Share

Meubena

"Kita mau kemana?"

Gemma bertanya ketika iring-iringan mobil terus melaju, melindas aspal jalan lingkar luar timur kota Ayria, alih-alih menuju ke markas cabang Archturian di sebelah barat Ayria.

Dilihat dari arahnya, mereka kini tengah menuju ke tempat dimana sebuah kota dibangun khusus untuk Archturian dan para elit Elenio, Meubena. Berjarak 45 menit dari ibukota, Meubena ditinggali oleh para pasukan Archturian dan pejabat-pejabat tinggi negara, termasuk kediaman pemimpin negara ini.

"Kita akan ke markas utama?"

Gemma cukup terkejut jika memang benar begitu. Apa masalahnya tadi begitu penting sampai-sampai ia dibawa ke markas utama? Jangan-jangan dua orang tadi adalah orang-orang Archturian?

Gemma menggeleng cepat, berusaha mengenyahkan pemikirannya yang terakhir. Tidak mungkin orang-orang dengan kemampuan bertarung yang menyedihkan seperti itu adalah seorang Archturian.

"Kami memang hendak menjemputmu tadi. Tidak ada kaitannya dengan keributan yang kau buat."

Jo menjelaskan. Wajahnya sudah tidak sekesal tadi, tapi nada bicaranya terdengar dingin. “Tapi kau tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu. Kita akan urus soal itu nanti.”

"Kau terdengar persis seperti orang kaku yang membosankan,” ejek Gemma.

“Terima kasih,” balas Jo. Gemma hanya bisa memutar mata.

“Tapi—tunggu. Wow ... Menjemputku? Apakah mendadak aku jadi orang penting di kalangan kalian?"

Sarkasme Gemma tidak mendapat tanggapan apa-apa dari Jo. Ya, lelucon tanpa perasaan barusan memang bukan untuk ditanggapi. Gemma bahkan merasakan kembali luka di hatinya saat mendengar ocehannya sendiri. Gemma pun memutuskan untuk melihat keluar jendela, demi menghilangkan rasa sesak yang mulai menghimpit dadanya.

Gemma pernah menjejakkan kaki di Meubena beberapa tahun yang lalu, saat ia mengikuti seleksi masuk Archturian yang dilaksanakan selama tiga hari. Itu adalah tahapan terakhir sebelum benar-benar dinyatakan diterima. Gemma sudah lolos melalui seleksi administrasi, kesehatan, tes tertulis seputar pengetahuan umum, bela negara, dan segala sesuatu tentang Archturian.

Melalui surat pengumuman yang dikirim ke rumahnya, Gemma mengetahui bahwa ia mendapatkan skor nyaris sempurna di semua bidang. Bahkan hasil tes fisik dan keterampilan bersenjata serta bela dirinya merupakan yang tertinggi ketiga sepanjang sejarah seleksi penerimaan Archturian.

Tapi semua hasil besar itu terpatahkan oleh satu hal, yang masih tak bisa Gemma terima sampai saat ini.

Gemma bisa mendengar deburan ombak ketika mobil melaju di pinggir pantai. Gemma menghela napas kagum. Gemma sangat jarang pergi ke pantai, maka dari itu ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan melihat hamparan air biru yang bergejolak, sebuah panggung alam yang menunjukkan betapa kuatnya mereka dibandingkan seluruh manusia yang ada di bumi.

Di kota asalnya, Fiend, juga ada pantai kecil. Tapi mengingat Fiend adalah salah satu daerah miskin di Elenio, pantai di sana juga tak seindah dan sebersih pantai di Meubena.

Gemma terkesima untuk beberapa saat, sampai sesuatu menarik perhatiannya. Patung prajurit Archturian setinggi sembilan meter berwarna hitam keabu-abuan, berdiri dengan gagah di masing-masing sisi jalan. Perasaan Gemma saat melihat patung-patung itu masih sama seperti saat ia melihatnya untuk pertama kali, beberapa tahun yang lalu. Ada kengerian yang terpancarkan dari sorot mata dingin dan wajah angkuh patung besar Archturian. Seolah-olah mereka dapat membaca setiap pikiran manusia yang melintas di sini.

