Share

6. Kehidupan Baru Elena

Untuk pertama kalinya, aku meninggalkan Snow berada di rumah itu sendirian. Bukan hanya satu atau dua jam, melainkan sampai enam jam lamanya karena aku harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan kami berdua.

Apalagi akhir-akhir ini Snow sangat menyukai makanan manis yang harganya sebenarnya lumayan. Bisa untukku hidup selama satu minggu.

Bus datang tak lama aku menunggu. Mulai hari ini aku akan menjalani hidup yang lumayan sibuk.

“Dia sedang apa ya?” tanyaku pada diriku sendiri ketika menatap ke arah jendela. Tak mungkin dia akan bertahan menjadi batu selama seharian.

Aku tersenyum tanpa sadar. Mengapa tingkah Snow bisa membuatku menjadi aneh seperti ini?

Aku tidak tahu apakah dia benar-benar polos atau bagaimana. Tetapi yang aku rasakan selama tinggal dengannya dia itu sangat manis. Sikapnya sangat menggemaskan dan membuatku tidak merasa kesepian lagi.

Namun ketika teringat jika dia tidak akan bertahan lama di bumi. Apa yang bisa aku lakukan tanpa dirinya?

Sudah beberapa minggu ini aku terbiasa hidup dengan Snow. Membersihkan rumah, makan dan bahkan mencuci baju berdua. 

Tiba-tiba aku tak ingin jika musim salju ini berakhir. Aku ingin musim salju ini akan terus ada agar Snow tidak pergi. Aku memang egois.

Dulu aku tidak menyukai musim salju. Bahkan membencinya, karena di saat musim salju orang tuaku meninggalkanku untuk selamanya.

Dan selama musim salju, aku sangat membenci ketika aku harus pergi dengan pakaian tebal. Bahkan aku tidak merasakan indahnya butiran salju yang turun seperti orang-orang. Lalu—Snow datang dan merubah semuanya termasuk merubah perasaan benciku.

Dua puluh menit perjalanan akhirnya aku sampai di sebuah minimarket tempatku bekerja.

Aku gugup, karena ini adalah pertama kalinya aku bekerja dan mencari uang.

“Selamat datang Elena Morrison!” 

Penyambutan yang membuatku benar-benar merasa disambut.

“Hai Peter,” sapaku pada lelaki yang bernama Peter, dia adalah senior di sekolahku dulu. Dan sekarang dia juga sedang bekerja di tempat yang sama denganku.

“Aku senang karena kau yang akan menggantikan anak lama.” Dia memberikanku sebuah seragam, dan mengantarkanku ke dalam staff room. Atau lebih pantas disebut dengan gudang stok barang.

Minimarket ini milik Alexander, ayah Peter sendiri. Hanya ada satu minimarket di kota ini jadi banyak orang yang dari desa untuk membeli kebutuhan di toko ini.

“Aku baru tahu kalau kau yang akan menggantikan anak lama,” ucapnya.

Padahal dia sendiri yang kemarin menyambutku ketika aku sedang melihat tulisan lowongan pekerjaan di depan pintu.

“Oh ya, kau tinggal di mana?” tanya Peter.

Ia kemudian berjalan di belakang meja kasir dan mengajarkanku bagaimana cara menggunakannya.

“Aku tinggal di rumah orang tuaku yang lama, ada di desa bawah sana.”

“Wah, desa itu sangat bagus Elena. Apalagi kalau musim semi datang!” decaknya senang.

Tetapi aku tidak ingin memikirkan musim semi dulu, aku ingin menikmati musim salju bersama Snow.

Sesaat kemudian aku melirik ponselku. Aku baru ingat jika Snow tidak memiliki ponsel dan tak bisa menghubunginya kapanpun aku mau.

“Pasti kau sedang menunggu pesan dari pacar,” tebaknya membuatku tersenyum tipis.

Pacar? Memangnya seperti ini rasanya menunggu pesan dari pacar? Tidak, aku tidak sedang menunggu pesan dari pacar.

“Aku akan mengambil stok barang dari gudang, kau tunggu di sini. Dan jika tidak ada yang dimengerti kau bisa memanggilku, oke.”

Aku mengangguk dan melihat punggung Peter menghilang masuk ke dalam gudang.

Rasanya sangat aneh ketika berhadapan dengan Peter. Rasanya sangat berbeda ketika aku berbicara dengan mahkluk polos itu.

