Share

Bab 4

Kini, Dante dan Irin pun berpamitan untuk pulang ke rumah yang dihadiahkan oleh kedua orang tua Dante.

"Ayah, bunda… Irin sayang kalian,"

"Ayah sama bunda pun sangat mencintaimu, kamu jaga diri baik-baik hm,"

Mereka pun saling berpelukan, Dante menatap malas pada mereka.

"Dante, jaga putriku dengan baik," ucap Arman mengingatkan pada Dante.

"Iya, ayah." Hanya itu yang terucap dari bibir Dante.

Hingga Irin dan Dante pun telah pergi, kini tersisa hanya orang tua Irin dan orang tua Dante beserta dengan Darren.

"Kalian akan tau akibatnya jika Irin semakin hancur bersama dengan putramu yang sialan itu," ancam Arman menatap benci pada kedua orang tua Dante.

"Aku yang akan menghancurkan adikku jika dia menghancurkan Irin, om." Jawab Darren dengan santai tanpa ia sadari dengan siapa ia bicara.

"Kau," tunjuk Arman terkekeh.

Darren dan kedua orang tuanya menatap pada Arman yang masih terkekeh kecil,

"Aku tau, kau adalah orang baik. Berbeda dengan adikmu yang pengecut, dan juga br*ngsek." Ucap Arman dengan menatap tajam pada Darius --- ayah Dante.

"Kalian tenang saja, aku akan memantau kehidupan Dante dan Irin,"

"Ya, itu sudah pasti. Putriku adalah segalanya bagiku, jika dia semakin hancur, maka aku pun bisa menghancurkan hidup kalian hanya dalam waktu hitungan menit, ayo sayang, kita pulang.." ucap Arman mengingatkan dan lalu menggenggam tangan sang istri untuk meninggalkan keluarga Dante dengan tubuh menegang.

"Semua ini karena ulah anak bodohku itu, astaga. Aku benar-benar malu dengan kelakuannya," ucap Darius mengepalkan tangannya kuat.

Beralih pada Dante dan Irin, mereka telah sampai di rumah baru mereka.

Kamar yang hanya berisi dua tiga kamar mewah.

Dante membuat kesepakatan jika mereka harus tidur satu kamar, namun tanpa s*x.

"Terserah," hanya itu jawaban Irin. Irin mengambil tas kecil miliknya, lalu berjalan ke dapur.

Dia mengambil segelas air minum dan mengambil sesuatu dari tas kecil miliknya.

Irin pun memasukkan butir kecil ke dalam mulutnya dan di teguk dengan segelas air putih hingga tandas.

Irin menarik napas-nya dalam-dalam, memejamkan matanya sejenak.

Ia pun kembali pada Dante, yang sejak tadi sudah menatapnya tanpa ekspresi.

"Dimana kamar kita?" Tanya Irin membuat Dante tersadar.

"Ah, di lantai atas,"

Irin pun mengangguk, dengan susah ia menarik koper miliknya. Di ikuti Dante yang kini juga menarik koper miliknya.

"Kita bisa berbagi ranjang,"

"Nggak, itu buat lo aja. Gue biar tidur di sofa," Dante terkejut, Irin yang sekarang benar-benar berubah.

Dulu, Irin adalah gadis yang tak ingin jauh dari ranjang. Namun sekarang,? Ah, entahlah…

Dante pun tersenyum senang,

"Baiklah, itu yang gue mau."

"Hm,"

Irin menarik kopernya dan koper Dante. Ia pun menata pakaian mereka berdua ke dalam lemari.

Dante pikir, Irin tak mau melakukan hal itu. Karena yang ia tahu, Irin adalah gadis manja hanya memiliki IQ tinggi.

"Gue mau masak, buat makan siang."

"Lo nggak perlu repot-repot, gue yakin rasanya nggak jelas," ejek Dante pada Irin.

Irin tersenyum miring,

"Gue nggak peduli lo mau makan masakan gue atau nggak, yang jelas gue masak buat perut gue sendiri," jawab Irin yang kini telah berlalu dari kamar.

"Sialan," umpat Dante setelah kepergian Irin.

"Anak manja kaya lo, nggak bakal bisa masak." Dante tersenyum miring.

Dante pun melakukan ritual mandinya, ia merasa cukup gerah.

