Share

FATE 2: Sebuah Awal

Di dunia yang semakin maju dan modern ini, manusia dibedakan ke dalam dua jenis kelamin: perempuan dan laki-laki sebagai jenis kelamin utama-serta alpha, beta, dan omega sebagai jenis kelamin kedua.

Para alpha menduduki posisi puncak kategori ini. Mereka merupakan pemimpin-pemimpin natural; orang-orang yang aura mendominasinya menguar bahkan dari jarak sepuluh meter. Menyusul tangisan pertama mereka ada takdir akan keagungan dan kekuasaan yang melayang-layang di atas puncak kepala bayi laki-laki dan perempuan alpha seperti janji: kamu akan jadi orang hebat. Kamu akan jadi panutan orang-orang.

Beta adalah orang-orang tersebut. Pelayan alpha. Dalam koloni semut mereka ibarat para pekerja di bawah pimpinan ratu. Kehadiran mereka seperti pemain figuran yang mudah diabaikan, tapi ada di mana-mana. Mereka orang biasa yang kurang dianggap penting dalam legenda, tetapi sekaligus pemilik peran sebagai penasihat negara serta kerajaan yang menjaga kedamaian ketika para alpha arogan terus saja ingin memulai perang.

Kemudian: di tangga paling bawah, ada omega yang eksistensinya bak hewan peliharaan eksotis. Omega ibarat tropi bagi para alpha; Hawa bagi Adam; Satu bagian puzzle hilang yang harus dirayakan ketika akhirnya ketemu. Kalau bukan karena feromon mereka, omega pada dasarnya tidak berguna; fisik mereka lebih lemah daripada seorang beta berkepala lima. Dengan naluri keibuan yang melekat sejak lahir pada perempuan dan laki-laki omega, takdir sepertinya memang menciptakan mereka cuma untuk beranak atau dijadikan hiasan.

Namun, eksistensi omega laki-laki cukup dianggap tabu dan langka. Mereka ada dan hidup bersama masyarakat, tetapi sebagian orang masih sering memandang mereka dengan sorot berbeda sekalipun identitas omega laki-laki telah tercipta selama puluhan abad lamanya. Salah satu dari omega itu adalah Feryan Feriandi.

Sejak dirinya kecil bahkan ketika jenis kelaminnya sebagai omega belum diketahui, ayahnya yang seorang alpha telah mencapnya sebagai anak laki-laki gagal.

"Apa gunanya kamu hidup sebagai laki-laki jika kamu malah terlahir menjadi omega, hah? Tubuh kamu kurus, prestasi kamu nggak memuaskan, ditambah perawakan kamu pun nyaris menyerupai perempuan. Kecil dan rapuh. Apa kamu pikir nanti akan ada seseorang yang menginginkan kamu sebagai pasangan? HAH?"

Lebih dari siapa pun, Feryan paham mengapa sang ayah amat murka terhadapnya. Dia adalah alpha yang terlahir dari keluarga yang tak pernah sekali pun memberikan keturunan omega, akan tetapi sewaktu dia akhirnya menikah dan membangun keluarga, anak yang dilahirkan oleh pasangannya justru adalah omega. Lebih buruk lagi, omega laki-laki. Membuat dia merasa diludahi seketika itu juga oleh seluruh anggota keluarga yang kontan memandang rendah dirinya. Menjadikan Feryan sebagai bahan keluhan serta dianggap sumber kegagalan yang tak mungkin dapat mengangkat nama besar keluarga.

"Woi!"

Feryan terperanjat dari boncengan setelah Setya menepuk helm yang dikenakannya. Membuyarkannya dari lamunan dalam sekejap mata, dan tanpa disadari membuatnya tercengang sebab mereka kini telah tiba di depan jalan milik kediamannya.

"Elo bengong? Masih mikirin feromon enaknya Tuan Alpha Juanda?"

Digoda begitu, terang saja Feryan mendengkus risih. Dia gantian memukul kepala kawan betanya dari balik helm. "Sembarangan aja!" Kemudian turun sembari melepaskan helm yang dipakai. "Gak usah ngaco!" semburnya tak terima seraya menyerahkan helm pada Setya. "Udah sana, elo cepet pulang. Besok jangan telat jemput gue lagi!"

