ALEX ANDREW POV
Mataku tak henti-hentinya menilik jam tangan. Sialan! hari pertama bekerja malah keblabasan molor. Batinku tak berhenti mengumpat karena menghabiskan waktu dengan Marissa untuk party di klub malam langganannya.
Kepalaku masih berdenyut sehabis menenggak beberapa whisky semalam. Beberapa hal tidak kuingat selain making love bersama pacarku, Marissa Lourd.
Siapa yang nyana pelarian yang kulakukan malah membawaku ke dalam lubang seorang Noah Dylan. Sungguh aku ingin meludahi mukanya yang sok.
Setiap majalah, televisi, berita online bahkan sosial media gencar memasang wajah yang sudah lama ingin ku pukul sampai hancur.
Apa boleh buat, uang adalah sesuatu yang kita cari bukan. Sesuatu yang membawamu menuju bahagia duniawi. Demi apapun, aku kira Noah tidak akan pernah kembali ke negara ini.
Kenapa ia tiba-tiba muncul menjadi boss kontroversial ketika aku terpaksa memilih bekerja disini?!
Seiring kakiku melangkah lebih dekat ke perusahaan yang kini pria sialan itu kuasai membuatku kaki terasa semakin berat. Kegilaanku pada ketepatan waktu dalam bekerja musnah dan malas memikirkan keterlambatanku.
Terserah jika aku dipecat, aku akan memiliki alasan lain untuk menggamparnya.
Banner seukuran hampir 2 kaki bergambar bos baru itu seakan meledekku sembari menyilangkan kedua lengannya.
Nantang? ngajak ribut?!
Langkahku gontai menuju lift, sesegera mungkin menekan tombol lift lantaran terlalu malas untuk melakukan kontak mata dengan orang asing.
Mataku berhenti sayu selepas melihat sepasang mata hazel khas wanita Eropa. Tubuhnya montok berlari-lari membuat payudaranya bergoyang ke atas dan ke bawah.
Pikiran rusakku mulai memainkan perannya. Sialan!.
Terdengar ia memaki sesaat sebelum lift sudah berhenti menganga.
Ku buka lift tersebut. Pipi chubby nya merona merah.
Mata hazel coklatnya sontak menghentikan mataku berkedip
Kuputuskan menghentikan suasana canggung antara aku dengan si wanita montok, bertubuh seksi dan bermata hazel itu.
Brengsek! Hardik batinku.
***
"Makan siang bareng kuy" ajakku setengah menjerit di tengah kesibukan para staf yang seperti zombie akibat terlalu lama berkutat dengan laporan bulanan.
"Berisik, kamu ini masih baru tidak boleh begitu" kata gadis yang kutemui di lift tadi.
"Lu dari jawa ya? jawa tengah, jawa timur, jawa barat? bentar-bentar dari logatnya ga mungkin lu dari sunda" kataku bergaya sok mikir.
"Aku wong jawa mas" balasnya.
"Okeh, nama lu tadi siapa?"
"Mika mas, M-I-K-A"
"Ya udah mikcey, kita makan yuk. Liat nih perut gue keranjingan minta nasi padang sama es kopi item" cerocosku sembari menarik kemeja putihku menunjukkan perutku yang sedang bernyanyi.
"Dasar mesum! Lagian namaku ndak Mi..."
"Ssttt, udah lah lagian salah sendiri bikin gue nunggu, kalo lu ga beranjak dari kursi sialan ini. Gue bakal buka semua pakaian gue!" aku menahan tawa menyadari bahwa ancaman ku sungguh konyol. Mana mungkin aku akan melakukan kegoblokan itu.
"O-okay. Bentar Mika ma.."
Ku tarik tangannya mencegah omelannya dan menuju depan lift lantaran tak sabar menunggu.
Dalam waktu satu menit kami sudah berada di atas rooftop yang membuat bulu hidung menegak dipuaskan oleh aroma masakan yang menggantikan keberadaan oksigen.
"Mau pesen apa lu, mbak anu?" kataku menekankan kata terakhir dengan cara medhog.
Mikaa tersenyum "apaan sih mas, panggil saja Mik"
"Gue ga suka disuruh-suruh, gue bukan babu. Lagian lu imut kek tikus. Mickey!" Suara tawaku membuat semua orang menoleh ke arah kami.
