Share

Elenio

Gemma pikir seumur hidupnya ia tidak akan pernah keluar saat langit Elenio masih gelap. Tapi setelah ia pindah ke Ayria, ibukota Elenio, ia justru mempunyai kesempatan itu.

Walaupun tak sepenuhnya gelap saat Gemma keluar, tetap saja ia merasakan sensasi yang berbeda. Gemma masih ingat bagaimana tubuhnya menyambut pengalaman pertamanya saat itu. Jantungnya yang berdegup tidak karuan, kakinya yang tak bisa berhenti gemetar. Bau udara malam menjelang pagi yang berembus, membelai kulit dan rambut Gemma. Dingin, lembab, dan sesuatu yang tak pernah bisa Gemma imajinasikan sebelumnya membuat seluruh tubuhnya larut dalam sebuah perasaan yang ... Ajaib.

"Kenapa kau suka sekali memancing keributan?"

Gemma mendengus. Maya masih saja membahasnya?

Siapa juga yang tahu kalau lelaki kaya tadi adalah tamu VIP di kelab malam itu?

"Bukan aku yang memulai duluan,” jawab Gemma. Ia masih memandang keluar jendela mobil, tak mau melewatkan kesempatan melihat warna langit yang berubah saat fajar menjelang.

Bila melihat keindahan seperti itu, Gemma sesaat lupa bahwa negara yang ia tinggali ini, Elenio, adalah negara terkutuk, yang menjadikan negara ini melarang warganya untuk keluar di malam hari.

"Tetap saja, ulahmu tadi membuat tamu VIP itu marah pada pemilik kelab, dan pemilik kelab marah pada kita. Kau tahu apa artinya kalau pemilik kelab marah pada kita???"

Itu artinya bayaran Gemma akan dipotong, atau ia tidak dapat sama sekali. Gemma lebih sering mengalami yang kedua.

"Setidaknya tidak ada yang rusak."

Kalau sampai ada yang rusak, bukannya Gemma yang menerima bayaran, tapi ia yang harus membayar kelab tempatnya menyanyi.

Gemma sering juga mengalami yang terakhir.

"Tidak bisakah kau bersikap normal layaknya seorang penyanyi? Cukup datang, bernyanyi, dan pulang."

"Masalahnya kan, aku tidak bisa langsung pulang setelah selesai bernyanyi."

Gemma membuat Maya menghela napas panjang dengan jawabannya. Mobil Maya berbelok di tikungan, mereka mulai mendekati pusat kota.

Alun-alun yang tepat berada di tengah kota selalu berhasil menarik perhatian Gemma walau hanya sekilas. Hamparan hijaunya saat pagi menjelang tampak basah dan berkilau karena embun. Belum ada tanda-tanda manusia yang biasanya berlalu lalang di situ untuk sekadar menikmati alam terbuka di tengah suasana perkotaan.

Gemma melirik jam tangannya, pukul setengah enam pagi. Benar saja belum ada manusia yang keluar. Masih setengah jam lagi sampai waktu jam malam berakhir.

Meskipun jam malam berakhir pukul enam, sangat jarang warga yang berani keluar tepat pukul enam pagi. Mereka menunggu sampai langit malam benar-benar sepenuhnya menghilang.

Gedung utama pemerintah yang terletak di sisi lain alun-alun, yang merupakan gedung terbesar dan termegah di seluruh Ayria, menjulang dan besar bagai raksasa penguasa negara ini.

"Nekat sekali lewat pusat kota. Bagaimana kalau kita tertangkap Patroli?"

Gemma menoleh ke arah Maya, yang masih juga memasang wajah kesalnya.

"Ohh ... Kau peduli kalau kita tertangkap?"

Maya mendengus, dia menginjak pedal gas lebih dalam.

Sebenarnya tidak, Gemma tidak peduli. Toh mereka juga tidak akan tertangkap. Mobil patroli selalu melewati jalur yang sama setiap harinya, dan pada jam-jam seperti ini mereka tidak melewati pusat kota.

Gemma tak pernah memberitahukan hal itu pada Maya, dan sepertinya Maya berpikir dengan melewati pusat kota seperti ini mereka akan benar-benar tertangkap, dan Maya akan puas melihat Gemma diborgol. Walaupun itu berarti dia juga pasti ditangkap.

Ayria pada jam malam seperti saat ini layaknya kota mati yang sudah lama ditinggal penduduknya. Tak ada cahaya selain lampu jalan berwarna oranye yang redup, dan samar-samar sinar mentari yang mengintip dari ufuk timur.

Tak ada tanda-tanda kehidupan yang menujukkan bahwa kota ini adalah kota besar, selain dari gedung-gedung modern, berjajaran dengan bangunan-bangunan kuno yang memiliki arsitektur khas Eropa, pertanda bahwa negara ini pernah dijajah.

Gemma tahu jalan-jalan aspal Ayria, ia melewati setiap jengkalnya setiap hari, dengan jalur yang berbeda-beda. Ia tahu bahwa di persimpangan depan sana, tepat di sudut, ada toko roti yang buka tepat pukul tujuh, dan mereka membuat roti isi yang menjadi menu sarapan hampir seluruh pekerja yang berkantor di pusat kota.

