Share

Ellysia Jatuh Ke Sawah

Ellysia harus menarik napas dalam. Ia berusaha keras meyakinkan hatinya. Bahwa yang ada di depannya sekarang adalah kamarnya. 

Kakinya melangkah lagi untuk masuk, terasa cukup berat. Aroma kayu yang tersiram air hujan masih bisa dihirup. Atapnya terlihat seperti kebocoran. Tapi, gadis yang kerap disapa dengan nama Ell tersebut masih berusaha menerima.

"Ini seperti mimpi buruk," gumam Ellysia.

"Apa Nona," sahut Tari. Ia seperti mendengar sedikit ucapan nona mudanya itu.

"Bukan apa-apa Bi."

"Kalau gitu, Bibi tinggal ke dapur dulu ya. Kebetulan Bibi belum siapkan makan siang."

Ellysia tersenyum. "Iya Bi!"

Kedua pasang mata Ellysia tak bisa berhenti melihat setiap sudut kamarnya. Jendela kecil yang pengaitnya hanya terbuat dari paku yang dibengkokkan. Baginya terlalu mengenaskan. Belum lagi lemari yang ukurannya begitu kecil bagi Ellysia. 

"Ya ampunnn," ucap Ellysia sekali lagi. 

Kini tubuhnya berusaha duduk di kasur. Terasa lepek seperti tidak pernah dijemur. Atau karena memang kasur sudah lama yang kapuknya sudah bercampur jadi satu. Keras dan mungkin tidak akan nyaman untuk dibuat tidur. 

Padahal ingin sekali Ellysia merebahkan tubuhnya di sana. Namun rasanya itu hanya bisa terjadi dalam mimpi. Ia tak berselera, apalagi melihat banyak yang hanya ada sayu buah. Tidak ada guling atau selimut tebal.

"Mengenaskan," batin Ellysia.

Sementara itu, suasana pedesaan memang begitu asri, jarang ada lalu lalang kendaraan. Yang ada lalu lalang para pekerja sawah yang berada di sekitar rumah bibi Tari. Rumah yang sedang ditempati Ellysia saat ini.

Ellysia memutuskan keluar rumah. Tak jauh dari rumahnya ada perbatasan kampung seperti gapura yang cukup besar. Lalu di sisi lain jalan ada deretan tanaman cabe. Di sebelahnya lagi sebuah sungai yang arusnya cukup deras. 

Pemandangan itu ternyata mampu menarik perhatian Ellyisa. Ia mencoba menikmati suasana. Minimal di sini ia bisa merasakan alam yang indah. Bukan lagi gedung bertingkat yang biasanya membuat matanya silau.

"Ahhh, mungkin jalan-jalan bentar di sawah boleh juga," ucap Ellysia pada dirinya sendiri.

Bersamaan dengan itu, Pak Heru yang baru selesai minum kopi di warung. Tak sengaja melihat Ellysia keluar rumah. Ia pun sedikit penasaran. Ke mana nonanya itu akan pergi. Diikuti Ellysia dengan sedikit terburu-buru.

"Tunggu, Nona Ell mau ke mana?" tanya Heru, sopir keluarga Prayogi yang bertugas mengawasi tingkah laku Ellysia selama tinggal di desa. Ia pun berjalan mendekati Ellysia yang akan pergi ke sawah.

Ellysia menoleh ke arah Heru. "Mau jalan-jalan ke sawah Pak!"

"Hati-hati Non, ini musim hujan. Jalanan di sawah agak licin dan basah," terang Heru. Ia begitu baik dan perhatian pada putri tunggal majikannya.

Ellysia memperhatikan sekilas. Tepat di samping rumah bibinya itu. Terdapat hamparan sawah yang begitu luas. Ia baru kali ini melihat pemandangan sehijau itu. Apalagi ada deretan pohon mangga yang rindang. Jika bisa bersantai di bawahnya pasti akan terasa sejuk.

"Tapi aku pengen ke sana Pak Heru, gimana dong. Masak aku di rumah terus sih?" Ellysia mulai mengeluh. Ia mulai memasang wajah yang bosan. 

Heru menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia khawatir jika Ellysia akan terperosok ke sawah atau terjatuh karena jalanan yang terlalu licin sebab hujan semalam. Ingin ditahan tapi tak mungkin juga harus menyuruh Ellysia tinggal terus menerus di dalam rumah.

