Share

Bab 6

Darren membawa Irin ke Timezone, mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang baru saja jatuh cinta.

Namun, siapa tahu jika mereka adalah saudara ipar, Irin adalah istri dari adik Darren.

"Aku pikir, kak Darren mau ajak makan nasi Padang di pinggir jalan, ternyata ada juga ya restoran khusus masakan Padang di kota ini,"

Darren pun terkekeh,

"Jelas ada lah, Rin. Kamu haus?"

"Dikit sih, capek juga ni habis main loncat-loncat sama kakak," jawab Irin dengan kekehan kecilnya.

"Ya udah ayo, kita cari minum." Darren menarik tangan Irin, dan Irin hanya mengikutinya.

"Dari dulu loh Irin mau punya kakak, eh malah jadi anak tunggal," keluh Irin dengan imut.

Darren terkekeh,

"Sekarang aku kakakmu, kan?"

"Iya kakak ipar,"

"Kamu mau minum apa?"

"Irin mau air mineral dingin aja, kak?"

"Okay,"

Saat mereka sedang duduk di kursi depan area bermain game, seorang wanita cantik memanggil nama Darren dan menghampiri mereka berdua.

"Darren?"

Darren dan Irin pun menoleh, Darren sedikit terkejut melihat siapa yang memanggilnya.

"Felice?"

Wanita yang bernama Felice itu menatap Irin dengan tatapan menyelidik, Irin jauh lebih cantik dibanding Felice.

"Dia siapa?" Tunjuk Felice pada Irin,

"Bukan urusan kamu, kamu ngapain di sini?"

"Ah, okay. Velove ngajak main game,"

"Mana Velove nya?"

"Itu, sama ayahnya," tunjuk Felice pada seorang laki-laki yang lumayan tampan sambil menggendong putri kecil, yang berumur sekitar 4 tahunan.

"Darren?"

"Hai," Darren membalas dengan jawaban singkat.

"Kebetulan ketemu disini, lo apa kabar?"

"Seperti yang lo liat,"

"Ini calon istri lo?"

"Ini bukan urusan kalian, gue permisi dulu," tanpa aba-aba Darren menarik kembali tangan Irin.

Irin hanya terdiam dan hanya mengikuti langkah kaki Darren.

Hingga sampailah mereka di basement mall,

"Kak Darren nggak papa?"

Darren tersadar, ia pun segera melepaskan pegangannya di tangan Irin,

"Astaga, Irin… maaf, maaf banget…"

"Untuk apa minta maaf, kak Darren kan nggak punya salah sama Irin?"

"Huh, ngajak kamu pergi tanpa aba-aba,"

"Irin," teriak seseorang tak jauh dari tempat mereka berada.

Darren dan Irin pun menoleh, kali ini Irin terkejut karena suaminyalah yang memanggilnya.

"D-dante?" Irin merasa takut saat melihat Dante menatapnya dengan tatapan penuh amarah.

Dante berjalan tergesa menghampiri mereka, dan Dante segera menarik kasar lengan Irin.

"Dante, jangan kasar!" Ucap Darren mengingatkan.

"Lo diam, dia istri gue. Lo nggak ada hak ikut campur urusan rumah tangga gue,"

"Sialan," umpat Darren setelah Dante menarik Irin dan membawanya pergi dari sana.

Di dalam mobil, Irin merasa takut namun ia mencoba untuk bersikap biasa saja.

"Sekali wanita j*lang tetap aja j*lang,"

"Dante, aku bukan wanita seperti itu," lirih Irin dengan nada pilu.

"Tidak ada wanita baik yang ___ "

"Dante, please…" ucap Irin dengan nada bergetar.

Dante hanya mendecih dan tak melanjutkan ucapannya.

Wanita murahan, lagi-lagi gue nggak bisa berbuat jahat sama lo, sialan! Batin Dante mengumpat.

Tak lama kemudian, mobil yang mereka tumpangi telah sampai dan berhenti di jalan parkir rumah baru mereka.

"Keluar lo, beresin semua barang penting kita,"

"Diberesin untuk apa, Dante?"

"Lo lupa, nyokap bokap lo ngasih hadiah bulan madu ke Bali,"

"Ah, iya… gue lupa,"

Dante memutar bola mata jengah, jika mode lebay, Irin akan menggunakan kata aku dan kamu.

