MARISSA LOURD POV
Sialan!
Pengarku tidak hilang dari tadi.
Brengsek, si Alex. Kenapa semalam bisa berakhir tidur dengannya?!.
Iya, aku dan Alex memiliki hubungan. Tapi perlu digaris-bawahi kami menjalaninya sebatas pemuasan nafsu tanpa cinta.
Aku dan pria setengah gesrek itu telah kenal satu sama lain sejak menjadi anak kuliahan penganut sistem kapitalisme. Alex tak lain cowok cupu yang anti-sosial yang kerjaannya cuma memeluk buku-buku tebal.
Orang-orang yang melihat Alex yang sekarang tidak akan pernah percaya bahwa perawakannya pernah dekil pada masanya. Aku bahkan sampai lupa bagaimana awal kita bisa bertemu bahkan berkawan.
Satu-satunya yang paling aku ingat ketika ia menghampiriku dengan kemeja bergaris berwarna monokrom ciri khas manusia kutu buku. Ia datang ke kost-an yang aku tempati yang berada tidak jauh dari kampus.
“Hei, cewe ganjen” teriak Alex di depan halaman kost khusus perempuan yang membuat seluruh penghuninya menjulurkan lehernya untuk melihat adegan kami berdua.
"Siapa Mar, pacar lu yang baru?" celetuk Pinky, kakak tingkatku.
"Serius kak, wah sekarang sukanya yang modelan polos-polos gitu ya" imbuh Saras, mahasiswa baru ikutan nimbrung.
"Lu kira motip kain, setdah!" ucap Monic masih menggunakan crop tee meski perutnya menyembul seperti orang yang sedang hamil.
"Bule ngab. Ga papa culun asal itunya gede" kata Pinky lagi.
"Kalo kek beginian aja, otak gesrek lu bisa on fire" Tidak habis si Monic menimpali.
"Apaan tuh artinya" Ibu kos datang, semua penghuni beringsut dari jendela kecuali aku.
“Sialan lu, buset ngapain lu bocah?” Aku tertegun melihat manusia cungkring dan jangkung itu. Bisa-bisanya ia masuk ke dalam kawasan kos yang seratus persen ditinggali kaum perempuan.
Dia hanya diam kikuk sembari merapikan kacamatanya dengan canggung. Wajahnya penuh dengan keringat. Kulihat mata birunya bergerak dengan gusar.
“Kencan sama tante mau?!” ejekku agar nyalinya semakin ciut seukura plankton
“Mau netek sama tante?” kataku lagi.
“iya” teriaknya membuat para perempuan alias penghuni kamar kost seketika bersorai setelah melihat reaksi ku mendengar jawaban tidak tahu dirinya.
Sejak hari itu kami semakin lengket melebihi hubungan antara surat dengan perangkonya.
Lambat laun Alex mulai bertranformasi menjadi cowo idola di kampus kami. Tapi, Alex tetaplah Alex yang anti-sosial dan jatuh cinta dengan buku yang katanya adalah pacarnya.
Kedekatan kami yang begitu intens membuat perasaan ku mengalami kondisi yang aneh dan cenderung tabu untuk ditangkap oleh hatiku.
Sejak mengenal pria aneh yang tidak jelas seluk beluk latar belakangnya ini membuatku berhenti mengencani para pria yang kerap menggodaku dengan cara klise atau monoton.
Seisi kampus iri melihatku bergumul dengan Alex yang awalnya kerap dibully akibat tampilannya.
***
“Eh bukannya ini hari ulang tahun lu ya, Mar?” celetuk Alex
“Inget aje lu, terus mo ngapain ngasih hadiah? Sini gue terima dengan lapang dada” cerocosku
“Lu yang seharusnya ngasi gue hadiah. Kan yang ulang tahun lu?”
Aku terkekeuh manusia di sampingku memang agak gesrek “Mana ada budaya kek gitu. Dari jaman pithecanthropus javanicus sekalipun kagak ada yang punya acara yang ngasih kado, goblok lu”
"Ya elah cantik cantik agak sempit pikiran lu. Jaman dulu mana paham bikin acara ulang tahun, yang penting mah makan" Celoteh Alex.
"Makan mulu lu, tapi lemak kagak pernah nyampe ke badan lu"
"Lagi traveling kali lemak gue" Meskipun Alex ini terkenal akan otaknya yang encer alias jenius. Tapi tampangnya macam orang aneh dan setengah blo'on ditambah candaan recehnya.
