menganga melihat kelakuan Jeania. Dia merasa bersalah, harusnya sebelum ini dia sudah memberitahu, jika hal semacam ini sudah menjadi kewajiban sebagai tugas Ketua OSIS. Carina menepuk jidatnya, “Ikut matek deh gue!”

“Heh, lo pikir lo jagoan gitu! Lo pikir gue takut sama, lo!” pikik Jeania. Sekarang semua pasang mata nyalang mengarah kepada dua pelajar yang sedang berseteru ini.

“Ow...” Xavier mengerucutkan bibirnya dan membentuknya seperti huruf O.

Karena berita yang dikabarkan Carina kemarin masih begitu panas di pikiran Jeania, melihat Xavier rasanya ingin sekali Jaenia mengumpatnya. Dia lupa padahal dia bukanlah siapa-siapanya Xavier.

Kali ini Xavier menatap Carina yang sedang berdiri ketakutan.

“Rina, lo tau, kan?” ujar Xavier memberikan isyarat dengan mengarahkan padangannya ke lapangan. Carina hanya menunduk ketakuatan.

Berbeda saat tidak sedang bertugas Xavier adalah seorang pemuda dangan tampang cool nya. Lain halnya jika ia sedang berperan sebagai Ketua OSIS, wajahnya saja bak serigala mencari mangsa di malam hari.

Tak ingin meladeni Jeania, Xavier ngacir begitu saja meninggakan mereka berdua.

“Mau kemana, lo!? Dasar culun!” pekik Jeania membuat Carina merasa malu. Karena sedari tadi mereka berdua menjadi pusat perhatian.

“Jen! Lo ngapain, sih!?” ujar Carina menyesal.

“Dia itu ketua OSIS, Jen. Dia juga lagi ngejalanin tugasnya, tugas dia itu perintah guru. Dan lo tadi...” Carina mengehela nafas panjang, “Dah lah, Jen. Yok ikut gue!” Carina mencekal tangan Jeania. Dengan langkah gontai Jeania mengikutinya.

“Mau kemana, sih!?” sergah Jeania namun tak dihiraukan Carina.

Sekarang mereka berdua sudah berdiri di tengah lapangan. Itulah adalah akibat jika berani menentang Ketua OSIS, apalagi saat sedang bertugas.

“Kita ngapain kesini?”

“Lo mau di sini atau mau berurusan ama guru BK?”

Mendengar hal itu sontak membuat Jeania menyadari hal ia lakukan tadi adalah sebuah kesalahan.

“Dasar... Xavier sialan!!!” geram Jeaian. Sekarang tangannya sudah membentuk sebuah kepalan.

Padahal pagi ini matahari panasnya cukup terasa menyengat di kulit ini lebih panas dari omongan tetangga. Namun, karena tingkah konyol Jeania dia harus menerima imbasnya dan Carina pun juga harus menanggung seperti dugaanya.

“Lo kenapa ga bilang dari kemarin sih?”

“Jen... lo yang gila! Lagian ngapain,sih! Dia itu kakak kelas, ya kita nurut aja kalik!” sunggutnya kesal.

“Ya, maaf. Gue benci ama tu orang.”

“Jen... Jen...”

                                                           ***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status