Jika sedang garang, dia akan kembali menggunakan kata lo dan gue.

"Ya udah, cepet beresin, gue nggak mau nunggu lama,"

Irin pun mengangguk, ia segera berjalan masuk ke dalam kamar.

Irin segera menyiapkan keperluannya dan juga Dante.

Hanya barang penting yang akan ia bawa, jujur saja, Irin sudah paham segala yang Dante butuhkan.

Bukan waktu singkat mereka menjalin hubungan, mereka menjalin hubungan menjadi sepasang kekasih selama dua tahun dan mengenal sejak masa sekolah.

Mereka dekat sudah lama, namun mereka terpisah karena suatu masalah.

Dengan gerakan secepat kilat, Irin telah siap.

Ia pun menarik satu koper miliknya begitu juga dengan Dante.

"Lama banget si lo,"

"Nggak sadar ya, lo yang buat gue lama,"

"Nggak pantes lo ngomong lo gue,"

"Bukan urusan lo," Irin berjalan mendahului Dante.

Dante hanya tersenyum sinis menatap punggung Irin.

"Lo bakal liat kejutan indah dari gue nanti,"

Di dalam mobil menuju bandara, mereka saling diam seperti orang yang tak saling mengenal.

Hanya memakan waktu kurang lebih dua jam, mereka telah sampai di kota Denpasar, Bali.

Mereka menaiki taksi menuju hotel.

Dan saat mereka sampai di hotel, mereka pun langsung di sambut hangat oleh pegawai hotel, mereka langsung diberi kunci kamar yang berkelas VVIP.

Saat mereka berjalan menuju kamar, seseorang memanggil nama Dante.

"Dante,"

Dante dan Irin menoleh,

"Veve," balas Dante,

Irin terdiam menatap wanita yang berada di hadapannya, dia tersenyum manis pada Dante dan hanya melirik sinis padanya.

Wanita bernama Veve itu mendekati Dante dan seperti menganggap tak ada Irin di sana.

"Aku kangen," peluk Veve manja pada Dante.

Irin memejamkan matanya sejenak saat melihat Dante dan Veve berciuman saling melumat, Irin berjalan masuk ke dalam kamar hotel yang di pesan oleh kedua orang tuanya untuk bulan madu dirinya dengan Dante.

Irin merebahkan tubuhnya di ranjang yang sudah tersiap rapi dan juga bernuansa romantis.

Irin terkekeh kecil, ia merasa seperti orang bodoh.

Irin tahu betul siapa wanita bernama Veve itu.

"Ternyata masih ya,"

Irin pun mulai mengganti pakaiannya dengan dress santai lengan panjang.

Ya, sudah tak pernah lagi Irin memakai dres ataupun pakaian dengan lengan pendek. Ia selalu memakai pakaian berlengan panjang.

Irin berjalan keluar, ia menatap kamar hotel di hadapan pintu kamarnya.

Sepertinya Dante masuk ke dalam kamar itu, dan benar saja…

Saat Irin menatap pintu kamar itu, Dante keluar dengan sambil mengecup ringan bibir wanita bernama Veve itu.

"Nanti malam aku tunggu ya, sayang.."

"Iya, sayang."

Mereka bermesraan tanpa peduli jika Irin ada di sana.

Veve masuk ke dalam kamar hotelnya dan sebelum itu ia menatap tajam pada Irin.

Berbeda dengan Irin, ia hanya menatap tanpa ekspresi.

"Gimana kejutan dari gue, lo suka nggak?"

"Makasih," hanya itu jawaban dari Irin. Ia berjalan keluar dari hotel.

Ia berjalan menuju pesisir pantai, hari sudah mulai mendekati petang.

Irin terduduk di bawah pohon kelapa, menatap ombak yang terlihat sangat indah bergelombang.

Irin menarik napasnya dalam-dalam dan membuangnya secara halus.

"Aku harus kuat, aku harus bisa."

Irin tersenyum lebar saat melihat matahari mulai terbenam, ia tak peduli jika Dante berlaku kejam padanya.

Toh, Irin juga sudah menyiapkan diri, ia pun akan meminta pisah jika Dante tak bisa berubah.

Tbc.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nani Lestari
Lemah bener, jadi cewek
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status