"Jadi gimana nih, ulang tahun gue diapain?"
"Dimakan" Alex mendengus.
"Serius, bangke" Kutarik kaos hitan kesayangannya, membuat dadanya yang terpahat indah terekspos sedikit. Sukses membuat pipiku tersipu.
“Katanya lu ga suka yang standar, yang normal, yang klise, yang mainstream” ucapnya sarkas. Sukses membungkam suaraku yang beberapa detik sebelumnya ingin menyumpahinya.
“Ya udah sebagai manusia UP-normal, gue bersedia nurutin kemauan orang yang ga berulang tahun alias kawan paling bangsat yang pernah ada ini” Aku berdecak lidah.
“Gue mau lu jadi orang yang ngelepasin keperjakaan gue”
Kopi hitam yang urung kutelan tersembur deras di depan wajah tampan sahabat karibku itu. Aku tergelak melihat wajahnya yang putih dihinggapi cairan pekat beraroma kopi bercampur dengan salivaku.
"Bangke banget anda, tapi manis enak" kata Alex menjilati mukanya sendiri.
Aku berteriak “Serius bocah ini jorok banget. Lagian salah lu, ngadi-ngadi bikin permohonan. Udah ga waras situ ya. Cewek lain yang mau ditidurin sama lu kan banyak banget tuh. Ngapain kagak lu sikat”
“Gue pengen lu yang jadi guru spiritual gue dalam mengarungi perjalanan seksualitas gue. Sebagai satu-satunya sahabat sudah sepatutnya lu ngebantuin gue”
“Yeee, lu sakit. Bener-bener sakit lu” Seisi kafe memandang kami dengan sinis. Saking terbiasanya kami tidak peduli.
“Please Mar, ga ada rasa cinta-cintaan janji!” Ucapnya sok memelas.
Beberapa helaan nafas kutarik dan kuhembuskan. Ada hal yang membuatku tidak bisa jauh dari makhluk absurd ini. Mungkin ini satu-satunya cara supaya dia selalu ada di sekitarku. “Lu harus janji ini ga lebih dari pemuasan nafsu. Lu harus inget gue ga becus soal cinta atau tai kucing apalah itu. Gue ga percaya bahwa hal itu ada”
“Terus?” jawabnya malas
“Okay deal” ucapku dengan menekankan kata per kata
Aku tidak percaya dengan cinta!.
Orang tuaku bercerai sejak usiaku masih tujuh tahun.
Ayahku seorang alkoholik yang abbusive sedangkan bundaku tak lain hanyalah wanita bodoh yang menerima manusia brengsek seperti ayahku ke dalam kehidupan normalnya.
Persetan dengan masa lalu.
Meskipun demikian, pernyataan Alex membuat dadaku nyeri. Seakan apa yang telah aku ucapkan menjadi bumerang untukku. Seakan tidak ikhlas bila Alex hanya ingin tubuhku.
***
Datang ke kantor dalam keadaan setengah mabuk membuat tubuhku kesulitan menahan mual.
Suara derak kaki dan aroma maskulin dalam sekejap memusnahkan rasa nyeri di kepalaku.
Hari senin yang paling menggairahkan. Jakarta tidak lagi membosankan setelah mataku disuguhkan dengan pemandangan surgawi. Noah Dylan , Manusia dingin bertampang cakep sekarang tengah duduk di depan tempat kerjaku.
Aura kelam dan buasnya merebak ketika aku menghampirinya untuk memberi tahu tentang jadwal meeting.
Beruntungnya aku menjadi sekretaris seorang pria tampan dengan garis rahang tegas, berkulit eksotis dan yang paling penting berpantat montok-ciri khas cowo metropolis penyuka olahraga.
Aku penasaran dimana biasanya ia nge-gym. Kalau tahu aku akan segera mendaftar kesana supaya bisa melihat bokong seksinya turun naik.
Fantasi soal per-bokong-an tak cukup sampai disitu. Nampaknya aku sudah keranjingan dengan bersenggama. Tubuh Alex Andrew tak cukup memuaskan hormonku yang impulsif.
“Pak, jam sepuluh nanti akan ada rapat bersama anggota direksi” kataku sembari menyodorkan beberapa berkas.
“Yang ini adalah berkas yang berisikan pegawai baru”
Sengaja ku tekuk tubuhku dengan gaya feminim sekaligus seksi ketika menunjuk ke arah berkas berwarna biru itu.
