Share

Kecemburuan Sariti

Entah kenapa Sinar merasa kegerahan. Padahal wanita itu sudah menaikkan volume AC dan memakai pakaian yang lumayan tipis. Ia mulai membuka matanya dan kaget ternyata suaminya sudah tidak ada di sebelahnya. Pasti menemui gundik gatalnya itu. 

Sinar akhirnya terbangun dan mengambil air minum di atas meja. Kalau dulu saat Sinar mengetahui suaminya diam-diam ke kamar Sariti tengah malam Sinar akan menggerutu, kesal, gelisah dan marah. Tapi kali ini ia sudah bisa menahan emosinya. Rasa cintanya terhadap Bagas lama-kelamaan semakin terkikis habis. 

Sinar mengambil bluetooth yang langsung terhubung dengan suara-suara dari kamar Sariti. Ia yakin kalau suaminya berada di sana. 

"Istri kamu itu, Mas! Dia keterlaluan tahu nggak! Dia marahi aku gara-gara aku manggil Aurora dan Aksara anakku. Padahal sebentar lagi aku akan menjadi ibu mereka juga, kan? Mas Bagas akan menikahiku, kan?"

Suara Sariti terdengar sangat serak. Ia sesenggukan sambil menahan napas berkali-kali. Sinar sudah ingin menyumpali wanita itu dengan racun tikus. 

Apa? Sariti akan menjadi ibu si kembar juga? Sampai usus Sinar lurus pun Sinar tak akan pernah setuju. Sampai kapanpun ibu si kembar hanya dirinya saja. Enak saja, sudah numpang, menggoda suami orang, sok malaikat dan sekarang mau mengambil hati si kembar. 

"Sudah, jangan nangis terus dong. Nanti cantiknya hilang. Mungkin Sinar memarahimu karena sedang enggak enak badan. Lagi pula kan Sinar wajar bersikap kayak gitu, ibu mana yang rela kalau anak-anaknya dianggap juga oleh wanita yang memang bukan siapa-siapa mereka?" terang Bagas. 

Nah, tumben pinter? Tumben si Bagas membela istrinya di depan Sariti. Padahal biasanya Sariti selalu dinomorsatukan oleh suaminya. 

Sinar masih merekam suara-suara percakapan mereka. Ini sudah dua minggu berjalan. Rencananya Sinar masih harus mengumpulkan banyak bukti agar mereka tak sanggup mengelaknya. Tentu saja dengan bantuan Arya Sagara. 

"Kok kamu belain dia, Mas? Katanya kamu sekarang cuma sayang sama aku? Aku loh yany selalu menemani kamu saat kamu butuh belaian. Istri kamu mana mampu!" cibir Sariti. 

Sialan! Mentang-mentang masih muda, terus ngerasa paling hot gitu? Iya sih, Sariti memang masih muda, lebih muda dari Sinar. Tapi siapapun di luar sana pasti akan memberi golden ticket pada Sinar kalau soal kecantikan dan budi pekerti. 

Sinar bukan wanita lemah. Juga bukan wanita yang menangisi kekalahannya. Orang-orang seperti Bagas dan Sariti harus dibalas dengan rencana-rencana yang matang. Mereka harus menerima akibatnya karena sudah menodai janji suci yang pernah diucapkan Bagas di depan penghulu saat dulu menikahi Sinar Mentari.  

Mereka sudah tak saling mengobrol. Itu tandanya suaminya pasti sedang menenangkan hati Sariti yang ngambek habis terkena semprotan dari Sinar. 

Sinar kembali mematikan alat perekam dan penghubungnya. Ia kembali menarik selimut dan pura-pura tidur agar terlihat natural di depan Bagas saat sudah kembali nanti. 

***

Pagi-pagi sekali, Sinar sudah terbangun melihat suaminya baru saja mandi. Ia mencoba memulihkan kesadarannya sambil menatap suaminya yang sudah memakai handuk yang melilit di pinggang. 

Kalau dulu, Sinar pasti akan tergoda melihat tubuh telanjang suaminya. Kotak-kotak dan sangat sixpack. Ia akan halu sendiri membayangkan sentuhan dari Bagas yang memang sangat ia sukai. 


Tapi itu dulu, sekarang Sinar bahkan tak sudi memanggil nama Bagas dan menyimpannya di dalam hatinya. Nama Bagas mendadak hancur lebur menjadi butiran debu dan terbang ke angkasa. 


"Pagi, Sayang. Mandi gih, kamu udah enakan, kan? Kalau masih hangat badannya, aku anterin kamu ke rumah sakit ya?" ajak Bagas. 

