Hari keduaku di sekolah yang baru, dengan segala kesibukan yang lain dari kebiasaan pagi -pagi sebelumnya yang aku biasa lakukan di Sekolah Dasar yang terletak dekat dari rumahku. Ya kalau enggak meramaikan hari, tentu rumahku tak akan ramai bukan? Siapa lagi yang mau buat gaduh dan ramai kalau bukan aku si Sintia.
"Ma, kok telur mata sapinya meleber si! Dan Ma sayur kacang panjangnya sudah matang belum?"
"Cerewet ah kamu, nih masak sendiri kalau tidak percaya ke Mama."
"Duh Mama, Aku kan mau mandi, nanti telat lagi."
“Ya sudah sana, mandi saja duluan, jangan cerewet dan ganggu Mama masak!”
“Iya deh Ma, Aku mandi duluan dan bersiap saja.”
Seperti kemarin, kami bersiap mandi, dan sarapan pagi serta sedikit cemberut di wajahku setelah aku lihat telur mata sapi yang mama buat meleber ke mana -mana warna kuningnya, tidak pas di tengah sesuai yang aku inginkan, ingin komplain masalah telur mata sapi yang mama buatkan, takut di periksa guru atau kakak kelas nanti, gawat kalau aku sampai kena hukuman mereka karena tak sesuai yang di harapkan, seperti harus maju di depan kelas mengangkat satu kaki atau hukuman lucu lainnya yang selalu aku bayangkan. Ya sudahlah pasrah saja, berhubung mama sudah mandi dan beralih dari dapur untuk pergi kerja dan mengajar.
Aku selalu duduk di depan mobil bersama papa mendampingi papa mengemudi, angan-anganku nanti ingin sekali bisa mengemudikan mobil sendiri jika telah dewasa, sedang mama duduk di kursi belakang. Aku tambah volume tape mobilku biar meredam rasa takut dan gundah akibat si telur mata sapi tadi yang tak sesuai harapan dan tugas sekolahku.
"Sin, senyum dong." Papa mulai menggodaku kini.
"Iya Pa, tapi takut dimarahi sama Pak Guru, aku takut di hukum."
"Aduh Sin, mana mungkin sih diperiksa, percaya deh sama Papa."
"Iya Pap."
"Mama sama Papa semalam saja tertawa di belakangmu, kamu terlalu banget mengukuri kacang panjang pakai penggaris, Hahaha....tak akan di periksa, percaya deh sama papa.”
"Maklum Pa, Anak Baru Gede yang baru mengenal istilah OSPEK di sekolah barunya."
Kesel malah menjadi ledekan mama dan Papa, ingin menangis rasanya aku. Tidak tahu apa kalau aku benar -benar takut. Aku pun turun dari mobil papa, tak lupa hari ini kucium tangan dan pamit kepada mereka. Dengan wajahku yang sedikit cemberut dan wajah mereka yang tertawa -tawa mengejekku dengan sangat puasnya.
Aku langkahkan kakiku, tampak Vina dari kejauhan yang mendekat kepadaku, tampaknya ada teman baru lagi nih yang dia bawa untuk di perkenalkan kepadaku. Mereka memperkenalkan diri, Umi, Maria, Catur dan Nia. Aku meletakkan tas sekolahku sejenak, tas warna merah hati, ukuran sedang kesayanganku. Tak lupa aku letakkan tempat makanku di laci meja belajar dengan sangat hati -hati, gawat jangan sampai lebih berantakan isinya nanti, nasi, lauk pauk bercampur aduk jika aku tidak hati -hati meletakkannya. Aku pun lanjut keluar halaman sekolah, bermain bersama teman -teman sebelum bel istirahat sekolah berbunyi. Ternyata jadi siswi putih biru itu seru juga, walau baru dua hari ini kami jalani. Lebih seru dari anak Sekolah Dasar yang terkenal masih imut -imut dan ingusan.