Gemma menoleh ke sebuah jalan kecil yang terlewati dengan cepat. Di jalan itu ada sebuah toko yang masih menjual kaset dan piringan hitam dari penyanyi dan band-band besar di tahun tujuh puluh dan delapan puluhan.

Mobil Maya melesat melewati supermarket yang memiliki kafe kecil dengan meja-meja berjajar di samping trotoar. Kafe itu selalu penuh pada jam makan siang. Gemma pernah menyanyi di situ, saat dia baru memulai karirnya. Tak banyak yang memperhatikannya saat itu, yang membuat Gemma nyaris mengamuk karena merasa diremehkan. Untung saja ada Maya yang dengan sigap menenangkannya.

Maya....

Gemma mengerling ke arah manajernya, yang mengomelinya semalaman tadi. Bukan hanya karena kejadian dengan tamu VIP itu saja, tetapi juga karena Gemma yang selalu saja membuat keributan di tempatnya melakukan konser.

"Jika bukan karena ulahmu, kita sudah kaya raya sekarang. Kau tak harus tinggal di loteng perpustakaan itu lagi. Kau juga bisa punya mobil sendiri, jadi aku tak selalu harus menjemputmu."

Gemma tak bisa membalas kata-kata itu. Karena Maya benar. Uang yang Gemma hasilkan selalu habis untuk mengganti rugi biaya perbaikan kelab karena Gemma hampir setiap kali terlibat perkelahian.

Gemma hanya bisa menelan ludah, sembari menatap kota Ayria yang selalu menjadi tanah asing di mata Gemma di waktu-waktu seperti ini. Gemma bahkan tak melihat kelebatan kucing liar yang acapkali berkeliaran di siang hari, dari tong sampah satu ke lainnya, berharap mendapat makanan.

Gemma tak pernah pergi ke luar negeri, ia hanya bisa melihatnya dari internet. Tapi itu cukup memberi gambaran bahwa di negara lain, mereka punya kehidupan malam. Gemma terkadang bertanya kutukan apa yang sebetulnya menaungi Elenio.

Pemerintah tidak memperbolehkan rakyatnya untuk keluar pada malam hari, karena ada sesuatu yang akan membunuh mereka. Beberapa menyebutnya monster. Tetapi para tetua negara ini memiliki julukan sendiri. Draconian.

Dulu saat pertama Gemma mendengar nama itu, ia membayangkan sosok vampir penghisap darah yang muncul di film-film horor. Dengan taring runcing dan wajah pucat.

Tapi bukan. Draconian bukanlah makhluk seperti itu.

Mereka tidak membutuhkan darah. Yang mereka ambil dari manusia bukan sekadar hal-hal fisik.

Jujur saja terkadang Gemma menantikan melihat sosok itu, saat ia berkendara bersama Maya pada jam malam seperti ini. Tak pernah ada yang benar-benar bisa mendeskripsikan dengan tepat seperti apa rupa Draconian. Dikatakan bahwa yang sudah pernah bertemu, tidak lagi hidup untuk bisa menceritakannya. Karena memang tidak ada yang bisa menyelamatkan nyawanya dari makhluk itu.

Kecuali mungkin para Archturian.

Hati Gemma seperti ditusuk setiap kali mengingat Archturian.

"Kita sampai."

Maya menetralkan perseneling dan menarik tuas rem tangan. Mereka sama-sama menoleh, memandang bangunan dua tingkat yang sepertinya dibangun pada masa penjajahan dua ratus tahun yang lalu. Jelas lebih tua dibanding bangunan-bangunan di sekitarnya. Pengelola tempat ini bilang bangunan ini dulunya adalah balai pertemuan warga Ayria, yang kemudian ditutup karena Ayria membangun balai pertemuan baru yang lebih besar dan modern. Kemudian bangunan ini dibeli oleh seorang kaya, dan fungsi bangunan ini akhirnya diubah menjadi sebuah perpustakaan umum.

"Terimakasih,” ucap Gemma, ia memberi salam sebelum keluar dari mobil. Maya hanya mengangguk, sudah kelihatan tidak begitu marah tapi juga malas untuk bicara.

Mobil Maya langsung melaju pergi begitu Gemma menutup pintunya.

Gemma berdiri sejenak di trotoar, memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Ia hanya ingin merasakan udara pagi Ayria yang tak pernah mengecewakan saat dihirup.

Gemma berbalik, mendongak melihat jendela kecil yang menunjukkan keberadaan tempat tinggalnya. Ia menggeliat membayangkan betapa nyamannya berada di kasur kecil yang tepat berada di sebelah jendela itu.

"Rumahku istanaku,” gumam Gemma, sembari menaiki undakan dan masuk ke dalam perpustakaan.

*

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sianida
baca terus ya, biar tahu...
goodnovel comment avatar
Kikiw
dia reinkarnasi Layana?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status