Share

3. SINTIA DI WAKTU KECIL

 

Metro Lampung, ya tepat di sanalah aku di besarkan dan di manjakan oleh kedua orang tuaku. Sebuah kota kecil yang sangat agraris, terdapat sawah yang luas terhampar hijau bak permadani dan merupakan kota kecil yang baru berkembang sebagai pusat perdagangan dan pendidikan. Sungguh aku nyaman tinggal di kota ini.

 

Kota yang asri, jauh dari hiruk-pikuk dan kesibukan seperti kota besar lainnya yang pernah aku kunjungi. Di sanalah aku tinggal dengan keluarga yang benar-benar harmonis dan penuh kebahagiaan, tentu bersama mama dan papaku. Masa kecilku di isi dengan kebahagiaan-kebahagiaan indah yang penuh warna layaknya anak kecil normal lainnya.

Namaku Sintia, aku adalah seorang putri tunggal dari pasangan bapak Juniar dan ibu Sofia, bagi mereka aku adalah kebanggaan dan anak yang paling mereka manjakan sejak kecil. Aku sosok seorang anak yang pendiam, manis, lucu dan manja, memiliki aneka kegiatan ekstra kurikuler selain sekolah dan yang pasti aku sangat suka bergaul dan bersahabat dengan teman-temanku. Seperti hari ini aku baru saja masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri  2 Metro Lampung. Jujur aku bahagia, walau belum bisa masuk ke sekolah favorit yang aku impikan.

 

Metro, seperti yang aku bilang tadi sebuah kota kecil yang asri, terkenal sebagai kota pendidikan dan persawahan yang lumayan luas, setiap orang yang berkunjung pasti akan di buat betah dan senang. Setiap hari aku pergi ke sekolah di antarkan oleh mama dan papaku seperti saat Sekolah Dasar atau Taman Kanak-kanak,  kami selalu beraktivitas pagi hari bersama -sama. Semoga saja hari ini aku memperoleh banyak teman, setidaknya harus sama serunya seperti saat Sekolah Dasar kemarin. Oh ya, kebetulan sekali, ada tiga teman Sekolah Dasarku yang masuk ke Sekolah Menengah Pertama yang sama denganku mereka adalah Yuanita, Safitri dan Chandra.

 

Setidaknya aku tidak akan kesepian hari ini. Dan masih merasakan ada teman yang sama dan aku kenal. Pagi ini sungguh sibuk sekali, karena pagi ini hari pertamaku masuk Sekolah Menengah Pertama, duh senangnya hatiku.

"Sintia, ayo nak lekas kesini Papa sudah siap mau ke kantor."

"Iya, bentar lagi Pap, Sintia lagi buat kucir rambut nih, ribet Pap, OSPEK (hari perkenalan pertama sekolah) wajib di kucir dua rambutnya  kanan dan kiri setiap hari."

"Aduh, kamu ini Sin. Mana sisir dan ikat rambutnya biar Papa bantu sekarang!”

"Ini Pap, tingginya harus sama, jangan tinggi sebelah ya."

“Dari Taman Kanak-Kanak papa yang kucir rambut kamu itu, sudah jangan cerewet!”

“Hehehehe, siap bos.” begitulah kelakarku dengan papa.

Hampir setiap hari, kalau mau ke sekolah papa selalu menyisiri rambutku, seperti yang selalu di bilang sejak Sekolah Dasar dahulu, sedangkan si mama selain bersiap - siap untuk mengajar ke sekolah tentu saja dia sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk kami, mama tidak handal memasak seperti papaku, tapi dia selalu berusaha belajar memasak setiap harinya, dan papa menghargai sekali kerja kerasnya walau tetap papa yang selalu masak segala menu di waktu senggang dan libur,  dan mama selalu menjuluki papa adalah koki keluarga kami.

