Share

Bab 11

Dante mencium aroma masakan dari dapur, ia pun mengikuti aroma wangi bumbu, dan ia terdiam saat melihat ibunya dan istrinya sedang masak berdua.

Penuh dengan canda tawa, Dante menatap mereka dengan tatapan senang.

"Andai aja lo nggak buat gue benci, gue bakal sayang banget sama lo," gumam Dante melihat Irin yang sedang tertawa.

"Dante?" Panggil ibunya membuat Dante tersadar.

"Ibu?"

"Sejak kapan kamu di situ?"

"Ah, baru… ibu kapan datang?"

"Sejak tengah hari ibu udah di sini,"

"Oh ya? Ibu sendirian di sini sejak siang?"

"Kan ada menantu ibu yang cantik ini, masa kamu lupa?" Irin tersipu mendengar pujian dari ibu mertuanya.

"Bukannya Irin pergi?"

"Aku pergi cuma sebentar aja kok," jawab Irin membuat Dante sedikit bingung.

"Ya udah, aku ke atas dulu. Mau mandi,"

"Iya,"

"Bu, Irin juga ke atas dulu ya, mau siapin baju Dante," pamit Irin dengan sopan.

"Ya, sayang."

Irin pun menyusul Dante naik ke lantai atas. Entah mengapa, Dante tak pernah meminta untuk pisah kamar dengan Irin.

Emy menatap punggung menantu cantiknya yang semakin menjauh.

"Maafkan ibu, ibu bukan ibu mertua yang baik," gumamnya lirih.

Dan sampailah Irin di kamar, ia mendengar suara percikan air.

Irin pun mengambil kaos polos berwarna putih dan juga celana pendek selutut berwarna cream untuk Dante.

Dante pun selalu memakai pakaian yang Irin siapkan, alasannya adalah ingin Irin seperti pembantunya.

Irin pun menuruti keinginan Dante, Irin selalu menyiapkan pakaian dan keperluan suaminya.

Setelah menyiapkan pakaian Dante, Irin pun keluar dan tak lama kemudian Dante pun keluar dari kamar mandi.

Dante menatap pakaian yang tertata rapi di atas ranjang.

Dante pun memakainya, ia terduduk di tepi ranjang.

Ia melihat barang yang sejak tadi ia ambil dari kamar mandi.

Barang yang sudah beberapa kali ini ia temui,

"Cutter?"

Dante memandang cutter di tangannya, terlihat ada sedikit darah kering di bagian ujung.

"Sebenernya buat apa cutter ini?"

Dante pun berinisiatif untuk keluar kamar dan menanyakan langsung pada Irin

"Nih, punya lo?" Tanya Dante langsung menunjukkan cutter pada Irin.

Tubuh Irin memegang, begitu pula dengan Emy yang sebenarnya mengetahui segalanya.

"I-irin?"

"Maaf, Bu.. bukan apa-apa, kok."

Dante hanya mengernyit bingung, mungkin karena ia tak peduli, ia pun duduk di samping sang ibu dan bermain game di ponselnya.

Emy menatap cemas pada menantunya, Irin pun tersadar.

"Ibu, Irin nggak apa-apa. Jangan khawatir,"

Emy pun mengangguk ragu, Irin berdiri dan berjalan ke kamar mandi.

"Dante, tolong… berbuat baik dan sayangi Irin seperti dulu,"

Dante meletakkan ponselnya, ia memandang wajah sang ibu yang kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Nggak ayah, nggak Regio dan nggak ibu, ternyata sama aja. Kalian kenapa sih harus urusin kehidupan rumah tangga aku? Bukankah kalian ingin aku dan Irin menikah, lalu apa lagi?"

"Dante, ibu mohon… cintai Irin, dia menderita, nak"

Dante hanya memutar bola mata jengah,

"Tolong, Bu. Jangan bahas apapun, aku benar-benar lelah seharian." Emy pun terdiam atas permintaan Dante.

Memang jelas terlihat, jika Dante terlihat sangat kelelahan.

"Ya udah, sebaiknya kita makan malam. Semua udah siap,"

"Terserah ibu aja,"

"Biar Irin yang siapkan, Bu."

Irin pun dengan telaten menyiapkan menu makan malam untuk mereka bertiga.

"Makasih ya, nak.."

"Udah kewajiban Irin kan, Bu?"

Emy pun mengangguk dan tersenyum pada menantunya,

Dasar wanita yang pandai berakting. Batin Dante

"Dante, kamu mau makan apa?"

