Share

9. Omelan Papi

"Astaghfirullah... kamu tu!! masuk rumah, bukannya Assalamualaikum.. malah teriak-teriak begitu!!" Omel papi sambil berjalan menghampiriku, kulihat beliau sudah dengan setelan kerjanya.

Kubuka tanganku dan tersenyum semanis mungkin, menunggu pelukan selamat datang dari ayah yang merangkap ibuku sejak lima belas tahun yang lalu. Yang ditunggu pelukannya malah melotot seram kearahku, "Ih.. kok gitu si papi.." dumelku dalam hati.

"Kamu..!" Ucapnya sambil menunjuk ke arahku dengan jari telunjuknya. "Keluar lagi lewat pintu itu sekarang juga, dan masuk lagi ke dalam dengan memberi salam yang baik dan benar," lanjut papi sambil melipat tangannya di dada.

Kok... Jadi garang begini papiku.. takut dengan pemandangan menyeramkan si papi, aku langsung keluar rumah dan menutup pintu dengan tergesa-gesa. "Itu.. Papikan..?" Ucapku pelan sambil meyakinkan diri, kalau aku tak salah masuk rumah orang.

Aku mengetuk sekali pintu rumah, lalu membukanya sambil mengucap "Assalamualaikum Papi, Fay pulang," cicitku pelan dengan pandangan mata menuju lantai, takut kena omel lagi.

"Waalaikumsalam... Seingat papi, dulu papi kasih nama anak bukan Fay..." Papi menggantung kalimatnya sambil menatap lurus ke arahku.

"Mami.... tolong Fay... kok papi jadi buas begini..." Teriakku dalam hati.

"Faiza pulang Pi.." Jawabku akhirnya, kunaikkan pandanganku ke wajah ayah kesayangan yang selalu mensupportku dalam semua situasi.

"Ke atas!! Masuk kamar!! Ganti baju kamu, sekarang!!" Ujar Papiku galak.

"Kenapa sii... Papi kok jadi galak gini sama aku??"  Tanyaku cemberut. Seumur hidup gak pernah diginiin sama Papi.

"Dari dulu, papi gak pernah sekalipun mimpi anak perempuan satu-satunya keluarga ini, dandan seperti model-model yang bajunya kekurangan bahan!" Serunya serius sambil duduk di sofa yang ada di sebelahnya.

Akupun ikut duduk di sofa persis didepannya.

"Papi.. kok gitu siii... sama aku, udah gak sayang ya?" Ucapku pelan, dengan kepala menunduk dan menahan isakan dan airmata yang mengancam turun.

Sebelum aku kuliah ke Australia, papi dan aku sohiban banget, setiap aku pulang setahun sekalipun, saat aku melangkah satu jengkal dari pintu depan rumah ini, pasti akan disambut pelukan hangatnya sambil mengelus kepalaku lembut. 

"Kamu naik ke atas, ganti baju yang sopan, lalu turun lagi soalnya papi ada yang mau dibicarakan..." Perintahnya masih melotot kearahku. Huu... si papi kenapa jadi hobi melotot begini sii... mamii... dumelku sedih dalam hati. 

Tak mau kena semprot lagi, aku langsung naik ke lantai dua, tempat kamarku berada. Hmm... walau satu tahun sudah tak ku tempati, sudah pasti hukumnya kamarku rapih dan wangi, thanks to Mbo Sum, our personal helper, aku gak pernah mau nyebut Mbo Sum pembantu, enak ajah.. aku lebih ikhlas memanggilnya asistennya aku dan papi, ku jitak sini yang berani panggil Mbo Sum pembantu.

Kubuka pintu kamarku, dan benar dugaanku bersih dan wangi, kulihat sekeliling.. tak ada yang berubah satupun. Kamar ber cat soft brown dan dipenuhi pigura foto di bagian kepala tempat tidur queensize bed, dengan bed cover bunga berwarna cream muda membuat surga pribadiku ini bernuansa romantis. kubuka walking closetku, tempat koleksi fashion item keluaran terbaru yang kumiliki, mungkin besar walking closetku ini hampir setengah besar kamarku karena aku sendiri yang request saat renovasi rumah keseluruhan 15 tahun yang lalu dalam upaya moving on dari meninggalnya mami.