Setelah selesai mengikat rambutku, kami pun sarapan bersama, kebetulan hari ini mama membuat nasi goreng dan telur mata sapi setengah matang kegemaranku. Jam 06.30 tepat papa memanaskan mobilnya, sebuah mobil sedan tua kesayangannya yang berwarna hijau tua dengan merek Holden kesayangannya. Walau mobil sedan tua, tapi jangan diragukan untuk kecepatan papa dalam mengemudi di jalan, papa sopir berpengalaman yang biasa jalan antar kota, seperti Jakarta dan Bandung, ya di sanalah kampung halaman kami. Aku dan mama pun bersiap, mengunci semua pintu rumah dan kami berangkat ke sekolah dan bekerja bersama- sama dengan segera.

 

Perjalanan ke sekolah baruku lumayan lama, dan kami membutuhkan waktu berkisar antara 30 menit lamanya, cukup jauh. Nama daerahnya adalah Kampus Metro, lucu ya namanya. Mungkin karena di sekitar sana banyak kumpulan sekolah baik dari Taman Kanak -Kanak sampai perguruan tinggi dan banyak kantor pemerintahan yang berpusat di sana sejak dulu semenjak tahun 1980an. Bisa di bilang, sekolahku masih satu area dengan kantor papa bekerja dan Sekolah Menengah Pertama tempat mama mengajar.

 

Mama mengajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4, sedangkan aku sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2, dan papa di kantor Departemen pendidikan dan kebudayaan yang hanya butuh waktu 5 menit saja jarak tempuh  dari kantor papa, sekolahku dan sekolah mama, dekat sekali bukan? Duh entah enak atau enggak enak, yang pastinya dimana-mana akan jadi sorotan perhatian karena semua teman mama dan papa akan mengenaliku. Dulu saat aku Taman Kanak-Kanak, aku pun bersekolah di lokasi ini, Kampus Metro Lampung, tepatnya Taman Kanak -Kanak  PGRI Metro. Terdapat banyak kisah dan kenangan manis di sana. Ya kenangan tentang sahabat dan kisah cinta moyetku dahulu, bersama Agung cucu dari pak Slamet juragan tanah yang terkenal di zamannya.

 

Ada beberapa sahabat saat aku kecil ada Vina, Evi, Alek dan Agung, ya Agung kisah cinta monyet ku itu. Sudah enam tahun lalu kami terakhir bertemu dan akankah di pertemukan lagi nanti? Kami berlima saat Taman Kanak-Kanak  memiliki banyak kenangan, kami belajar bersama dalam satu meja, bermain, bernyanyi dan yang pasti dulu aku masih sering menangis kalau di tinggal mama dan papa untuk sekolah mandiri. Ups malu rasanya. Dan saat yang paling aku kenang adalah saat aku terjatuh dari perosotan di Taman Kanak Kanak, bisa di bilang hal itu sangat sakit, karena lumayan tinggi dan masih terkenang di memori ingatanku kini.

Di perjalanan, aku dan papa selalu mengisi waktu luang, seperti halnya mendengarkan lagu kesukaan kami masing -masing, papa dan mama hobi musik nostalgia dan Golden memori, sedangkan aku suka lagu pop-Rocks, yang identik dengan Anak Baru Gede. Dan baru saja tiga hari yang lalu aku beli kaset Stinky yang baru, aku sangat suka dengan band nya dengan lagunya yang lagi tren seperti lagu Mungkinkah yang di setiap tempat di gandrungi oleh anak-anak muda.

Papa sosok orang yang sangat asyik, beliau sama sekali tidak kolot, mama juga sama hanya mama lebih pendiam dan lebih sibuk dari papa, selain mengajar mama buka usaha konveksi, sehingga aku lebih akrab dan manja kepada papa setiap harinya. Karena papa selalu ada untukku sepanjang waktu. Ya mereka bagaikan bidadari dalam sosok yang hidup bagiku.

"Sin, siap-siap, jangan sampai peralatan OSPEK dan sekolahmu ketinggalan ya, terus kalau ketemu teman-teman mama guru barumu jangan lupa sapa."