Teng....teng....teng...Lonceng sekolah berbunyi, kami pun berhamburan berbaris rapi di depan sekolah, seperti biasa menantikan guru piket hari ini. Aku perhatikan langkah satu persatu guru yang keluar dari ruangan, Pak Yanto lagi ternyata, beliau berjalan mendekat ke arah kelasku sebagai guru pendamping OSPEK. Pak Yanto merupakan salah satu guru yang di segani di sekolahku, mereka bilang pak Yanto orang yang tegas dan galak tapi terkadang ada sisi humorisnya. Maka menjadi guru kesayangan anak-anak.
Pak Yanto tampaknya hari ini bersama kakak-kakak OSIS, mereka memberikan materi tentang OSIS dan pelajaran tali temali, beragam simpul dasar yang di pelajari dan di ajarkan oleh kakak pramuka kepada kami, cukup banyak dan pastinya akan berguna nanti saat kami mulai kegiatan ekstra kurikuler.
Saat jam istirahat tiba, kami pun memakan bekal makanan kami bersama -sama. Sial, benar saja tak di cek sama sekali. Boro -boro mereka mau mengukur ukuran kacang panjang dan telur mata sapi yang aku bawa. Sungguh kocak memang, benar kata mama dan papa aku terlalu ketakutan dan berlebihan tampaknya kemarin. Bahkan ada beberapa kawan yang tidak membawa bekal dengan menu yang sama tampak santai saja. Sial, aku yang terlalu baper (terbawa perasaan) nih.
Setelah istirahat kami pun berbagi kelas Aku dapat kelas 1-A, kebetulan bareng dengan Catur, Ervina, Maria, Darzuli, Aris, Chairul dan Nia sedangkan Umi di kelas G, Fitri di kelas F, Chandra di kelas B dan Nita di kelas D. Benar-benar di pencarkan. Kami bergegas pindah ke ruang kelas yang sudah di tentukan oleh para wali kelas masing -masing tadi. Kami memilih ketua kelas, wakil, bendahara dan sekretaris kelas.
Yang terpilih menjadi ketua kelas adalah Putra Utama Kurniawan, wakilnya Rionaldi, Bendahara Catur Suryani dan sial aku di pilih juga menjadi sekretarisnya. Ada -ada saja si Putra memilihku jadi sekretaris. Catat -mencatat terus deh tugasku setiap harinya, tapi biarlah aku harus belajar lebih gaul dan berani, jangan seperti saat Sekolah Dasar yang terkenal manja dan sering tangisnya di mata kawan -kawan. Hari ini Sabtu, dan Senin depan sialnya kelas kami harus bertugas dalam upacara bendera. Putra jadi pemimpin upacara, Catur jadi pemimpin lagu, Aku, Maria dan Ervina kompak saja ambil tugas mengibarkan bendera merah putih. Aku pilih yang di tengah saja, bagian pegang bendera lebih aman dan tidak gugup karena terapit oleh kedua temanku. Pulang sekolah kami pun berlatih terlebih dahulu sebelum pulang ke rumah masing-masing, dan alhamdulillah ke tiga sahabatku masih menunggu aku pulang bersama. Mereka setia dan tidak meninggalkan aku pulang sendirian dan mengerjaiku. Tentunya sangat sedih kalau harus pulang sendiri dengan jarak rumah yang lumayan jauh.
Putra dan Rio menghampiriku, ya secara langsung aku belum sempat berkenalan dengan mereka. Rio dan Putra menjabat tanganku dan menyebutkan nama mereka masing -masing. Mereka berdua ramah, dan tampaknya ingin bergaul dan berteman dengan kami. Dan ada satu teman baru namanya Valentina, dia tampak akrab dengan Rio dan Putra, ya baiklah punya banyak teman bukankah makin seru? Dan Valentina orangnya pintar dan jago dalam Bahasa Inggris.
Oh ya ternyata Erfina itu teman saat Taman Kanak -Kanak dahulu, kami baru sadar saat mengobrol dan bertanya tentang awal sekolah Taman Kanak -Kanak, ternyata Papa kami sama -sama teman satu kantor juga hanya saja berbeda ruang kerjanya. Aku baru paham sekarang, sungguh sangat kebetulan sekali.