Ia pun sudah siap dengan penampilan santainya.

Dia turun ke lantai bawah dan berjalan menuju dapur, ia melihat Irin disana.

Irin yang sedang memakan sepotong sandwich.

"Makan sandwich di siang hari, cih" ejek Dante berdecih.

Irin pun hanya melirik Dante dengan fokus pada sandwich miliknya.

"Bukan urusan sama lo,"

Irin tersentak, saat tangan besar Dante menarik rambut dan menahannya.

"Lo berani sama gue, hm. Lo bakal hidup menderita sama gue,"

"Gue tahu, Dante. Lepas, ini sakit…"

"Gue masih jijik dan benci sama lo,"

Ucap Dante yang melepaskan jambakannya dengan kasar.

Dante pun pergi meninggalkan Irin seorang diri.

Irin hanya terdiam dan melanjutkan makan siangnya dengan damai.

***

Dante berjalan masuk ke dalam restoran seorang diri, ia pun sempat berpikir, ia tak mungkin makan siang seorang diri di restoran itu.

Apa kata dunia jika para netizen tahu, jika ia yang baru saja melangsungkan pernikahan makan siang seorang diri tanpa sang istri.

"Sial, ini benar-benar sangat menjengkelkan," umpatnya.

Dante pun akhirnya memesan makanan satu porsi dan memakannya di dalam mobil.

"Benar-benar menyusahkan, gue berasa kaya orang miskin nggak punya tempat,"

Setelah selesai makan siang, Dante pun kembali ke rumahnya.

Ia tak melihat Irin, dimana dia?

Entahlah, Dante tidak peduli dan tidak mau tahu.

Dan pun akhirnya hanya merebahkan tubuhnya di sofa, dan juga menyalakan televisi.

"Ini benar-benar membosankan,"

Tak lama kemudian, suara langkah kaki masuk dan Dante sudah bisa menebaknya jika itu adalah Irin.

"Dari mana lo?"

"Penting buat lo?"

Dante merasa tersulit dengan jawaban Irin yang terdengar sangat ketus.

Dante berdiri dan mendekati Irin dengan tatapan tajam.

"Lo bener-bener ngajak ribut, gue tanya baik-baik."

"Tapi, dimata gue semuanya nggak baik, Dante!" Jawab Irin dengan kembali menatap tajam pada Dante.

Plakkk

Irin meringis dan tak percaya, Dante yang sekarang sangatlah kejam.

Sudut bibir Irin berdarah, Dante sedikit terkejut dengan sikapnya, tapi ia tidak menyesal.

"Lo itu j*lang murahan, Irin. Lo wanita sialan," hati Irin merasa sakit mendengar kata-kata kejam dari mulut Dante.

"Sikap lo jauh lebih murahan di banding gue, dan kesialan hidup gue itu karena lo,"

Dante pun tertawa mengejek, lalu mencengkram kuat rahang Irin.

"Gue kaya gini karena lo, sialan!" Jawab Dante penuh dengan penekanan.

Miris, hari pertama pernikahan bukannya kebahagiaan justru kdrt yang ada.

"Lo itu pengecut, dan juga ___ " ucapan Irin tertahan, ia sudah tak bisa lagi menahan air matanya, ia mendorong tubuh Dante dan berlari ke lantai atas.

Dante hanya terdiam tanpa ekspresi, tangannya mengepal erat.

"Br*ngsek, harusnya udah dua tahun. Iya, udah dua tahun," gumam Dante lalu menendang meja dengan keras.

"Sialan, ini benar-benar sial. Kenapa gue harus nikah sama dia, dia yang jelas-jelas wanita terkejam dalam hidup gue. Gue muak," lalu Dante menghubungi asisten pribadinya, ia pun meminta asistennya untuk mengirim sebanyak-banyaknya minuman beralkohol ke rumah barunya.

Di dalam kamar, Irin kembali meneguk banyak butir ke dalam mulutnya, hingga beberapa menit, matanya terasa berat. Ia pun tertidur.

Ia merasa, ia akan gila jika tak segera meneguk pil itu.

"A-aku bukan seorang j*lang, dan aku bukan wanita sialan," gumam Irin lirih sesaat sebelum ia benar-benar terlelap.

Tbc.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status