Dua patung itu adalah penanda bahwa Gemma telah tiba di Meubena. Untuk semakin mengukuhkan bahwa kota ini adalah kota para Archturian, hal berikutnya yang bisa dilihat begitu memasuki kota adalah markas utama Archturian.

Simbol berbentuk seperti huruf J dengan sudut yang lebih miring seakan nyaris jatuh ke depan, memiliki sebuah cabang di garis diagonal panjangnya, dengan tanda titik berbentuk api di atas lambang itu. Simbol itu bernama The Arc, terpampang menyala-nyala dengan megah dalam warna merah api, sekilas tampak bagaikan terbakar, di gedung utama Archturian yang menjulang tinggi seperti hendak merengkuh langit dengan kesombongan.

Markas Archturian sendiri terdiri dari dua gedung besar sebagai markas induk. Yang menjulang terbuat dari kaca, ikut bercahaya bersama matahari sore. Gedung yang lainnya berwarna abu-abu pucat, lebih rendah namun memiliki panjang kira-kira tiga ratus meter.

Gemma terus menatapnya, sampai ia sadar bahwa mobil itu tak menuju ke sana.

"Kita mau ke mana?" tanya Gemma pada Jo. Jo menoleh, lalu tersenyum. Bukan senyum yang menyenangkan.

"Kau selalu bertanya di divisi apa aku ditempatkan. Ya, kan?"

"Emm ... Ya. Apa hubungannya?"

"Sekarang kita akan menuju ke sana."

Gemma tidak mau bertanya lebih jauh, karena Jo tampak enggan untuk menjawab pertanyaannya lagi.

Sudah pasti ada sesuatu yang penting sampai-sampai Archturian menghendakinya datang ke salah satu divisi yang dirahasiakan.

Gemma kembali menatap ke jalanan. Sekilas tidak ada yang berbeda dari Meubena. Kota ini memiliki fasilitas layaknya kota pada umumnya. Lampu jalan dengan tiang-tiang besinya yang tertanam di trotoar dalam satu barisan rapi, berseling dengan pepohonan rimbun yang pasti memberi keteduhan saat siang hari terik.

Gemma bisa melihat betapa mewahnya kota ini dari papan nama dan display toko yang ada di sepanjang jalan. Semuanya kelihatan mahal. Jenis tempat itu adalah tempat yang tidak akan Gemma masuki.

Ada taman-taman kecil, area olahraga, dan tak ketinggalan, rumah-rumah yang berukuran dua kali lebih besar dari rata-rata rumah di Ayria. Dari pagar rumah-rumah itu sudah tergambar bahwa penghuninya bukan orang sembarangan.

Gemma cukup terkejut ketika ternyata mobil yang mereka tumpangi berbelok dan melintasi sebuah gerbang setinggi empat meter. Sebuah lorong panjang penuh sinar oranye menyambut mereka. Tak lama kemudian mobil itu berhenti.

"Kita sudah sampai?" Gemma memandang ke sekitar dengan penuh tanya. Pencahayaan minim dari lampu-lampu oranye mengingatkan Gemma pada lampu jalan yang ia lihat tadi.

"Belum." Jo menjawab, memberi jeda sejenak lalu ia melanjutkan. "Kita akan berganti mobil."

"Kita apa?" Gemma tak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Hanya protokol standar. Ikuti saja."

Jo mengeluarkan sebuah kain hitam. Dia memandang Gemma dengan tatapan meminta maaf.

"Kau mau menyelubungi kepalaku dengan itu?" Gemma menaikkan sebelah alis, tidak percaya.

"Kau tidak bisa menolak." Jo tersenyum, lagi, dan seperti tadi itu bukanlah senyuman yang muncul pada saat bahagia.

"Kita berteman, Jo."

Jo menggeleng cepat. "Tidak, Gemma ... Kita saudara."

Lalu, sebelum Gemma sempat membalasnya, dengan cepat Jo menyelubungkan kain itu ke kepala Gemma. Gemma belum selesai menghitung sampai tiga, dan kesadaran sudah meninggalkan raganya.

*

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sianida
baru kebaca komennya. soalnya g ada notif kalo ada komen di babnya. :" makasih yaa~~
goodnovel comment avatar
Nenny Ang
Wuhuuiii... Fiksinya dapet ya.. sambil ngebayang gt ... Yuukk yuukk bisaa yuukk.. next chapt, semangaatt author...😘
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status