Keesokan harinya, di kala waktu senggang, Putra menghampiriku. Dari kejauhan dia berjalan dan semakin mendekat kepadaku.
"Sin, Papa kamu kerja di Depdikbud ya?"
"Put, kok Kamu tahu?"
"Iya, sama bareng dengan Papaku."
"Oh masa? Papanya Putra siapa namanya ya?"
"Kamu benar-benar lupa sama aku Sin? Duh keterlaluan kamu ya."
"Iya, maaf ya Put aku benar -benar tidak ingat deh."
"Coba Kamu ingat -ingat dulu, saat kecil dan bermainan di kantor Papa Kamu?"
"Ehmmm, Anggun, Agung, Iwan, Fina, Chandra."
"Aduh, itu nama kecil Aku Kamu sebut, Aku Iwan Sin, Anak Pak Mardi."
"Ya ampun maaf, Sintia pangling Wan, benar ini Iwan Anak om Mardi?"
"Iya, Aku Iwan, coba deh tanya sama Papa dan Mama Kamu ya nanti kalau pulang."
"Aku ingat sama Kalian semua, sempat sih terbayang andai saja kita di pertemukan lagi sama -sama pasti deh seru eh ternyata benar kita jadi kumpul lagi sekarang.”
"Anggun masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 dan Indra masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 anak tante Jamila, sedang Agung cucunya Pak Slamet masuk ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1."
"Wah, benaran ya, kita jadi dapat info satu dan lainnya sekarang."
"Iya Sin, Kamu masih tetap sama ya?"
"Tetap sama bagaimana?"
"Tetap si anak manja, anak Mama dan penggila warna pink dari kecil."
"Iya betul banget Put, Kamu masih ingat semua ya?"
"Ya sudah, siap -siap pulang yuk. Besok lagi kita mengobrol kenangan masa kecilnya."
“Oke”
Aku pun lanjut pulang ke rumah, bersama ke tiga sahabat setiaku itu, dan dari gelagatnya tampak mereka mau menjaili dan usil padaku, karena lama menungguku.
"Ceille, siapa tuh Sin, cowok baru ya?"
"Iwan Fit, ternyata dia anak teman akrab Papa juga, dan teman Aku waktu kecil banget, ya teman sebelum aku sekolah Taman Kanak-Kanak dulu, biasa sering ketemu di kantor papa kalau sama -sama ikut kerja dulu."
"Oh pantas saja, kok seru sekali kami lihat kalian bercakap -cakap."
"Iya Nit, begitulah jadi lupa waktu."
"Lupa tuh Sintia lama -lama sama idolanya dulu, bukan hanya sekedar lupa waktu."
"Hahaha....ya bagaimana dengan si Tian, masih tetap salam tidak kalau ketemu nanti?"
"Ya ampun Chandra, dan kalian...masih saja menggangguku."
"Masih Tian? Atau siapa itu? Agung idola kamu saat Taman Kanak- Kanak yang selalu kamu cari kabarnya?"
"Siapa saja deh, tapi pasti nanti Aku akan ketemu sama Agung suatu saat nanti, Aku cuma penasaran teman -teman saat Taman Kanak -Kanak dulu wajahnya seperti apa ya sekarang, apa masih sama atau benar -benar berubah dan tak aku kenali seperti Ervina dan Iwan?"
"Iya, nanti kita cari bareng -bareng deh. Taman Kanak -Kanak apa Sin namanya dulu?"
"Taman Kanak -Kanak PGRI Kampus Metro, Terima kasih ya kawan -kawan sebelumnya yang sudah mau mencarikan Agung sahabat kecilku."
"Mulai deh lebainya Dia."
"Sin bagaimana tentang perasaan tetanggaku, salamnya di jawab Ngga? Sarinto?"
"Aduh Fitri, Sarinto lagi sih yang di ingat dan di bahas."
"Fit, Sintia itu tipenya mengejar cowok idolanya mana Sarinto dan Insan di pedulikan, Dia enggak suka tipe di kejar -kejar seperti itu tahu!"
"Hahahahhaa..."
Mereka bertiga saling bersahutan meledekku, biarkan saja asalkan mereka senang. Dan aku tetap aman saja.