Setya sekadar menggeleng masygul menanggapi omelan itu. Menyimpan helm ke tengah bagian motor, selepasnya berucap, "Besok, elo minta dijemput aja sama yayang Juanda!" Lantas buru-buru memutas gas untuk membawa motornya melaju.

Meninggalkan Feryan yang mengepalkan sebelah tangan. Berniat menghajar, tetapi tak kesampaian lantaran Setya bergerak lebih cepat. Akhirnya, dia hanya mampu menghela napas sambil agak menerawang. Mengingat kembali momen di masa kecilnya yang cukup pedih.

Kedua orang tuanya bercerai. Sang ibu mendapatkan hak asuh penuh atas Feryan dikarenakan ayahnya pun jelas tak mengharapkan sosoknya sama sekali. Sejak kecil, dihantui bayang-bayang tentang betapa dirinya terlahir sebagai omega yang tak diinginkan, yang tak mungkin mampu menjadi bagian dari hidup seseorang. Hingga hari itu datang ...

"Kamu, omega yang ditakdirkan untuk jadi pasanganku."

Satu kalimat itu lebih dari cukup untuk mengubah isi pikiran Feryan. Membuatnya yakin bahwa meskipun dirinya hanya seorang omega, itu tidak akan menghalanginya untuk mencari jalan menuju bahagia dengan cara setia menanti kehadiran fated pair-nya. Karena sosok itu memintanya menunggu, tentu saja Feryan pun mematuhi tanpa ragu.

Namun, kejadian yang dialaminya di kampus tadi merupakan sebuah misteri. Jika memang benar sosok bocah misterius dari masa lalu itu adalah fated pair-nya, lantas mengapa dia amat terpengaruh pada feromon alpha milik Juanda Saga yang baru pertama kali ditemui? Sampai mengundang siklus heat-nya datang lebih awal pula. Sedangkan menurut penjelasan yang pernah dirinya dengar, pengalaman semacam itu hanya mampu didapatkan apabila pasangan alpha dan omega yang ditakdirkan untuk berpasangan akhirnya berjumpa.

Feryan sontak menepuk-nepuk pipi sendiri supaya bisa menghilangkan pemikiran konyolnya. "Hadeuh, goblok! Mikir apaan sih gue!" Lalu mulai berjalan menuju ke pelataran rumahnya dengan langkah lesu. "Gue lapar."

Suara pintu yang terbuka dari luar menghentikan gerakan tangan seorang wanita yang sedang mengaduk masakan di wajan. Mengecilkan kompor, setelah itu melangkah ke depan sembari mengelapkan tangan ke apron yang dipakai.

"Udah pulang, Nak? Pasti lapar, ya."

Feryan tersenyum mendapatkan sambutan hangat ini, kemudian menyerahkan tasnya pada sang ibu. "Iya, Bu. Lapar banget, nih," keluhnya seraya berjalan ke sofa sesudah melepaskan jaket yang terikat di pinggang.

Ketika jaket itu diambil, kontan saja ibunya terkejut lantaran membaui aroma tidak asing dari sana. "Ini ... kamu tadi, heat?" tanyanya lirih.

Diliriknya sang ibu, kemudian secara santai mulai melepas serta celana miliknya. "Iya. Tadi, Fery kena heat," ujarnya sambil mengusap-usap lengan yang dijejali suntikan pagi tadi.

Ibunya menatap bergantian antara pakaian milik sang putra, gurat lelah di wajahnya juga tatapan kebingungan yang terpancar dari matanya. "Bukannya heat kamu seharusnya datang minggu depan?" Celana turut diambil untuk digulung bersama jaket.

Helaan napas panjang Feryan terdengar berat. Dipandangnya waktu pada jam dinding di atas kepala sebelum ragu-ragu menjawab, "Iya, Bu. Tapi tadi, Fery kepancing feromon seorang alpha yang ada di kampus. Lalu tau-tau indikasi heat-nya muncul. Untung ada Setya yang nolongin."

Kilasan kejadian sewaktu dirinya dan Saga saling bertatap mata hingga bersentuhan bak tengah bermain adegan drama pun muncul kembali di kepala.