Mata birunya menangkap mata hijauku dengan buas.
Sepertinya pria ini sejalan dengan jalan pikiranku yang kerap dipenuhi imajinasi liar dan kotor, batinku. Membuat mulutku menerbitkan sebuah smirk yang ku sembunyikan dari wajah tampan di hadapanku.
AUTHOR POVSeperti kebanyakan kota metropolis lainnya. Jakarta dipenuhi oleh kesibukan dari berbagai kalangan. Mencari uang ialah tradisi manusia untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga.Hari itu Mika sudah sampai ke kantor sebelum pekerja lainnya datang. Ia terpaksa bangun pagi supaya tak mengulangi kesalahannya di hari pertama bekerja.Suasana kantor yang senyap membuatnya semakin kesepian. Akhirnya ia menyibukkan diri membikin segelas kopi instan sebagai penghilang rasa jemu-nya.Perusahaan milik keluarga Dylan yang telah memperkenalkan jenis-jenis makanan di Indonesia membuat Indonesia menjadi pemegang nomer satu pemilik makanan terlezat sedunia.Jam mulai bergulir ke arah kanan. Para karyawan lambat laun berbondong-bondong menduduki kursi teposnya-sebab terlalu lama diduduki. Miya Cooper, seorang wanita bertubuh tinggi semampai, menyilangkan kakinya dengan feminim sembari memoles lipstik merahnya.Beber
MIKA LODGE POV "Pagi sayang” suara serak mengalun membangunkanku.Morning kiss tak lupa diberikan oleh manusia yang dulunya musuh kini menjelma sebagai seorang kekasih.Kubalas pagutannya dengan menyesap bibir bawahnya.Aku tak percaya, kemarin ialah hari terakhir menjadi gadis perawanHatiku hampir mencelos keluar gara-gara melihat Noah beranjak dari tempat tidur dengan keadaan telanjang bulatpantatnya yang terpahat sempurna sukses membuat mataku menyala, seketika luntur kantukku.Ia menoleh, terkekeuh melihat pipiku yang merekah merah.“Kenapa sayang, belum puas yang semalem?” ujarnya dengan mata nakalpipi ku makin merah, serasa siap meletus."Mau sarapan pake apa?""E-eh pakai... sendok?""Kebiasaan lama nih, sukanya kikuk"Noah kembali ke atas ranjang, mencium pahaku yang masih polos t
ALEX ANDREW POVWajahku tertekuk tak beraturan seperti kertas yang sudah kusut. Sialnya aku, yang gagal menjadi pahlawan kepagian untuk menolong Mika.Noah Dylan! Sejak kapan ia peduli dengan wanita?! Bukankah kepeduliannya tak lain dan tak bukan adalah tubuh telanjang para kaum hawa.Kutenggak beberapa gelas minuman beraroma kuat yang membuat kepalaku semakin sakit dihantam pikiran liar tentang Wanda dan pria sialan itu.Tak cukup ia merebut wanita jalang itu kemudian gadis yang aku, maksutku sahabatku.Mentang-mentang berkantong tebal dan berwajah ganteng juga minim akhlak. Dia tak punya hak untuk menyentuh tubuh Mika yang meggunakan baju sialan itu. Seharusnya tadi aku menyebutnya jelek supaya ia berganti pakaian.Seharusnya tadi aku tidak terpesona dengan pemandangan dadanya yang membuat pikiranku ngalor-ngidulAku merasa bingung karena tidak bisa mengendalikan pandanganku ke arah Mika yang sedang digendong ol
NOAH DYLAN POVAku terduduk di kursi depan bar yang menyuguhkan bermacam-macam minuman yang akan membuat orang yang menenggaknya akan jatuh ke lubang yang lebih tenang. Cairan yang akan membuat siapapun yang mengonsumsinya akan kehilangan akal dan lupa akan hiruk-pikuk kejamnya dunia.Aku menelan cairan itu dalam satu teguk. Hingga dua atau tiga teguk kemudian, aku tersedak ketika menangkap wajah yang sudah lama tidak ditemukan oleh kedua mataku.Tubuhnya lebih tinggi dari yang ku perkirakan. Wajahnya masih sama teduhnya. Sialan, liuk tubuhnya membuat tubuh bagian bawahku menggeram.Dress berwarna merah maroon yang super ketat di tubuh montoknya. Terlebih lagi dengan dadanya yang menyembul seiring kaki panjangnya melangkah menuju ke arah bar di ujung yang berlawanan dengan tempat aku duduk.Sudut bibirku meninggi ketika melihat Mika, Ia berjalan dengan canggung sebentar-bentar menarik gaun yang minim bahan it
MARISSA LOURD POVAroma rose menguar dari sabun mandi yang aku gunakan. Busanya aku mainkan membentuk bola-bola tak beraturan kemudian ku tiup, membuat mereka jatuh dan hancur.Sepi dan kesepian. Kesibukan di kantor hanyalah sementara. Aku terjebak lagi di rumah ini.Rumah yang didesain ramping dan hanya berlantai dua saja.Rumah ini aku beli lantaran ingin menjauh dari keadaan rumah orang tuaku.Sudah lima bulan lebih aku tidak berbicara dengan Bunda.Apakah pria brengsek itu kembali lagi?Bunda tidak akan pernah menghubungiku sekalipun ia tengah menderita.Suara ketukan dari balik pintu rumahku membuatku malas beranjak dari bath-up.Mungkin Alex? Astaga aku lupa tentang ajakan Pak Dylan.Dengan tanggap, aku meraih handuk putih dan melingkarkannya ke badanku.Rambutku yang masih basah, airnya menitik seiring aku berlari kecil menuju pintu.