"Sudah -sudah mau sampai nih, enggak usah pada ramai, nanti rumah kita kelewatan lagi.”
"Nanti jadi ya kita belajar bersama?”
“Tetap dong gengku Sekolah Dasar sama -sama belajar kelompok, walau kita sudah tidak satu sekolah apa salahnya kalau bermain dan belajar kelompok bersama -sama lagi."
"Ok, biasa di teras rumahmu ya Sin?"
"Yupp bebas sampai jam 5 sore, Mama dan Papaku kuliah kok hari ini, jadi kita lumayan bebas."
"Asyik lah kalau begitu Sin."
Kami pun pulang ke rumah masing -masing, mengganti pakaian, membawa pekerjaan rumah dan sebelumnya makan siang dahulu.
Satu jam berselang satu persatu teman -teman main ke rumahku. Selain mereka bertiga ada Isti, Linda, Ria, Retno, Wiwik, Sri, Anggi, Iren, Dina Terkadang Chandra membawa Irvan, Bryan, Tian dan Sarinto main ke rumahku. Rumah mendadak ramai seketika seperti sebuah taman bermain. Acara kami yang seru, belajar bersama, masak bersama dan beres-beres rumahku bersama -sama. Kami belajar masak nasi, sayur asem dan menggoreng tempe, sayang sayur kami sangat asem sekali, Wiwik dan Ria tampaknya terlalu banyak memberikan buah asam sebagai bumbunya bakal terbuang nih, atau menunggu mama dan papa untuk memperbaiki rasanya yang tidak karuan ini. Kami, ada yang cuci piring, masak, menyapu, mengepel, menyiram kembang dan memberi makan ikan -ikan nila kesayanganku. Mama dan papa sih enggak pernah marah dan komplain, asalkan saat sore rumah kembali rapi kembali seperti sedia kala. Begitulah persahabatan kami yang akrab bagaikan semut beriring. Sempat terpikir sih apa mungkin ya selalu sama -sama begini sampai kami dewasa nanti? Mungkin akan seru, kami selalu akrab, jarang sekali bermusuhan setelah lulus Sekolah Dasar.
Selain mereka aku pun punya teman baru, ada Dini, Kiki, Fifi, Rika Osin, dan Deli. Mereka grup khusus kami kalau aku dan Dina main tanpa teman -teman Sekolah Dasar kami. Rika Osin kebetulan mengontrak di depan rumahku, dia sangat baik dan ramah begitu pun mama dan papanya, kerap kali saat libur mereka mengajak aku pergi tamasya bersama ke pantai. Kami berenang, bermain dan makan bersama di tepi pantai, hal yang sangat jarang kami lakukan bersama teman yang lain. Rika sangat suka ikan, apa pun jenis ikan, begitu pun aku, kebetulan siang ini tante membawa bekal pepes ikan dari rumah, duh nikmatnya di nikmati saat lapar di pinggir pantai bersama-sama Rika dan keluarganya yang benar -benar ramah kepadaku.
