Share

Bab 5

Dante merasa aneh dengan Irin, sejak kemarin siang setelah berdebat dengannya, Irin benar-benar tak keluar dari dalam kamar, bahkan Dante pun tak masuk ke dalam kamar karena ia meminum alkohol di ruang keluarga.

"Apa dia udah mati, kalo iya juga nggak masalah."

Deggg

Hati Dante terasa nyeri saat ia mengucapkan kata itu, padahal ia tahu, jika ia sangat membenci Irin.

Tapi, kenapa?

Dante pun merasa cemas, lalu berjalan tergesa masuk ke dalam kamar.

Ia mendapati Irin, yang terlelap dengan deru napas teratur.

Dante menghela napas lega, ia takut jika nantinya akan digiring ke kantor polisi.

Dan sangat tidak lucu jika ia mendapati istrinya meninggal tepat di hari kedua setelah pernikahan.

Bel rumahnya berbunyi, Dante mengernyit bingung, siapa yang bertamu di pagi hari seperti ini.

Dante berjalan menuju pintu utama dan membukanya, ia terkejut saat mendapati sang ibu tengah berdiri di hadapannya dengan membawa rantang, yang Dante yakin berisi makanan di dalamnya.

"Mana Irin?"

"Astaga, ibu… bukannya masuk dulu, malah tanya Irin dimana?" Protes Dante, entah ia yang bodoh atau ia yang tak peka, Dante tak menangkap wajah cemas sang ibu.

Lalu mereka pun masuk,

"Dante, dimana Irin?"

"Di kamar,"

Sang ibu berjalan cepat, ia pun terkejut mendapati ruang keluarga yang berantakan dengan banyak botol alkohol disana.

Emy menoleh dan menatap tajam pada putranya. Dante hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia yakin jika ia akan di ceramahi oleh sang ibu.

Emy kembali melanjutkan langkah kakinya menuju lantai atas.

Sesampainya ia di kamar, ia terkejut.

Ia mendapati menantunya tidur dengan sangat tenang.

"Astaga, Irin… bangun, sayang." Ucap Emy dengan mengguncang pelan tubuh menantu cantiknya itu.

Emy terpekik saat mendapati sudut bibir dan pipi Irin ada sedikit memar, Emy yakin jika ini adalah ulah putranya.

Emy berjalan cepat menghampiri putranya dan ia kembali menampar wajah sang putra.

Plakkk

"Ibu," tegur Dante yang tersentak saat tiba-tiba sang ibu menamparnya.

"Apa itu sakit?"

"Ya, jelas sakitlah, Bu" jawab Dante tanpa rasa bersalahnya.

"Ya, begitu juga Irin. Ibu tak pernah mengajarimu untuk bersikap kasar dan pengecut Dante,"

"Jadi ibu membela wanita j*lang murahan itu, huh?"

"Dante, kamu!" Geram sang ibu pada putranya.

"Kenapa, Bu? Dibayar berapa ibu dan ayah oleh orang tua Irin?" Sindir Dante yang merasa curiga pada kedua orang tuanya.

"Astaga, Dante… lo udah keterlaluan," Darren yang sejak tadi masih di luar rumah, kini masuk.

Ia datang mengantar sang ibu, untuk berkunjung ke rumah pengantin baru itu.

"Lo nggak usah ikut campur,"

"Jelas gue ikut campur, lo udah ngejatuhin harga diri orang tua lo sama gue, Lo nggak sadar itu, hah!" Bentak Darren yang sayangnya Dante seperti orang bodoh.

"Hoh, gue nggak ngerasa ngejatuhin harga diri lo dan juga ibu dan ayah. Karena gue udah naikin penghasilan dari perusahaan keluarga, yang sekarang udah sukses, ngerti nggak lo,"

"Ckckck, lo nggak harus bangga dengan harta warisan, adek kecil." ujar Darren tertawa mengejek pada sang adiknya uang bodoh.

Dante menarik kerah sang kakak, berniat untuk meng-hajarnya.

"Hentikan, Dante!" Teriak sang ibu membuat Dante mundur, Darren tersenyum mengejek sambil membenarkan kerah kemejanya yang sedikit berantakan.

"Ibu? Kak Darren?"

Mereka bertiga menoleh saat mendapati Irin yang terlihat baru terbangun dari tidurnya,

Emy segera menghampiri menantunya, lalu memeluknya erat.

"Irin, kamu nggak apa-apa kan, nak?"

"Aku, memangnya kenapa, Bu?"

"Nggak usah banyak cari perhatian," sambung Dante dengan ketus.