"Nasi putih sama sayur aja," Irin pun mengangguk, ia menyiapkan sepiring nasi beserta lauk untuk suaminya, lalu beralih pada ibu mertua.

"Kalau ibu mau apa?"

"Ibu ambil sendiri saja, sayang. Kamu makan yang banyak, biar berisi."

Irin pun mengangguk, tak sadar jika Dante menatapnya sejak tadi.

Iya, dulu dia tidak sekurus ini, batin Dante bergumam.

Lalu mereka bertiga pun makan dengan tenang.

"Kalian nggak ada niat buat jalan gitu, ini kan malam minggu?"

"Nggak, Bu.."

"Nanti, sekalian antar ibu pulang,"

"Eh?"

Emy tersenyum manis, ia berharap jika Dante akan berbuat baik pada Irin.

Berbuat layaknya seorang suami pada istrinya.

Tak lama kemudian, mereka telah selesai makan malam dan Dante pun sudah berada di dalam mobil bersama Irin yang duduk di sampingnya.

Mereka sedang menunggu Emy yang masih mengemas barang bawaan miliknya.

"Nah, ayo… kasian ayah sama Darren pasti kelaparan,"

Dante pun mengangguk, dan mulai melajukan mobilnya menuju rumah kedua orangtuanya.

"Kalian mau kemana setelah antar ibu?"

Irin menoleh pada Dante yang masih diam,

"Mungkin cari tempat yang bisa buat otak lebih rileks,"

"Ah, benar juga. Bawa Irin ke tempat yang bagus, biar dia seneng."

"Hm,"

Irin hanya diam tanpa menjawab, sejujurnya ia takut jika Dante akan membawanya ke tempat yang mengerikan.

Setelah tiga puluh menit mereka menempuh perjalanan, akhirnya mereka pun sampai.

Saat Dante akan memutar balik mobilnya, sang ayah pun meminta mereka untuk turun.

"Dante, mainlah dulu. Biar Irin tau dalam rumah ini,"

"Ah, benar ayah. Irin kan belum pernah nginep di sini," sambung ibu.

Dante menghela napasnya berat, ia pun lebih memilih untuk mengalah.

"Baiklah, aku turun."

Irin pun tersenyum, ia ikut turun dari dalam mobil.

Ini pertama kalinya ia datang kerumah orang tua Dante tanpa kedua orang tuanya.

Irin pun di sambut hangat, di dekat pintu sudah ada Darren yang sedang menatapnya dengan senyuman manis.

"Malam, Rin.."

"Malam juga, kak.."

"Udah, ayo masuk, jangan di pintu terus.." perintah ibu.

Dan mereka pun masuk,

"Bagaimana kalau kalian menginap saja?" Ucap sang ayah dengan di beri seringaian jahat Darren pada Dante.

Dante hanya menatap tajam pada sang kakak,

"Ya," jawaban Dante.

Irin pun menoleh pada Dante.

"Dante ___ "

"Nggak apa-apa, besok kan gue libur." Jawab Dante menatap Irin.

"O-oh, iya.."  Irin gugup karena Dante menatapnya.

Darius dan Emy pun tersenyum lebar,

"Nah, sekarang ajak Irin ke kamar kamu. Ibu mau siapin makanan buat ayah sama kakak kamu,"

Dante pun menarik tangan Irin dan membawanya pergi ke kamar Dante.

Irin sedikit terkejut, karena Dante menariknya dengan lembut.

"Dante…" lirih Irin saat mereka sudah sampai di kamar Dante.

Dante hanya menatap Irin yang juga menatapnya.

"Besok, bolehlah kita ke rumah ayah sama bunda?" Tanya Irin dengan ragu.

"A-aku kangen sama mereka, bolehkan?"

"Hm,"

Irin pun tersenyum lebar saat mendengar jawaban Dante. Meskipun Dante hanya menjawab dengan gumaman, namun Irin tahu jika Dante meng-iyakan permintaannya.

"Makasih,"

Dante merasa kagum, ia baru menyadari jika, baru kali ini ia melihat Irin tertawa bahagia bersamanya.

Apa hanya sebatas itu kebahagiaannya? Dulu saat kita masih pacaran, kamu selalu bahagia. Tapi, sekarang kamu selalu aku buat menderita. Aku ingin kamu menderita selama hidup denganku. Batin Dante yang menatap Irin dengan tatapan tajam.

Tbc

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status