"Ya udah deh, kalau gitu hati-hati ya. Nggak mungkin juga Pak Heru nemenin jalan-jalan di sawah. Soalnya harus bantu-bantu Bibi tari di belakang," terang Heru.

Ellysia tersenyum manja. Ia memang tadi membayangkan bisa bersantai diantara rerumputan yang sejak tadi memanggilnya. Tampak sepoi-sepoi dengan angin alam yang begitu menenangkan. 

Gadis itu mulai melangkah. Kakinya sedikit demi sedikit berjalan di tanah sawah yang hanya ada rerumputan. 

"Padahal hari sudah siang. Tapi rasanya sejuk banget," ucap Ellysia memuji pemandangan di depannya. Terbentang luas sawah yang begitu terawat. 

Sekelompok orang cukup menarik perhatian Ellyisa. Ada rasa penasaran untuk mendekat. Ia pun memutuskan melewati pematang sawah yang begitu licin.  

Tanpa diduga seseorang datang dari belakangnya. Berjalan begitu buru-buru sambil membawa keranjang kecil yang terbuat dari kayu untuk menampung ikan. Ia bermaksud menuju ke sekelompok orang yang sedang memanen hasil ikan mereka. 

Ellysia tersenggol dan membuatnya terjatuh ke sawah yang tidak ada airnya. Gadis itu terperosok ke dalam kubangan lumpur. Hampir separuh bagian tubuhnya penuh dengan lumpur hitam yang aromanya begitu kuat menusuk hidung. 

"Woyyy, kalau jalan hati-hati dong!" teriak Ellysia yang langsung menggema. Terdengar nyaring dan keras hingga membuat sosok yang tidak sengaja menyenggolnya itu berhenti melangkah. Menoleh pada Ellysia yang sudah terjatuh.

Mereka berdua saling memandang satu sama lain. Mereka mulai memperhatikan dan mengingat sesuatu. 

"Kamu!" ucap seseorang yang telah menyenggol Ellysia dan Ellysia secara bersamaan.

"Hah, dia lagi. Di daerah terpencil kayak gini. Aku ketemu dia lagi. Oh God," batin Alvan saat bertemu Ellysia untuk ketiga kalinya.

Di dalam kubangan yang penuh lumut hitam. Ellysia memperhatikan tubuhnya yang terjatuh ke dalam sawah. Sudah seperti monster lumpur saja dirinya.

"Ahhh, dasar cowok sialan," umpat Ellysia cukup keras.

"Apa, justru kamu itu yang cewek sialan."

Alvan lalu membiarkan gadis itu. Ia lebih memilih meninggalkannya tanpa menolongnya.

"Hey, kamu mau ke mana? Cepat bantuin aku!"

Alvan menyipitkan mata. "Aku nggak mau nolongin kamu!"

Alvan pun bergegas menuju sekelompok orang yang telah menunggunya. Ia bertugas untuk mengambilkan keranjang tempat menampung ikan. Tak dipedulikan lagi sosok Ellysia yang terjebak di dalam kubangan lumpur.

Ellysia menjerit sejadi-jadinya. I pun terpaksa membantu dirinya sendiri untuk keluar dari kubangan lumpur yang begitu menyebalkan baginya. 

"Setelah ini aku harus mandi."

**

Alvan baru selesai membantu panen ikan di sawah yang disewakan oleh papanya. Ia sedang menikmati angin yang tertiup sepoi-sepoi menabrak kulitnya. Begitu sejuk dan segar. Sambil menikmati bungkusan makanan yang diberikan oleh petani tadi. 

"Beda banget ya rasanya, makan di resto sama di sawah gini. Padahal aku pikir tadi bakal sulit banget buat adaptasi di sini. Ternyata enggak juga," batin Alvan. 

Tiba-tiba ia teringat dengan gadis yang ditabraknya tadi. Spontan saja ia berdiri dan berlari ke tempatnya bertemu dengan gadis tersebut. Diperhatikan kubangan lumpur itu sudah tidak ada orang.

"Cewek tadi mana? Apa jangan-jangan dia tenggelam di dalam lumpur itu?" 

Alvan mulai cemas. Ingin rasanya ia turun untuk memeriksa. Apakah gadis itu masih di sana atau tidak. 

Tapi, saat salah satu kakinya mulai turun. Ia ragu untuk melanjutkan. 

"Kayaknya bukan urusanku juga kalau terjadi apa-apa sama gadis itu. Kan dia yang selalu rusuh. Sejak pertama kali bertemu juga, aku selalu kena repot sendiri."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status