Aku melamun sebentar, sebelum akhirnya terkejut ketika mendengar nada dering dari ponselku sendiri.

“Mia?” Aku melihat nama Mia ada di layar ponselku. “Ada apa dia? Tumben sekali menghubungiku.”

“Kenapa?” tanyaku.

“Elene Morrison, lebih baik kau jelaskan padaku apa yang sedang terjadi atau aku akan menghubungi ayah karena kau membawa masuk lelaki ke dalam rumahmu!” 

Mataku membulat. Aku lupa jika ada Snow di dalam rumah.

“Oh—itu. Itu dia temanku, dia sedang ada masalah dengan keluarganya makanya dia menginap di tempatku hari ini.”

“Lalu kau berharap aku akan percaya padamu?”

Tidak sih.

“Oh ya Mia, dia sedang apa?”

“Dia mematung di depan televisi, tingkahnya sangat aneh meskipun wajahnya tampan.”

Aku tersenyum. Snow ternyata tidak berbohong padaku. Dia benar-benar membatu di depan televisi seperti janjinya.

“Bisakah kau berikan ponselmu padanya sebentar?”

“Uhmm—oke.”

‘Hei, ada telepon dari Elena.’ Terdengar suara Mia sedang mengajak bicara pada Snow.

‘Elena? Mana Elena?’

‘Di sini, kau cukup bicara dengan alat ini.’

Aku yakin Mia pasti emosi karena tingkah Snow.

‘Jangan berbohong, kau pikir aku bodoh?’

‘Kau memang bodoh,’ desis Mia.

“Snow?” panggilku dan barulah setelah itu mau berbicara denganku.

“Elena, itukah kau? Kau ada di mana? Bisakah kau pulang? Ada orang aneh di rumah kita.”

‘Siapa yang kau bilang aneh!’

“Dia adalah sepupuku Snow, kau harus baik padanya. Dia sepertinya membawa sesuatu untuk kita.”

“Benarkah?”

“Hmm, Mia sudah bilang padaku. Dia sedang membawakan beberapa makanan dari pamanku.”

“Tapi dia sangat pemarah Elena, aku tidak suka,” bisiknya.

‘Aku bisa mendengarmu!’

“Tunggu ya, nanti aku akan kembali lima jam lagi.”

“Elena cepatlah pulang! Aku takut ada wanita asing di dalam rumah ini!”

“Hei, siapa dia? Kenapa dia sangat aneh?”

Aku diam, aku belum menyiapkan jawaban untuk pertanyaan ini. Snow memang terlalu mencolok. Dia masih belum mengerti perkembangan zaman sekarang.

“Bisakah kau tidak mengatakan pada paman untuk masalah ini, Mia. Kumohon,” pintaku.

Lama Mia tidak menjawab, hingga akhirnya dia mengiyakan permintaanku.

“Oke.”

Aku kemudian memutuskan sambungan telepon ketika melihat ada seseorang yang hendak masuk ke dalam toko. Sepertinya dia sedang mengantarkan barang untuk minimarket.

Aku berjalan menghampiri pintu dan membukakan pintu untuknya. Ada beberapa kardus yang berisi beberapa makanan cepat saji. Haruskah kubelikan untuk Snow?

Ah, kenapa aku jadi teringat dengan Snow? Sejak aku keluar dari rumah itu aku selalu teringat dengan lelaki itu.

Padahal ketika ada di rumah kami berdua selalu saja bertengkar dan meributkan hal yang tidak penting.

“Terima kasih, Joseph!” seru Peter yang entah sejak kapan sudah berdiri di sampingku. Membantuku membawakan dua kardus makanan instan yang ada di tanganku.

“Ini berat, lebih baik kau berdiri saja di belakang meja kasir Elena,” ucapnya dengan santai.

“Tapi kan—“

“Ini adalah tugas lelaki.” Peter tersenyum padaku.

Senyum macam apa itu? Kenapa bisa terlihat sangat manis?

“Nanti—aku akan mengantarkan kau pulang. Boleh kan? Karena kau pulang setelah matahari tenggelam jadi kupikir itu sangat berbahaya untukmu.”

Baru kali ini ada seseorang yang menawariku seperti ini. Tetapi kalau dia melihat Snow. Pasti dia akan curiga.

“Sepertinya tidak per—“

“Ayahku yang menyuruh.” Senyum itu mengembang lagi sepertinya kelebihan baking soda.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sugar Cane
Lanjuuutt lagi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status