Share

Ngaca Dong Pelakor!

Kedekatan anak kembar Sinar dengan Sariti makin membuat Sinar tak ingin berlama-lama menyimpan kebusukan suaminya dengan sang pembantu. Sinar sudah memiliki beberapa bukti akurat yang akan membuat mereka tak bisa mengelak.

"Bunda, tadi di sekolah Mbak Saliti nyuluh Aulola nyanyi!" curhat putrinya. 

Sinar hanya tersenyum sambil melihat ke arah Sariti, sedangkan Sariti hanya membalas senyuman majikannya. 

"Terus Aurora nyanyi apa?"

"Nyanyi balonku ada lima! Tapi kak Ala gak ikutan nyanyi malah diam aja. Katanya Aulola belisik, Mbak Saliti juga pelgi dengan Ayah."

Mampus kau Sariti. Akhirnya Aurora cerita sendiri kau memang pergi dengan suamiku, batin Sinar. 

"Pergi ke mana, Sar?" tanya Sinar. 

Mendadak raut wajah Sariti tak bisa diterka. Menunduk dan meremas ujung dasternya. Hah, sudah pasti berduaan mengambil kesempatan mojok sama suami orang.

"E.. anu, Bu.. anu.. Nemenin bapak ke minimarket beli rokok," sahut Sariti bohong. 

Padahal Sinar tahu ke mana mereka pergi. Dan apa saja yang mereka lakukan. Sinar mendapat foto suaminya menepikan mobilnya di dekat perumahan yang sepi dan jarang orang lewat. Beruntung sekali Sinar mempercayai Gina yang sekarang bertugas memata-matai suaminya dengan Sariti. 

Kelakuan suaminya memang sudah di luar nalar dan tak tahu batas. Bahkan setelah menepikan mobil dan bercumbu dengan sang pembantu, Bagas langsung cap cus ke hotel. Apalagi kalau bukan untuk berbuat hal yang tidak patut untuk dilakukan. Dasar pezina! Padahal Bagas adalah orang yang berpendidikan. Gak bermoral! Gak ingat istri sama anak!

Mendengar suara mobil suaminya dari dalam, akhirnya Sinar tidak jadi untuk menanyakan untuk apa beli rokok sampai harus bersama dengan Sariti.

Bagas masuk dan langsung mencium pipi Sinar, dengan sengaja Sinar membalas ciuman dari suaminya. "Mas, aku lagi pingin makan nasi goreng depan komplek nih, kita keluar yuk sama anak-anak. Nanti kan kita bisa pesan level berapa, mereka kan belum bisa makan yang pedas-pedas,"

Sinar bergelayutan manja di lengan suaminya yang bahkan belum sempat untuk melepaskan jas dan menaruh tas kerja. Bagas melirik anak-anaknya yang langsung bersemangat. "Iya, tapi Sariti diajak kan? Kasihan kalau malam-malam begini dia sendirian di rumah,"

Bagas tahu kalau Sinar memang ingin berduaan dengan dirinya dan anak-anak. Akhirnya ia lebih memilih untuk tidak mengajak Sariti dan mengedepankan istrinya sendiri. Mendengar Bagas akhirnya tidak mengajak dirinya, Sariti hanya membuang muka dan balik ke dapur. Ia pasti sakit hati dan merasa di istri tirikan. Padahal kan belum menikah. Hello, sadar diri dong! Wahai pelakor kampung!

Akhirnya Sariti ditinggal dan kini Sinar sedang menikmati momen bersama dengan keluarganya. Kalau saat seperti ini, Sinar tidak tega untuk menceraikan suaminya. Tapi saat mengingat bagaimana kedua pengkhianat itu bercinta membuat Sinar tak bisa menahan diri lagi. 

"Mas Bagas sibuk banget, dari tadi main ponsel terus," sela Sinar. 

Sejak keluar dari rumahnya, Bagas memang terlihat tidak semangat sama sekali. Ia kasihan dengan Sariti yang sendirian di rumah, padahal seharusnya ia lebih mengedepankan istrinya daripada simpanannya.

Sambil mengaduk nasi gorengnya, Bagas terus mengetik dan mengirimkan pesan-pesan mesra untuk Sariti. Padahal sejak tadi Sinar terus mengamati tingkah laku suaminya.  

Kebetulan mereka posisi duduk lawan arah dan Sinar tak bisa mencabut ponsel suaminya di depan orang banyak. Warung nasi goreng depan komplek memang selalu ramai kalau malam hari. 

'Awas kamu Sariti! Kamu ternyata sudah menebar virus pelakormu di rumah tanggaku dan Bagas. Aku gak akan kasih ampun kalian!' 

Sinar terus mengancam pembantunya lewat batinnya. Ia sangat membenci wanita licik itu yang selalu punya banyak alasan mendekati suaminya.  

Setelah selesai, Sinar makin tak suka saat Bagas memesankan satu lagi dan dibungkus untuk dibawa pulang. Tentu saja untuk Sariti, kasihan katanya. Halah, bilang saja cinta! Cinta buta modal dusta!