"Iya Ma, (nah ini dia yang sesungguhnya agak berat CCTV tersebar dimana-mana dalam hatiku bergumam).

"Sin, sudah sampai sekolahmu nih, ayo bersiap!”

"Iya Pap, Sintia berangkat ya Mama dan Papa."(Bergegas, terburu-buru sampai lupa cium tangan mereka).

"Sin, jangan jajan es dan makanan pedas ya!"

"Iya Pap ok"

Duh jadi kikuk aku, sudah mulai ramai sih, aku pun berjalan masuk ke pagar sekolah. Sudah berjejer beberapa guru dan kepala sekolah di depan pagar sekolahku.

"Anak kelas 1 Ya?"Sapa dari seorang guru kepadaku."

"Iya Pak."

"Berkumpul ke ruangan sebelah sana ya Nak,  itu yang ada pak Yanto berdiri." Sambil menunjuk satu ruangan yang tepat di tengah-tengah lapangan sekolah.

"Ya Pak, terima kasih Pak."

Aku pun berjalan menuju ruang kelas yang ditunjuk oleh pak guru tadi. Aku di persilahkan masuk dan memilih kursi oleh Pak Yanto, tampaknya pak Yanto tak terlalu mengenaliku, mungkin saja dia pangling kepadaku, syukurlah jika memang begitu, aku jadi tidak akan canggung di sekolah. Selain teman mamaku, pak Yanto pun teman kuliah mama dan papa setiap sore hari, mereka lanjut kuliah S-1 kembali, untuk syarat naik jabatan, gaji dan sertifikasi guru yang wajib mereka miliki.

Tampak sudah banyak teman baru yang datang di kelas, tapi ketiga kawanku belum juga sampai nih ke sekolah, payah nih mereka, semoga saja mereka tidak telat, besok aku akan ajak mereka berangkat sama -sama dengan aku saja bersama papa. Aku pilih duduk di bangku depan saja, biar jelas nanti saat mendengarkan penjelasan pak guru atau Bu guru. Maklum saja mataku tidak sebaik kawan -kawan, seharusnya aku menggunakan kaca mata tapi aku malas untuk membeli dan memakainya. Yang lebih tepat akan lebih terlihat seperti anak kutu buku dan kurang modis sekali.

Lima menit berselang kelas mulai ramai, wajar jam sudah menunjukkan pukul 07.25 pagi lima menit lagi kami akan masuk dan memulai OSPEK, OSPEK oh OSPEK, terkadang aku penasaran walau sedikit takut, mereka bilang sering di kerjai kalau jadi murid baru oleh guru atau kakak kelas, semoga saja jangan aku yang mereka kerjai.

Tak lama berselang, ada seseorang teman baru yang menghampiri kursiku. Dan seperti nya dia ingin duduk bersamaku. Dan aku mulai tersenyum-senyum siap menyapa.

"Hai, boleh duduk di sini?"

"Oh iya silakan - silakan."

"Kenalkan nama aku Ervina, Ervina Sari."

"Hai aku Sintia, Sintia Budiyanti."

Aku dan Vina bercakap -cakap, tampaknya dia cukup dominan, cerewet dan seru orangnya, dia tampak tidak canggung mengobrol denganku walau baru kenal, dan dari kejauhan tampak Fitri, Nita dan Chandra yang baru datang dan memilih tempat duduk, kami hanya saling melempar senyum dan bermain mata saja, anggap -anggap latihan mencari teman baru di kelas dan sekolah. Biarkanlah hari ini kami beradaptasi dan mencari teman baru dulu masing -masing.

Aku dan Fina kemudian mendapat teman yang lain namanya Darzuli, Aris, dan Khairul. Karena dua hari ini masih kelas OSPEK,  kami bebas untuk masuk dan duduk di  kelas mana pun yang kami pilih. Lusa baru kami akan diberikan kelas yang sebenarnya. Semoga saja masih sama -sama dengan mereka biar seru bisa selalu bersama -sama, tapi tak akan mungkin sepertinya.