"Astaga, makanannya macem-macem, banyak banget" mataku membabi buta melihat banyaknya menu makanan yang kebanyakan makanan Indonesia.
"Ndak pernah makan berapa tahun kamu?"
"Dua tahun" jawabku datar
"E-eh beneran? Kok?" mata sipitnya membulat.
"Kok apa? perutku yang kotak-kotak itu? itu udah ada sejak lahir. Mana ada makhluk Tuhan sekeren kayak Alex ini"
"Dih, jancuk"
"Buset lu ngumpat tadi?"
"Ndak mas"
"Apaan sih mas, gue bukan tukang cilok"
"Kalo tukang cilok kan abang"
"Dih pengalaman banget lu, mantan lu ya?" ledekku.
"Pesen apa nih, katanya perutmu sudah unjuk rasa"
"Lah tadi pas dikantor udah ngomong gue, lu makan apa cantik" pipinya memerah.
"Sayur asem pake sambal terasi, es teh tawar"
"Wah kaum-kaum pecinta ke-tawar-an nih"
"Istilah apaan tuh?"
Aroma sambal terasi dan tempe yang digoreng garing nyelonong masuk ke lubang hidungku yang mancung. Sudah dua tahun aku tidak makan, maksudku tidak makan masakan khas Indonesia. Masakan rumah yang selalu dimasak oleh Bunda.
Segera kusambar sepiring nasi padang lengkap dengan rendang. Hatiku bergetar menahan hantaman masa lalu. Aku menyantap sepiring penuh nasi dan lauknya yang berempah seperti orang yang benar-benar tidak makan selama dua tahun.
"Kagak makan lu, nanti kalo mati gimana?" mulutku memuncrat butiran nasi yang belum sempat kukunyah.
Mika menatapku ngeri.
"Beneran ndak makan dua tahun bocah ini"
Tangannya mengelus rambut coklatku. Hatiku berdesir.
"Adik belum pernah makan ya, sampai belepotan gini" Ia menyapu mulutku yang berantakan dengan tisu gulung yang biasanya kami gunakan untuk membersihkan kotoran. Aku tidak begitu kaget dengan tisu gulung yang menjelma menjadi tisu wajah ini sebab semasa kecil aku sudah tinggal disini.
"Makan gih, makan, kasian ikan asinnya kelelep"
"Mana ada, ikan asin kan hobinya renang"
"Iya ya, mereka jago renang tapi yang jadi atlet malah manusia"
Mika tergelak, suara tawanya sangat keras. Bukan karena candaan recehnya yang membuatku tertawa.
Beberapa pasang mata memandang kami dengan sinis. Inilah Alex Andrew versi baru. Alex Andrew yang tidak akan menjadi goblok terhitung sejak kejadian itu.
"Nasimu mendarat ke piringku, jorok banget"
Mika yang menatap ngeri kejorokan yang kubuat-buat. Aku merasa semakin terbiasa dengan sikap baruku ini. Haha sial, batinku tertawa.
Wajahnya berseri ketika kulontari dagelan receh. Mika yang sudah mengenalku saja kebal terhadap kelakuanku yang norak. Berkali-kali Gadis berwajah campuran bule bermata coklat hazel di seberang meja bundar yang akami tempati tertawa dengan keras. Meski begitu, paras ayunya tak juga luntur ditambah logat khas orang jawa yang mengingatkanku pada mbok Inah, pembantu yang dulu mengabdi di keluarga sialanku itu.
Baru beberapa waktu melihatnya di depan lift dengan wajah berpeluh bercampur gelisah. Rasanya kami berdua telah terikat sangat lama. Tak jarang logat medhog-nya sukses membuat jantungku berdesir akibat menerima sinyal otakku yang melihat wajahnya menggemaskan.
Meski tubuhnya montok berbanding terbalik dengan Marissa.
“Jancuk lu” katanya di tengah-tengah tawa kami
“Yah jancuk kuwe!” kubalas dengan logat miliknya
Aku tidak peduli mata-mata menyebalkan itu melihat kebahagiaan yang sudah lama tak pernah kualami sejak kepergian Bunda.