"Dante, Irin itu istri kamu. Jaga sikap kamu,"

"Iya, istri yang tak di harapkan,"

"Kalo lo nggak mau, buat gue aja. Gue tunggu," sambung Darren.

"Cih," Dante hanya berdecih,

"Cukup, jangan mempermalukan diri kalian,"

"Ibu, kenapa kok udah di sini aja?"

"Iya, ibu cuma mau ketemu sama menantu ibu yang cantik nan manis ini,"

Irin terkekeh mendengar pujian dari ibu mertuanya.

"Ibu bisa aja,"

"Rin, mau jalan?" Tawar Darren pada adik iparnya.

"Kemana, kak?"

"Kemana aja yang kamu mau,"

"Boleh," jawab Irin dengan sedikit melirik Dante.

"Sudah, sudah… Irin, kamu sarapan dulu ya, ibu ada bawa makanan untuk kamu dan Dante,"

"Tapi, Bu… Irin belum mandi, terus belum beresin itu," tunjuk Irin pada meja yang berantakan.

"Sudah, itu ulah Dante, biarkan dia bereskan sendiri. Ayo, kamu sebaiknya sarapan lebih dulu,"

Belum sempat menjawab, Irin sudah lebih dulu di seret oleh ibu mertuanya.

Irin di duduknya di tempat kursi makan, lalu ibu mertua menyiapkan menu sarapan, kali ini ibu mertuanya membawa rendang.

Ah, mungkin ia tahu jika sang menantu tak bisa memasak masakan yang lebih.

"Makan yang banyak, sayang.."

"Nanti Irin gendut gimana dong, Bu?" Sungut Irin berkata dengan manja, membuat Darren gemas.

"Kalo gendut juga kamu tetap cantik, Irin."

"Iih, kak Darren bisa aja."

Darren pun terkekeh, ia melihat Irin makan seperti orang kelaparan, tak lama kemudian Dante ikut bergabung.

Dia pun mengambil makan sendiri dan menyiapkannya sendiri.

Irin sedikit memperlambat makannya, ia masih terngiang ucapan Dante kemarin siang.

Irin menggenggam erat sendok dan garpu di tangannya, memejamkan matanya sejenak.

Napasnya sedikit memburu, Darren yang menyadari itu, langsung mengusap punggung Irin.

"Nggak apa-apa, semuanya nggak apa-apa, Rin.."

Irin sedikit bingung, namun ia pun segera mengangguk.

Dante menatap malas pada mereka berdua,

"Dante, ajaklah istrimu keluar dan bersenang-senang," ucap sang ibu pada Dante.

"Udahlah, Bu. Dia bisa pergi sendiri, belum lagi Darren mau  ngajak dia pergi,kan?"

"Ho, Lo mau ikut juga?" Tawar Darren sengaja pada Dante.

"Nggak, gue di rumah aja."

"Hoh, bagus… lagian hama kaya lo mending di basmi aja, kan?"

Brakk

Dante menggebrak meja membuat Irin dan Emy terpekik.

"Maksud lo apa sih, hah?" Bentak Dante pada sang kakak.

"Kalian nggak malu, ada Irin di sini?"

"Terus saja kalian bela wanita j*lang itu,"

Ucap Dante kasar dengan menunjuk wajah Irin.

Irin hanya terdiam tanpa menjawab.

"Dante, kau benar-benar tidak punya hati, dia itu istrimu!" Jawab Emy penuh peringatan pada putra keduanya.

"Irin, sebaiknya kita pergi saja," Darren menarik lengan Irin.

Irin hanya meringis sakit saat Darren menarik lengannya.

Setelah kepergian Irin, Emy menatap tajam pada Dante.

"Sungguh, ibu tak menyangka jika putra ibu berubah menjadi monster," ucap Emy yang kini pergi meninggalkan Dante seorang diri.

"Aku sudah mengatakan, kalau aku tak ingin menikahi wanita sialan itu!" Teriak Dante yang mungkin masih bisa di dengar oleh Emy.

Saat di dalam mobil, Irin masih meringis dengan mengusap lembut lengannya.

Darren menarik lengan Irin pelan, lalu mencoba melihat apa yang ada di dalam lengan panjang baju yang Irin kenakan.

"I-irin,"

Irin hanya tersenyum dan menarik kembali lengannya.

"Jangan banyak tanya, kak. Irin nggak suka kehidupan Irin di korek lebih jauh,"

"Ah, baiklah… ayo, sebaiknya kita mencari tempat yang bagus,"

"Tapi, sebelum itu bawa Irin makan nasi padang, Irin masih lapar, kak."

Darren pun terkekeh dan mengangguk, ia menuruti permintaan Irin untuk datang ke restoran khusus masakan khas padang.

Tbc.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status