Pelajaran yang kami terima hanya sekitar kegiatan ekstrakurikuler saja seperti pramuka, PMR, etika menari dan kesenian saja, tujuannya hanya untuk memilih kegiatan ekstra kurikuler, dan kegiatan apa yang akan kami pilih nanti sebagai kelas tambahan dan minat bakat di sekolah.

Tampaknya aku tertarik dengan kegiatan pramuka dan menari saja. Begitu pun teman-temanku. Tapi konsekuensinya bulan depan kami wajib mengikuti Perkemahan Sabtu dan Minggu.  Oke lah siapa takut, penasaran sih seumur hidup aku belum pernah tidur di lapangan terbuka, saat Sekolah Dasar dulu kami di perkemahan, hanya tidurnya di kelas saja bersama -sama karena hujan yang tidak di sangka -sangka turun. 

Teng....Teng.....Teng....

Bel sekolah pun berdentang, waktunya kami pulang sekolah. Aku, Fitri, Nita dan Chandra berkumpul di halaman sekolah dengan segera. Kami pulang bersama -sama, pengalaman pertama kali naik angkutan umum tanpa pengawasan orang tua, kami akan menaiki dua kali angkutan umum yang berbeda. Dari sekolah ke terminal, kemudian dari terminal ke rumah masing -masing yang satu arah tujuan pulangnya. Aku turun sebelum Nita,  rumah Nita paling jauh di antara kami berempat. Sedangkan Fitri dan Chandra turun bersamaan lebih awal karena rumah mereka berdekatan satu dan yang lainnya. Kami mengobrol sepanjang jalan tentang keseruan di sekolah hari ini. Hari pertama kami bersekolah dengan teman -teman baru yang kami kenal.

 

Ups, lelahnya hari ini, lebih baik aku tidur -tiduran dulu sambil menunggu mama dan papa pulang dari kantor masing -masing, mungkin bisa jadi kalau pulang siang mereka langsung kuliah. Tak lupa aku hidupkan tape recorder kesayanganku di kamar, aku peluk boneka bebek dengan ukuran besar kesayanganku. Siapa lagi temanku di rumah selain boneka ini? Dan musik sebagai pengisi sepi hariku, andaikan aku punya adik atau kakak mungkin saja hari -hariku akan terasa sangat seru.

Sore harinya,

Tin....tin...tin

Terdengar suara klakson mobil papa. Aku bergegas membukakan pintu garasi. Mama dan papa pun turun dari mobil dan bergegas masuk ke rumah. Tampak sekali mereka sangat lelah beraktivitas seharian pastinya.

 

"Sin, bagaimana di sekolahnya?"

"Seru Ma, besok kami harus bawa makanan telur mata sapi yang kuningnya tepat di tengah dan sayur kacang panjang yang ukuran panjangnya 3 cm rata tanpa terkecuali."

"Ha...ha...ha...ada -ada saja gurumu." Papa meledekku dengan santainya, tanpa peduli kekesalanku dengan tugas yang aneh itu dari guru dan kakak kelasku.

"Aah....Papa! Ma tuh Papa jahat sama Sintia"

"Ya sudah, nanti kamu beli kacang panjangnya di warung mbak Sri ya, terus kamu potong sesuai ukuran yang di minta.

"Iya Ma, baiklah -baiklah"

Benar -benar ya, apa betul besok akan di cek oleh pak guru atau kakak -kakak OSIS (organisasi Siswa) yang bertugas OSPEK, gumamku dalam hati. Sambil memotong kacang panjang dengan sebuah penggaris di tanganku, ribet pastinya tapi mau tak mau harus aku kerjakan. Tiga sentimeter harus rata tanpa terkecuali, Gokil. Tapi ya seperti itulah aku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status