Kupilih-pilih pakaian mana yang akan kukenakan dan tidak akan memancing protes dari si papi.. humm... yang gak terlalu terbuka sepertinya. Ku jatuhkan pilihanku kepada Mohai knit shirtnya MaxMara yang berlengan panjang dengan motif kotak-kotak hitam putih, kupadu dengan legging hitam keluaran JBrand- Luxe Sateen yang ngepas banget di tubuhku. Tertutup tapi tetap cucok. 

Kuturuni tangga menuju ruang tamu, tempat sang green monster alias papiku menunggu untuk bicara. Aku memang sudah 25 tahun kawan, tetapi aku masih suka tokoh-tokoh film fiksi, jadi jangan kaget kalau aku sering membandingkan manusia nyata dengan superhero buatan asal Hollywood, seperti sekarang papi berubah menjadi mister Hulk, dan temanku a.k.a pengikut setia ku di Aussy, Evan adalah Clark Kent si superman, karena dia berponi tunggal dan sering memakai underwear merah, dan kalau kalian bertanya kenapa aku bisa tau dia memakai underwear warna apa setiap harinya, karena dia memakai jeansnya model si Beiber itu, ieewww banget kan?

Terbangun dari lamunan ngacoku, saat ini aku sudah sampai di ruang tamu, dan di sana... persis di sofa yang sama sebelum aku berganti baju, duduklah mister Hulk dengan rambut memutih dibagian poni, aku duduk persis di depannya dengan senyuman semanis gulali, menandakan saya datang dengan damai, peace yo!

"Kamu sudah lulus kan Faiza?" Tanya papi dengan nada bicara bisnisnya, 'sudah dewasa dan harus bisa bertanggung jawab!" Lanjutnya lagi, "jadi papi harap, kamu bisa berubah menjadi dewasa dan tidak bersikap seperti spoiled brat lagi." Papi menyelesaikan kalimatnya sambil menaikkan kedua alisnya, pertanda menunggu protesku.

“Jadi Papi selama ini menganggap aku anak manja?" Tanyaku kecewa, "selama ini papi baik banget sama aku.. kenapa baru sekarang berubah drastis 180 derajat jahat sama aku?" Lanjutku menaikkan kedua alisku menunggunya menjawab. Warisan keluarga, papi dan aku berbagi kesamaan mimik wajah, caranya tersenyum, sedih, kaget dan sebagainya 100 persen serupa denganku.

"Bukannya jahat sama kamu... sayang, papi selama ini membiarkan kamu dan tingkah konyolmu, karena papi lihat kamu masih kecil, masih butuh perhatian lebih dari ayahnya, tapi lama-kelamaan bukannya tobat malah makin menjadi kamunya!" Ujar papiku dengan nada yang semakin tinggi di akhir ceramahnya.

"Suka-tidak suka kamu harus berubah!! Papi sudah setuju lamaran teman bisnis papi dari Brunei, dia melamarmu beberapa bulan yang lalu, dan kemarin sudah papi setujui dan besok kamu ke Brunei, pernikahanmu dua minggu lagi, kalau masih banyak protes dimajukan jadi besok!"

Setelah menyelesaikan kalimatnya, papi berlalu pergi ke kamarnya yang terletak di samping ruang tamu, menutup pintunya dengan kencang. Aku yang masih terduduk di sofa masih bengong dengan percakapanku dengan papi, no.. no... bukan percakapan, karena percakapan adalah dua orang yang berbicara, ini lebih tepat dengan monolog, enggak.. nggak... bukan monolog, tapi eksekusi mati tepatnya. 

Demi apa.. yang aku denger barusan tadi adalah kenyataan? aku gak pernah minum alcohol, jadi aku gak mungkin mabuk kan?? Yess??No?

Aku masih melihat sofa kosong yang beberapa menit lalu diduduki oleh papi, mencerna ulang apa yang dikatakan oleh the green monster. Aku anak manja, katanya, lalu harus berubah menjadi dewasa dan bertanggung jawab, oke aku ngerti, selanjutnya papi nerima lamaran teman kerjanya dari Brunei dan aku harus menikah 2 minggu ke depan atau besok? Gagal konsentrasi, apa kaitannya aku harus dewasa dan bertanggung jawab dengan menikah dengan orang Brunei, temen kerjanya papi lagi.. tuirr dong.

"Berpikir.. berpikir... what should I do?? Hmm...." Memutar otak dan seperti adegan di kartun-kartun, seakan bola lampu menyala saat aku menemukan ide briliant. 

"Evan.. yup... Evan," aku berucap pelan dan bangkit dari sofa eksekusi ku itu, gak akan lagi aku duduki, hisshh...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status