Bukannya mengiyakan, Sinar malah merapikan selimut dan kamar tidur. Ia berjalan mendekati suaminya. Dirabanya dada bidang yang masih sedikit basah. Sinar memang sengaja memancing suaminya, ia ingin tahu bagaimana respon Bagas dengan sentuhan sensual dari Sinar. 


"Mas Bagas, menurutmu aku masih cantik nggak?" tanyanya sambil mengibaskan rambut sebahunya. Ia sedikit mengangkat kakinya dan sengaja memperlihatkan pahanya yang mulut tanpa bekas luka.


"Di dunia ini, hanya ada empat wanita yang menurutku sangat cantik. Yaitu kamu, mama, Anita dan Aurora. Meskipun Aurora belum bisa dianggap wanita sih, dia masih anak-anak," ucap Bagaskara. Anita adalah adik kandung Bagas yang kuliah di Jakarta. 

Haha. Hati Sinar sedikit getir. Kenapa bukan lima? Lupa sama gundik murahanmu, Mas Bagaskaraku Sayang? 

Pandangan Sinar sengaja dibuat-buat agar Bagas terangsang dan menyentuhnya. Apalagi kulit putih Sinar memang sangat indah dipandang. Wanita itu mulai mengangkat kaosnya dan hanya mengenakan bra saja. 

Gila! Sinar pasti sudah gila karena menggoda Bagas terlebih dahulu. Ah, tapi sah bukan? Toh mereka adalah pasangan suami istri yang bebas melakukan hubungan ranjang di manapun dan kapanpun. 

"Kamu selalu bikin Mas merinding, Sayang," dikecupnya punggung Sinar dengan lembut. Bagas sudah mengangkat tubuh Sinar dan kini ia duduk di tepi ranjang dengan adanya Sinar duduk di pangkuannya.   


Sinar dengan sengaja bergoyang dan memeluk suaminya erat. Menempelkan buah dadanya tepat di depan wajah Bagas. Tak ada yang bisa Bagasperbuat selain mencicipi bukit kembar yang sengaja Sinar pamerkan pada suaminya.

Bagas sedikit heran. Sinar kenapa sih? Apa mungkin kangen dibelai dan dimanjakan olehnya? Padahal biasanya, wanita itu tak sempat untuk memperhatikan Bagas saat bangun tidur karena harus cepat-cepat mandi dan berangkat ke kantor. 

Mereka sudah saling menindih satu sama lain. Ternyata Sinar masih mampu terangsang dengan balasan sentuhan dari suaminya. Ia sengaja melakukan ini sebagai tolak ukur apakah Bagas masih memiliki hasrat kepadanya. 

Kini mereka sudah saling menyatu. Pusaka Bagas sudah memasuki ruang senggama yang nikmat milik Sinar. Pria itu tak sanggup menahan gelora, sudah lama sekali Bagas tak menyentuh istrinya karena menikmati tubuh Sariti sebagai ajang pelampiasan saat Sinar tak bisa diajak bercinta. 

"Mas, nanti kamu mandi lagi loh. Biar gak bau keringat. Kita mandi bareng ya?" ajak Sinar. 

"Ehghh.. iya, Sayang. Kita tuntaskan yang ini dulu, mau keluar nih," sela Bagas. 

Mereka pun akhirnya jomplang dari pelukan masing-masing dan terkujur lemah dengan tubuh terlentang. Bagas mengatur napasnya dan melihat istrinya yang tersenyum kepadanya. Dikecupnya bibir Sinar sebagai penutupan. 

Mereka sama-sama tertawa karena sudah lama tak melakukannya. Beda dengan Bagas yang sangat menikmati tubuh Sinar, tapi wanita itu sudah tak serespon dulu. Mungkin tadi hanya hormon alami yang dimiliki setiap wanita saat berhubungan. 

"Ayo mandi, Sayang. Terus kita sarapan," Bagas bangun terlebih dahulu dan menggendong tubuh Sinar untuk sama-sama berendam di bathup. 


Sejak tadi, ternyata ada yang menguping di depan kamar mereka. Sariti sudah selesai menanak nasi dan memasak banyak macam masakan, lauk-pauk, jus dan bahkan membuatkan susu untuk Aurora dan Aksara. Tapi karena si kembar hanya mau bunda mereka yang memandikan mereka, akhirnya Sariti berjalan dan berusaha memanggil Sinar ke kamarnya. 

Tapi ternyata, Sariti mendengar mereka sedang mendesah bahkan pria yang tadi malam mengajaknya bercinta terdengar menyebut nama istrinya dengan sangat manja.  

"Awas kamu, Mas Bagas!" Sariti pun berlalu dan kembali ke dapur dengan peraasaan jengkel. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ibu Sigit
sinar kog nfk jijik ya..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status