Senin pagi, Ups hampir saja akutelat berangkat ke sekolah, aku bangun lebih siang padahal mama dan papa sudah sibuk membangunkan aku, tapi ya begitu aku selalu nikmat tidur, mereka sering meledekiku kalau tidur seperti kerbau atau orang mati saja. Aku lari saat bel masuksekolah berbunyi. Ya hari ini aku piket menjadi petugas pengibar bendera. Aku mengambil bendera, aku rapikan bersama Vina dan Maria, dan kami bersiap. Dari kejauhan tampak Iwan yang telah siap sebagai pemimpin upacara, dia tersenyum kepadaku. Aku pun tak lupa membalas senyumannya itu. Gugup, ini hari pertama aku mengibarkan bendera di Sekolah Menengah Pertamaku. Banyak kakak kelas tentunya begitu pula teman -teman kelas satu. Total sebanyak 21 kelas, tiba saatnya aku mengibarkan bendera. Aku yang bertugas memberikan aba -aba. Aku pun yang harus memantau pergerakan bendera agar stabil berkibar sesuai dengan ketukan lagu Indonesia Raya saat di nya
Keesokan harinya aku berangkat ke sekolah, dan aku lihat Iwan sudah menungguku di depan muka kelas, duh malu, gugup sekali rasanya, sepatuku mendadak terasa berat begitu pun langkah kakiku ini, aduh serasa gemetar dan ingin putar arah saja kalau bisa. Dia malah berjalan mendekat ke arahku sekarang. Ingin menghindar, tapi tampaknya tidak mungkin deh, jantungku berdetak kencang sekali, apakah ini yang di namakan getar -getar cinta. Sangat gugup kalau berpapasan atau bertemu dengannya, tapi sebenarnya ingin ketemu sih walau sebentar. "Hai Sin, senang deh bisa lihat Kamu pagi ini, berarti Kita jadian ya mulai hari ini?” Aku pun hanya dapat menganggukkan kepalaku, dia terus memandangiku terus. Iwan Anak yang baik, dia selalu memperhatikan tugas -tugas sekolahku. Dia juga Anak yang pintar sekali, nilainya selalu bagus, seperti pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris sedangkan aku selalu saja memiliki nilai yang masih pas -pasan.
Setelah pulang sekolah, dan menunggu mama dan papa pulang kerja, Catur memintaku menemaninya ngedate sama Bowi, alasannya sih main basket di lapangan basket sekolahan tempat mamaku mengajar. Ya oke deh cus, sekalian menunggu mamaku pulang sore nanti. Kami pun jalan bertiga dari sekolahku ke sekolah mamaku. Kami berjalan kompak menyusuri trotoar, dan aku kebetulan menjadi obat nyamuk atau setannya, istilah yang menemani orang pacaran. Di jalan iseng tuh Bowi bilang, mau kenal in aku sama sepupunya, biar tidak bosan sih sendirian terus, ya boleh lah aku rasa itu ide yang cukup baik "Sin, dari pada bengong nanti Aku telepon sepupuku ya, biar main basketnya Kita juga imbang dua lawan dua ok!" "Boleh, Anak mana Wi?" "Anak sekitar sini saja, namanya Agung dia seperti kita masih kelas 1 Sekolah Menengah Pertama kok." Ya ampun kayak dengar petir rasanya apa enggak salah Bowi bilang sepupunya
Sedangkan di satu sisi, aku dengar abang Iwan dan Eni sudah putus, dan Iwan akan pindah ke sekolah Menengah Pertama Favorit di kota kami ini ya satu sekolah dengan Agung. Sama, harusnya aku juga pindah sesuai dengan bantuan koneksi papa kami. Tapi kalau aku dan Iwan masih tak bertegur sapa, apa nanti yang Iwan pikirkan jika aku pun pindah sekolah dengannya? Dan aku sudah nyaman di sini, aku sudah punya banyak teman bahkan sahabat yang cukup baik -baik, mungkin nanti lebih baik aku batalkan saja niatku untuk pindah sekolah. Saat pulang sekolah, benar saja Masril mengacuhkanku, Aku coba untuk biasa saja, berasa tidak ada apa -apa dan berasa nyaman pulang bersama Masril dan Tika. Dan sore ini, kami akan ikut perkemahan bersama. Semoga saja yang kak Dimas bilang tidak benar, mungkin mereka lagi dekat saja karena suatu hal yang tidak kami tahu. Sore ini, mama dan papa mengantarkan aku ke sekolah, pakaian serba coklat seragam pramu
Telepon di rumah aku berdering, eh ternyata Iwan meneleponku lagi. Seakan tidak ada masalah yang lalu, dia mengajak aku mengobrol banyak hal, tentang kabarku, sekolah, les dan kegiatan harianku. Entah apa ini, yang pasti Iwan yang dulu cuek kini telah kembali memperhatikan hari -hariku. Kini tidak ada kekakuan lagi di antara kami, semua telah membaik, temanku, sahabatku telah kembali ke pelukanku lagi. Segala keluh kesahku selain aku ceritakan kepada teman sudah ada Iwan yang setia mendengarku kembali. Terkadang dia memanggilku Sin, Dek atau panggilan manis lainnya, terkadang kami pun saling memanjakan kata -kata. Apakah ini yang di sebut Teman Tapi Mesra. Kalau di bilang balikan belum ada kata -kata untuk balikan menjalin hubungan spesial, tapi kalau di bilang teman, lebih dekat dan spesial dari teman pria yang lainnya. Apa pun itu aku merasa suka dan nyaman kini. Mungkin status bukan hal yang penting, sudah bisa dekat atau akrab itu sudah sangat aku syukuri.
