"Lo, br*ngsek!" Ucap Dante kasar dengan menjambak rambut Irin.
"A..apa maksud kamu, Dante?"
Mata Irin sudah berkaca-kaca dan air mata perlahan mengalir di pipinya.
"Lo, kan yang minta nyokap bokap lo buat maksa kita nikah,"
Irin menggelengkan kepalanya, ia tak mengerti maksud Dante.
"A..aku nggak ngerti maksud, kamu."
"Jangan berpura-pura, bodoh! Argh," Dante mendorong kasar tubuh Irin, hingga ia terjatuh terlentang di ranjang.
"Sial, kalian mengancam orang tuaku,"
"Besok pagi, kita pulang. Dan, lo bakal gue kurung di rumah, nggak ada siapapun yang boleh nemuin lo, termasuk orang tua lo,"
Seminggu kemudian, Dante sedang duduk di ruang kerjanya, lalu menyeringai, di otaknya Dante memiliki niat terselubung, ia benar-benar muak dengan sikap sok baik Irin.
Bahkan, Dante sudah beberapa kali memergoki Irin pergi dengan laki-laki ber
Dante menguap saat setelah membuka matanya, menatap ranjang sudah tak ada Irin di sana.Sejenak ia menyesali perbuatannya tadi malam, namun itulah jalan yang harus ia ambil, ia ingin bebas.Dante terdiam sejenak, lalu ia pun teringat jika ia memiliki rapat penting pagi ini, ia harus segera mandi dan membersihkan diri, ia berdiri dan berjalan menuju pintu kamar mandi."Woi, buka… cepetan, gue mau mandi!" Teriak Dante dari depan pintu kamar mandi.Namun tak ada jawaban, hanya hening, tak ada suara air ataupun tanda-tanda kehidupan."Irin, buka pintunya. Gue mau ke kantor!"Teriak Dante lagi.Hingga satu menit, masih tak ada jawaban, Dante membuka pintu yang ternyata tak di kunci.Dante pun berjalan masuk, ia terpekik saat melihat bak mandi penuh dengan warna merah."Irin," teriaknya histeris.
Beruntung, apartemen tempat ia menyiksa Irin semalam masih sat menjadi miliknya.Ia tak bisa pulang ke rumahnya bersama Irin, karena rumah itu sah atas nama Irin.Dan Arman sudah menjaga ketat rumah itu dengan beberapa penjaga yang sudah bertengger disana, bersiap untuk melarang Dante jika ingin masuk.Dante menatap tempat yang masih kotor berserakan. Dante masuk ke dalam kamar mandi, ia pun terduduk di samping bak mandi."Arghh, " Dante menjerit dan memukul-mukul lantai.Darah Irin masih ada disana, belum sempat ia bersihkan.Ia benar-benar merasa benar-benar sangat hancur.
Siang ini, Dante berjalan gontai menuju pintu apartemen miliknya.Beberapa menit lalu, ia datang ke rumah sakit setelah diantar oleh Regi.Namun, ia terkejut… ternyata ruangan dimana Irin di rawat telah kosong, Irin tak ada di sana.Irin di nyatakan sudah pulang.Dante pun pergi ke rumah orang tua Irin, namun saat ia telah sampai di sana, rumah itu terlihat sangat sepi tak berpenghuni.Dante pun akhirnya kembali lagi ke apartemen miliknya.
Dante pun dengan yakin, ia akan bertemu dengan Irin. Ia pergi ke puncak Bogor. Tepat disana, ia mendapatkan informasi dari sang kakak.Ia bersyukur, meskipun sang kakak menyukai Irin, namun ia tetap merelakan kebahagiaan Irin bersamanya.Ia sangat berterimakasih karena Darren mau membantunya.Dan, pada akhirnya… di sinilah ia sekarang, ia berada di dalam mobil baru pemberian sang kakak. Ia pergi menggunakan mobil baru agar tak ketahuan oleh mertua dan kedua orang tuanya karena ia pergi menyusul, dan mencari Irin.Ia akan menggunakan kesempatan ini, saat
Dante pun dengan yakin, ia akan bertemu dengan Irin. Ia pergi ke puncak Bogor. Tepat disana, ia mendapatkan informasi dari sang kakak.Ia bersyukur, meskipun sang kakak menyukai Irin, namun ia tetap merelakan kebahagiaan Irin bersamanya.Ia sangat berterimakasih karena Darren mau membantunya.Dan, pada akhirnya… di sinilah ia sekarang, ia berada di dalam mobil baru pemberian sang kakak. Ia pergi menggunakan mobil baru agar tak ketahuan oleh mertua dan kedua orang tuanya karena ia pergi menyusul, dan mencari Irin.Ia akan menggunakan kesempatan ini, saat
Irin membuka matanya, ia pun menatap langit-langit kamar, ia terkejut saat melihat ternyata ia berada di kamar yang cukup mewah, dan bukanlah kamarnya.Ia pun tersentak, saat tangan besar yang melingkar di perutnya pun menarik dirinya mendekat."Aaaarghhh," teriak Irin yang lalu membuat Dante ikut tersentak, dan terbangun dari tidurnya.Irin melompat dari ranjang, ia merasa ketakutan melihat Dante disana.Dante pun langsung tersadar, ia pun ikut melompat dari ranjang, karena ia takut jika Irin akan kabur darinya."Sayang," panggil Dante dengan lembut."Hentikan, kamu tidak sayang padaku. Hentikan, jangan panggil aku sayang. Kamu jahat, kamu tega hiks hiks,"Dante pun merasa sesak mendengar ucapan Irin, ia sangat paham, mengapa Irin sangat ketakutan jika melihat dirinya.Irin pun menangis dengan posisi berjongkok, lalu
Arman benar-benar sangat marah, ia benar-benar kecolongan lagi. Irin, putri kesayangannya telah di bawa pergi oleh laki-laki brengsek itu.Arman benar-benar merasa sangat geram, ia ingin sekali membunuh Dante saat ini juga.Arman mengepalkan tangannya kuat, ia sudah paham jika ini adalah ulah Dante.Arman merasa shock, saat ia sampai di Villa, ternyata Irin sudah tidak ada.Ia menyesal, karena telah membiarkan Irin seorang diri."Ah, sial… jika aku tahu semua bakal seperti ini, aku bakal terus menjaga ketat putriku." Arman mengacak rambutnya frustasi.Sedangkan, Rosmi --- istrinya, sedang berusaha untuk menenangkannya.Ia yakin, jika Dante tak akan melukai Irin. Hanya saja, ia sudah merasa sangat kecewa pada Dante, ia sudah merasa sangat bersalah telah membawa putrinya kembali ke dalam masalah ini."Ayah, apa kita perl
Arman masuk paksa ke dalam rumah Darius. Ia berjalan dengan wajah berang.BrakkArman menendang pintu dengan keras, ia melangkah dengan didampingi oleh beberapa bodyguard.Sedangkan Darius, dan Emy terpekik."A-arman," Ucap Darius gugup."Putra sialanmu itu membawa kabur putriku.""A-aku tahu.. Tapi, demi Tuhan aku tidak tahu soal ini, " Ujar Darius gugup."Sejengkal saja dia berani menyakiti putriku lagi. Aku akan membunuhnya dengan kejam. Tanpa ampun aku akan menyiksanya lebih dari dia menyiksa putr