MARISSA LOURD POVSialan!Pengarku tidak hilang dari tadi.Brengsek, si Alex. Kenapa semalam bisa berakhir tidur dengannya?!.Iya, aku dan Alex memiliki hubungan. Tapi perlu digaris-bawahi kami menjalaninya sebatas pemuasan nafsu tanpa cinta.Aku dan pria setengah gesrek itu telah kenal satu sama lain sejak menjadi anak kuliahan penganut sistem kapitalisme. Alex tak lain cowok cupu yang anti-sosial yang kerjaannya cuma memeluk buku-buku tebal.Orang-orang yang melihat Alex yang sekarang tidak akan pernah percaya bahwa perawakannya pernah dekil pada masanya. Aku bahkan sampai lupa bagaimana awal kita bisa bertemu bahkan berkawan.Satu-satunya yang paling aku ingat ketika ia menghampiriku dengan kemeja bergaris berwarna monokrom ciri khas manusia kutu buku. Ia datang ke kost-an yang aku tempati yang berada tidak jauh dari kampus.“Hei, cewe ganjen” teriak Alex di depan halaman kost
AUTHOR POVSeperti kebanyakan kota metropolis lainnya. Jakarta dipenuhi oleh kesibukan dari berbagai kalangan. Mencari uang ialah tradisi manusia untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga.Hari itu Mika sudah sampai ke kantor sebelum pekerja lainnya datang. Ia terpaksa bangun pagi supaya tak mengulangi kesalahannya di hari pertama bekerja.Suasana kantor yang senyap membuatnya semakin kesepian. Akhirnya ia menyibukkan diri membikin segelas kopi instan sebagai penghilang rasa jemu-nya.Perusahaan milik keluarga Dylan yang telah memperkenalkan jenis-jenis makanan di Indonesia membuat Indonesia menjadi pemegang nomer satu pemilik makanan terlezat sedunia.Jam mulai bergulir ke arah kanan. Para karyawan lambat laun berbondong-bondong menduduki kursi teposnya-sebab terlalu lama diduduki. Miya Cooper, seorang wanita bertubuh tinggi semampai, menyilangkan kakinya dengan feminim sembari memoles lipstik merahnya.Beber
MIKA LODGE POV "Pagi sayang” suara serak mengalun membangunkanku.Morning kiss tak lupa diberikan oleh manusia yang dulunya musuh kini menjelma sebagai seorang kekasih.Kubalas pagutannya dengan menyesap bibir bawahnya.Aku tak percaya, kemarin ialah hari terakhir menjadi gadis perawanHatiku hampir mencelos keluar gara-gara melihat Noah beranjak dari tempat tidur dengan keadaan telanjang bulatpantatnya yang terpahat sempurna sukses membuat mataku menyala, seketika luntur kantukku.Ia menoleh, terkekeuh melihat pipiku yang merekah merah.“Kenapa sayang, belum puas yang semalem?” ujarnya dengan mata nakalpipi ku makin merah, serasa siap meletus."Mau sarapan pake apa?""E-eh pakai... sendok?""Kebiasaan lama nih, sukanya kikuk"Noah kembali ke atas ranjang, mencium pahaku yang masih polos t
ALEX ANDREW POVWajahku tertekuk tak beraturan seperti kertas yang sudah kusut. Sialnya aku, yang gagal menjadi pahlawan kepagian untuk menolong Mika.Noah Dylan! Sejak kapan ia peduli dengan wanita?! Bukankah kepeduliannya tak lain dan tak bukan adalah tubuh telanjang para kaum hawa.Kutenggak beberapa gelas minuman beraroma kuat yang membuat kepalaku semakin sakit dihantam pikiran liar tentang Wanda dan pria sialan itu.Tak cukup ia merebut wanita jalang itu kemudian gadis yang aku, maksutku sahabatku.Mentang-mentang berkantong tebal dan berwajah ganteng juga minim akhlak. Dia tak punya hak untuk menyentuh tubuh Mika yang meggunakan baju sialan itu. Seharusnya tadi aku menyebutnya jelek supaya ia berganti pakaian.Seharusnya tadi aku tidak terpesona dengan pemandangan dadanya yang membuat pikiranku ngalor-ngidulAku merasa bingung karena tidak bisa mengendalikan pandanganku ke arah Mika yang sedang digendong ol