AUTHOR POVHigh heels berwarna merah berayun-ayun di balik meja di sebuah kantor, tangan putihnya meliuk-liuk dengan girang. Pena yang ia pegang. Mulutnya yang disapu lipstik merah mate tersenyum kecil takut dilihat orang lain di kantor itu.Marissa masih membayangkan kenikmatan yang dialaminya semalam. Ia kadung candu dengan kelihaian Mr. Dylan. Baru kali ini Marissa mendapatkan pria yang bisa memenuhi petualangan seksualnya. Alex, sahabatnya tidak begitu lihai membuat suasana seks menjadi lebih bervariasi.Ia sudah jatuh cinta dengan tubuh bosnya sendiri.Ponselnya berdering. Layarnya menganga menampilkan sebuah pesan teks dari si pengirim bernama Mr. Dylan.Nanti kita makan siang bareng yaMenu hari ini apa, Tuan?ku balas pesannya. Ia tersenyum di balik jendela kaca ruangannya yang menhadap ke mejaku.Tentu saja hidangan yang menggairahkan
NOAH DYLAN POVPerasaan bersalah membuat kepala ku pusing. Kuacak asal rambut, memaki wajah tampanku.Sial, bodoh sekali aku ini. Alisku berkerut tengok puluhan panggilan tak terjawab serta beberapa pesan dari Mika, pacarku.Aku meninggalkannya sehari setelah berpacaran dengannya, dan sibuk meniduri wanita lain. Ku kerutuki wajahku dengan berbagai julukan binatang.Tubuhku kini terjebak di kamar mandi seorang wanita yang belum lama kukenal, dan dia adalah sekretarisku sendiri.Rahangku mulai mengeras mengingat semalam bermimpi tentang wanita itu.Aku jatuh cinta dengan tubuh Marissa, tapi hatiku berdetak hanya untuk Mika.Penyakit ini telah membunuh jiwa kemanusiaankuKata Reigen, kerabat sekaligus dokter yang selama ini menangani gangguan psikologis ku yang telah mendiagnosa penyakit ini sejak lima tahun silam.Aku tidak yakin akan hidup deng
AUTHOR POVMika masih sibuk menunggu balasan Noah. Sudah 24 jam ia menghilang. Mika yang satu perusahaan tak bisa pergi seenaknya mencari Noah ke ruang kerjaMengaku pada staf lain bahwa aku kekasih barunya? BatinnyaIa menggeleng keras.Matanya bergidik risih, merasa bodoh jika melakukannya. Alex yang duduk di samping Mika tengah asik mengunyah sepiring nasi padang. Suara berisiknya yang makan tak mengganggu wanda yang masih sibuk menggeser layar ponselnya. Tidak seperti biasanya Mika yang selalu mengeluh kalau ada yang bersuara saat makan.“Dari tadi gue sengaja bikin suara pas makan, lu kok ga ngomel. Kagak biasanya, what’s happen, girl?“Pusing gue, pacar gue ga ngasih kabar dari kemaren” keluh Mika dengan intonasi yang masih medhog“Jangan-jangan doi maen sama ceweknya yang lain” ejek Alex.“Eh jancuk sekali anda, ga mungkin dia kayak gitu” elak