Share

05. Special Treatment

Alicia terbangun ketika merasakan sesuatu yang menyengat telapak tangannya. Dia membuka mata dan melihat siluet gelap Lucius di hadapannya.

"Kau bangun di waktu yang tepat," gumam pria itu, mencabut jarum suntik yang belum sempat menembus nadi Alicia, lalu menancapkannya lagi tanpa kehati-hatian, membuat Alicia meringis sakit.

Lucius tersenyum manis. "Aku sangat membencimu," bisik Alicia tajam, sambil terus memperhatikan Lucius yang ternyata baru selesai memasangkannya infus.

Kembali, Lucius hanya tersenyum. "Terima kasih, aku juga sangat membencimu," sahutnya tanpa adanya nada kebencian sedikitpun, tidak seperti cara Alicia mengucapkan kebenciannya sendiri.

"Kau lapar?"

Alicia tidak menjawab. Hanya matanya yang bergerak-gerak menatap Lucius yang berjalan menjauhinya lalu mengambil sebuah nampan berisi makanan, membawanya ke arah Alicia.

Seketika itu perut Alicia berbunyi lagi, melilit dengan sangat menyakitkan. Lucius tidak menghiraukannya. Dia mengaduk bubur itu, lalu menyuapinya pada Alicia.

Bahkan hanya dengan menciumnya saja, Alicia sudah mau muntah. Dia langsung menggeleng dan mencoba menjauh. Dengan sabar, Lucius mendekatkan sendok itu lagi ke mulut Alicia. Lagi-lagi Alicia menolak.

Lucius menggeram, lalu mencengkram rahang Alicia, memaksanya membuka mulut dan memasukkan bubur itu ke dalam mulutnya. "Aku tidak sedang memanjakanmu," gumam Lucius sambil mengaduk bubur di mangkuk itu tanpa ekspresi.

Lucius menghitung pelan, di hitungan ketiganya, terdengar suara muntahan.

Alicia memuntahkan bubur yang baru ditelannya keluar bersama cairan-cairan bening dari lambungnya. Perempuan itu menangis. "Sakit!" keluhnya sambil memegangi perut.

Lucius masih memasang wajah datarnya, tidak lama kemudian Alicia kembali pingsan, membuat Lucius menghela napas.

"Kau sungguh merepotkan," bisiknya, lalu bangkit untuk menyingkap selimut Alicia dan membawanya ke keranjang cucian, menggantinya dengan selimut baru.

Tidak lama setelah itu, Alicia lagi-lagi terbangun. Dia merasakan sesuatu yang dingin menyentuh kulitnya. Ketika membuka mata, pandangannya kabur, butuh beberapa detik untuknya fokus.

Lucius masih berada di hadapannya, tengah memeras handuk berwarna putih dari baskom yang berisi air. Lalu pria itu kembali menghadap Alicia dan mengusap kasar handuk itu pada permukaan kulit Alicia yang rasanya benar-benar sakit.

"H-hentikan," ringis Alicia lemah.

Alih-alih berhenti, Lucius malah menyengir lebar, sengaja berlama-lama ketika mengusap dada perempuan itu.

Mata Alicia langsung melotot terkejut dan menyadari bahwa dirinya tidak berbusana.

Refleks tangannya menepis tangan Lucius dan memeluk dirinya sendiri. "Hentikan!" bentaknya lebih bertenega.

Lucius malah terkekeh, menggeser handuk itu sampai menyentuh perut Alicia yang lagi-lagi ditepis.

"Setidaknya aku tahu bahwa Jen merawat peliharaanku dengan baik selama di desa."

Peliharaan?! Alicia semakin melotot lalu menyorotinya dengan tatapan kebencian yang jelas.

Tapi Lucius sedikitpun tidak gencar. "Walaupun aku sedikit kecewa karena sikap kurang ajar dan pemberontaknya, dia juga sedikit tidak sopan."

Siapa yang kurang ajar dan tidak sopan di sini?! Karena jawabannya tentu saja pria gila ini, pikir Alicia.

Lucius berhenti mengelap tubuh Alicia dengan handuk itu, dia bangkit dan berjalan menuju kamar mandi lalu menghilang di sana. Meninggalkan Alicia yang tengah mencari-cari keberadaan pakaiannya, tidak ada, lalu dia pun menarik selimut dan menutupi tubuhnya sampai dagu.

Ketika Lucius kembali, dia mengambil nampan di atas nakas, meletakkannya ke atas troli makanan.

Lucius menangkap pergerakan mata Alicia yang sempat melirik segelas susu yang sudah dingin itu, lalu tersenyum manis. "Kau tidak boleh terlalu banyak minum susu, Alicia, punyamu sudah terlalu besar, mandirilah."

Kemudian tanpa menoleh lagi, Lucius berjalan santai keluar ruangan, meninggalkan Alicia dengan wajah memerah padam, entah karena malu atau marah.

*

Paginya, seorang dokter datang untuk memeriksa keadaan Alicia. Lucius berdiri sambil melipat tangan dan bersandar di tembok.

"God! Lucius, apa yang telah kau lakukan pada perempuan cantik ini?"

Lucius berdecak tidak suka. "Lakukan saja tugasmu, Roy, jangan banyak bertanya," sahutnya dingin.

Dokter bernama Roy itu langsung terdiam. Seperti yang Lucius perintahkan, dia bergerak dalam diam melakukan tugasnya.

"Dia maag, tekanan darahnya rendah, dan... energinya nyaris terkuras habis. Kau yakin tidak sedang berniat membunuhnya, kan?"

Mengalihkan pandang dari wajah perempuan yang tengah tertidur itu, Lucius menjawab pelan, "Dia terlalu berharga untuk dibunuh sekarang."

Roy mengangguk. "Yah, aku hanya penasaran, sampai mana yang satu ini akan bertahan."

Perkataan Roy itu menghadiahinya tatapan tajam dari pria yang saat ini berjalan mendekatinya, Roy menjadi gugup.

"Maafkan perkataanku," katanya, mengangkat kedua tangan tanda menyerah.

"Dia tidak seperti perempuan-perempuan itu. Yang satu ini lebih berharga."

Roy tersenyum jenaka. "Kau akan menikahinya?"

Lucius memberikannya tatapan membunuh. "Keluar dari sini secepat mungkin atau aku akan mematahkan kakimu," ucap Lucius tajam.

Roy tampak terkejut dan dengan cepat dia segera mengemasi semua barangnya dan berlari keluar dari kamar itu, meninggalkan Lucius dalam keheningan.

Setelah mendengar suara deru mobil di luar, Lucius kembali menatap wajah Alicia, tatapannya masih dingin, nyaris tidak berekspresi.

"Untuk sementara, aku tidak boleh membiarkanmu mati," katanya, lalu berbalik dan pergi dari kamar berbau antiseptik itu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status