NOAH DYLAN POVAku terduduk di kursi depan bar yang menyuguhkan bermacam-macam minuman yang akan membuat orang yang menenggaknya akan jatuh ke lubang yang lebih tenang. Cairan yang akan membuat siapapun yang mengonsumsinya akan kehilangan akal dan lupa akan hiruk-pikuk kejamnya dunia.Aku menelan cairan itu dalam satu teguk. Hingga dua atau tiga teguk kemudian, aku tersedak ketika menangkap wajah yang sudah lama tidak ditemukan oleh kedua mataku.Tubuhnya lebih tinggi dari yang ku perkirakan. Wajahnya masih sama teduhnya. Sialan, liuk tubuhnya membuat tubuh bagian bawahku menggeram.Dress berwarna merah maroon yang super ketat di tubuh montoknya. Terlebih lagi dengan dadanya yang menyembul seiring kaki panjangnya melangkah menuju ke arah bar di ujung yang berlawanan dengan tempat aku duduk.Sudut bibirku meninggi ketika melihat Mika, Ia berjalan dengan canggung sebentar-bentar menarik gaun yang minim bahan it
MARISSA LOURD POVAroma rose menguar dari sabun mandi yang aku gunakan. Busanya aku mainkan membentuk bola-bola tak beraturan kemudian ku tiup, membuat mereka jatuh dan hancur.Sepi dan kesepian. Kesibukan di kantor hanyalah sementara. Aku terjebak lagi di rumah ini.Rumah yang didesain ramping dan hanya berlantai dua saja.Rumah ini aku beli lantaran ingin menjauh dari keadaan rumah orang tuaku.Sudah lima bulan lebih aku tidak berbicara dengan Bunda.Apakah pria brengsek itu kembali lagi?Bunda tidak akan pernah menghubungiku sekalipun ia tengah menderita.Suara ketukan dari balik pintu rumahku membuatku malas beranjak dari bath-up.Mungkin Alex? Astaga aku lupa tentang ajakan Pak Dylan.Dengan tanggap, aku meraih handuk putih dan melingkarkannya ke badanku.Rambutku yang masih basah, airnya menitik seiring aku berlari kecil menuju pintu.
AUTHOR POVHigh heels berwarna merah berayun-ayun di balik meja di sebuah kantor, tangan putihnya meliuk-liuk dengan girang. Pena yang ia pegang. Mulutnya yang disapu lipstik merah mate tersenyum kecil takut dilihat orang lain di kantor itu.Marissa masih membayangkan kenikmatan yang dialaminya semalam. Ia kadung candu dengan kelihaian Mr. Dylan. Baru kali ini Marissa mendapatkan pria yang bisa memenuhi petualangan seksualnya. Alex, sahabatnya tidak begitu lihai membuat suasana seks menjadi lebih bervariasi.Ia sudah jatuh cinta dengan tubuh bosnya sendiri.Ponselnya berdering. Layarnya menganga menampilkan sebuah pesan teks dari si pengirim bernama Mr. Dylan.Nanti kita makan siang bareng yaMenu hari ini apa, Tuan?ku balas pesannya. Ia tersenyum di balik jendela kaca ruangannya yang menhadap ke mejaku.Tentu saja hidangan yang menggairahkan
NOAH DYLAN POVPerasaan bersalah membuat kepala ku pusing. Kuacak asal rambut, memaki wajah tampanku.Sial, bodoh sekali aku ini. Alisku berkerut tengok puluhan panggilan tak terjawab serta beberapa pesan dari Mika, pacarku.Aku meninggalkannya sehari setelah berpacaran dengannya, dan sibuk meniduri wanita lain. Ku kerutuki wajahku dengan berbagai julukan binatang.Tubuhku kini terjebak di kamar mandi seorang wanita yang belum lama kukenal, dan dia adalah sekretarisku sendiri.Rahangku mulai mengeras mengingat semalam bermimpi tentang wanita itu.Aku jatuh cinta dengan tubuh Marissa, tapi hatiku berdetak hanya untuk Mika.Penyakit ini telah membunuh jiwa kemanusiaankuKata Reigen, kerabat sekaligus dokter yang selama ini menangani gangguan psikologis ku yang telah mendiagnosa penyakit ini sejak lima tahun silam.Aku tidak yakin akan hidup deng