Aku pun melanjutkan aktivitasku. Fina dan Maria latihan baris berbaris, mereka enggak ada bakat untuk menari, beda hal dengan aku, Nicky dan Tika, sedangkan si tomboi Catur sedang latihan Tai Kwon Do, dengan Yeni dan Yayuk. Bagiku menari itu menyenangkan, dapat membuat aku merasa tenang dan bahagia. Aku mulai kursus tari sejak Sekolah Dasar. Belajar tari menjangan dan tari sembah asal mula pertamanya. Sekarang aku mendalami tari-tarian khas Lampung ada tari Bedana, Bedana Lunik, Tari Sembah dan Tari Melinting. Nama guru tari kami ibu Sri Wiji, beliau sangat baik orangnya, ramah dan lemah lembut. Kelak, kami akan tampil di beragam acara sekolah seperti perpisahan atau lomba tari antar sekolah, seru kan? Selesai menari, kami pun kumpul untuk pulang sekolah bersama-sama, hanya Fina yang tidak bareng jalan bersama ke arah kantor papaku, karena rumahnya berlawanan arah dengan kami. Aku, Catur dan Maria sengaja nebeng naik mobil papa saja, hemat ongkos. Kami n
Minggu pagi ini, aku dan mama mengantarkan papa berobat ke dokter langganannya. Ya Allah, sedih rasanya kalau melihat papa setiap saat harus menelan obat yang banyak dan besar-besar itu. Dan papa masih saja menguatkan menyopir mobil tua kesayangannya itu kemanapun kami pergi. Terkadang inggin rasanya cepat menjadi sosok wanita dewasa agar bisa membantu mama dan papa dalam segala bidang pekerjaan. "Pa, masih pegang uang berapa?" "Ngga banyak Ma, hanya tinggal beberapa lembar lagi saja ini di dompet." "Ya, sabar Pa semoga saja kelak ada rezeki Allah dari yang lainnya Pa." “Iya Ma.” "Sin, Kita ke supermarket saja ya, belum bisa jalan-jalan jauh, Kita beli roti sama buah-buahan untuk Papa saja ya?" “Iya, sebenarnya papa ingin ajak Sintia main ke pantai pasti seru, kapan-kapan ya Sin?” "Iya Ma, iya Pa kapan-kapan saja kalau papa sehat dan ada rejeki yang lebih." Jujur setelah tahu kondisi sakit
Tampaknya Catur bertemu dengan Miftah pagi ini, dan siang nanti Miftah mau menjenguk papaku di rumah sakit. Agak sedikit pusing aku belajar dan mengerjakan tugas di sekolah, mungkin karena aku kurang istirahat tadi malam. Setelah selesai sekolah, aku, Catur, Fina, Maria dan beberapa teman yang lain menjenguk papaku di rumah sakit. Dan tentu saja, mereka selalu kompak dan selalu berusaha untuk menghibur dan mengisi hariku. Tidak lama, hanya sekitar 30 menit saja mereka menjenguk papa, memang terbatasi karena sakit papa cukup serius dan perlu istirahat lebih oleh dokter. Tapi kehadiran mereka sangat menghibur papaku yang sedang sakit. Tampak Miftah datang, dia tersenyum kepadaku. Menyapa aku, Catur dan Papa. Entah apa saja yang dia bawakan untuk papaku. Terlihat ada aneka roti, kue kering, susu dan buah-buahan. Sungguh dia sangat royal kepadaku. Dan cukup lama menemani kami, tampak sisi dewasa mulai tumbuh didirinya, dengan sangat akrab berbincang dengan papaku.