"Bunda, tadi pagi Dikta bilang dia punya adek balu. Katanya kalau punya adik balu kita nggak disayang lagi ya Bunda?l tanya Aurora dengan polosnya. Dikta adalah teman Aurora di sekolah. 

Sinar mengelus puncak kepala anak perempuannya. "Enggak dong, nanti kalau Aurora punya adik baru, itu tandanya Aurora bakalan jadi kakak," terang sinar. 

Mata Aurora seakan bersinar. Ia pikir  menjadi kakak sangatlah seru. Ia sering disuruh Aksara dengan dalih sebagai adik. Pasti kalau punya adik bisa disuruh-suruh, begitulah pikirnya. 

"Kamu setuju punya anak lagi, Sinar?" tanya Bagas. Pria itu masih fokus menyetir. Rencananya Sariti sering sekali meminta Bagas untuk diakui di depan Sinar dan keluarganya. Siapa tahu si kembar setuju memiliki adik tapi beda ibu. 

Sinar menyipitkan mata. Ia tahu kalau Bagas memang menyukai anak-anak. Tapi Sinar sudah tak ingin memiliki anak dari hubungannya dengan Bagas. Cukup dengan si kembar saja.

Sekali diselingkuhi, tak ada kata maaf bagi Bagas dari Sinar. Ia sudah memberi label pria itu buaya darat. 'Tunggu saja, Bagas. Aku akan menghancurkanmu juga menghancurkan nama Sariti di depan keluarga kalian saat waktunya sudah tepat.'

"Belum terpikirkan sampai ke sana, Mas."

Mereka sudah sampai di rumah

Aurora dan Aksara segera keluar dan langsung berlari menuju kamar mereka.  tapi sebelum itu Sariti sudah masuk dan menghadang si kembar. 

"Hayo, sebelum tidur sikat gigi dulu ya anak-anakku."

Sinar agak kaget mendengar ucapan terakhir Sariti. Apa tadi? Anak-anakku? Apakah Sariti lupa kalau ibu kandung si kembar adalah Sinar, bukan Sariti. Ngaca dong ngaca! Gak punya cermin ya di kamar?

Si kembar sudah masuk ke kamar mandi diantar oleh Sariti. Sebelum tidur, si kembar memang diharuskan mencuci muka, tangan, kaki juga menggosok gigi agar punya gigi yang sehat dan tidak berlubang. 

"Nanti kalau Sariti sudah selesai mengantarkan si kembar tidur suruh Sariti menemui aku di ruang keluarga, Mas," titah Sinar. Ia langsung berlalu meninggalkan Bagas yang hanya mematung di depan kamar anak-anaknya. 

Apa yang akan Sinar bicarakan pada Sariti, cemas Bagaskara. 

"Kamu disuruh Sinar ke ruang keluarga, katanya mau ngomong penting. Ini nasi goreng buat kamu," Bagas memberikan sekantong kresek yang berisi nasi goreng dan sate. 

"Mau ngomong apa, Mas? Temenin yuk!" rayu Sariti. 

Tentu saja Bagas tidak mau karena mengantuk. Apalagi ia masih memiliki banyak pekerjaan di kanto besok pagi. 

Dengan langkah gontai, Sariti berjalan ke ruang keluarga dengan perasaan ketar-ketir. Apakah Sinar sudah mengetahui hubungan gelap dengan suami sekaligus majikannya? 

"Duduk, Sar. Aku mau ngomong serius sama kamu." 

Pandangan Sinar sangat terlihat tegas dan dingin. Ia tahu kalau sebenarnya Sariti adalah wanita muda yang sedang bergelut dengan rasa penasarannya. Makanya Sariti memilih pria yang bisa ia goda yaitu suaminya Sinar. 

"Ada apa, Bu?" tanya Sariti ragu-ragu. 

Sinar meneguk air putih dan menghabiskannya saat itu juga. Ia menaruh gelas dengan kasar dan membuat Sariti sangat ketakutan. 

"Tadi kenapa kamu memanggil si kembar dengan panggilan anak-anakku? Memangnya kamu adalah wanita yang melahirkannya?" tegas Sinar. 

Sariti membasahi bibirnya yang mendadak kering. Ia tak tahu kalau hal sepele seperti sangat sensitif bagi Sinar. 

"Ma-maksud saya bukan begitu, Bu. Saya terbiasa mengurusi si kembar, jadinya terbawa suasana. Saya sudah menganggap mereka seperti anak-anak saya." 

Sinar sangat kaget dengan jawaban si penggoda itu. "Kamu harus tahu posisi kamu, Sariti. Kamu hanya pengasuhnya, hanya pembantu di sini. Sampai kapanpun akan selalu seperti itu, jangan diulangi lagi. Karena aku tidak suka!" 

Sinar langsung berdiri dan meninggalkan Sariti yang menunduk. Padahal Sariti sejak tadi sudah mengepalkan tangannya karena sangat kesal dimarahi oleh istri kekasih gelapnya.   

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status