Pake segala nongol lagi itu bayangan. Bangsul. Batin Feryan memaki.

Penjelasan itu membuat sang ibu terkesiap. "Feromon alpha? Kamu kenal sama pemilik feromonnya?"

Gelengan kepala ditunjukkan. "Nggak. Kami baru aja ketemu tadi itu. Makanya Fery bingung. Mana dia natap Fery udah kayak yang siap nerkam kapan aja. Serem," terusnya sembari bergidik-gidik sendiri.

Mengetahui hal itu memunculkan senyuman tipis di bibir ibunya. "Emm, Nak. Jangan-jangan alpha itu--"

"Bukan, Bu. Pasti bukan!" Feryan memotong cepat dengan nada tegas.

Paha sang anak ditepuknya gemas. "Loh, kenapa? Jarang-jarang, loh, ada omega yang heat-nya datang gitu aja karena terpancing feromon alpha tertentu. Bisa jadi, dia itu pasangan kamu di masa--"

Feryan mendecak lantas menyela lagi, "Bu, mustahil! Dia ini alpha terkenal, keren, sekaligus anak dari golongan terpandang. Gak mungkin omega kayak Fery berjodoh sama dia. Ibu gak usah ngayal yang bukan-bukan, deh. Gak suka Fery dengernya." Seusai mengucapkan keluhan itu, dia berdiri. "Fery mau mandi dulu. Makanannya udah matang belum?"

Ditanyai demikian mengingatkan sang ibu pada masakan di wajan yang tadi ditinggalkan. Pakaian kotor di tangan dibuang ke lantai untuk lalu berjalan tergesa-gesa ke dapur. "Aduh, iya. Makanannya!" Kompor dimatikan dan membuatnya bernapas lega sebab semur ayam kecap dicampur telur rebus miliknya tampak baik-baik saja. "Untung aja, nggak gosong."

Putranya yang melihat dari kejauhan sekadar terkekeh. "Kalo gitu Fery mandi dulu ya, Bu."

Ibunya mengangguk. "Iya. Sana, mandi dulu. Habis itu nanti langsung makan."

Feryan balas mengangguk lalu berjalan menuju ke kamarnya yang berada di dekat pintu utama. Begitu Feryan terlihat telah masuk ke kamar, saat itu juga wanita yang merupakan omega serupa putranya ini menjatuhkan posisi bahunya yang melemas. Memijat pelipis seraya mengembuskan napas lesu, merasa sedih sekaligus menyesal atas apa yang harus dialami sang putra hingga detik ini.

"Andai saja kamu nggak terlahir sebagai omega ya, Nak."

____

Pemuda itu menyerahkan tasnya pada pelayan yang sudah menanti kedatangannya di depan pintu. Lanjut melepaskan sepatu yang juga langsung diambil oleh pelayan yang berlutut di bawahnya. Disusul jaket, jam tangan hingga earphone yang bantu dicopot oleh para pelayan lainnya. Juanda Saga Fransiskus, alpha muda yang merupakan putra tunggal dari pasangan alpha ternama ini berjalan memasuki area bagian dalam kediamannya.

"Where's Mommy?" tanya Saga pada salah satu pelayan yang mengekori dari belakang.

"Nyonya Laura ada di dapur, Tuan Muda. Beliau sudah menunggu sedari tadi untuk makan malam bersama Anda."

Saga mengangguk-angguk. "Okay. Tolong siapkan pakaian ganti buat gue di kamar. Sekalian sama air hangatnya, ya," pintanya disertai senyuman tipis.

Para pelayan setianya mengangguk patuh dan menyahut secara kompak, "Baik, Tuan Muda Saga."

Potongan sayur, daging serta berbagai bumbu terlihat bergeletakan di meja dapur. Menampakkan sesosok wanita yang tengah mencicipi rasa masakan dari sendok. Menggumam sebentar, lalu membuka kotak garam untuk ditambahkan pada menu yang tengah dibuatnya dalam mangkuk. Tanpa menyadari adanya seseorang yang tengah berjalan amat pelan selangkah demi selangkah menghampirinya.

"Hmm, I wonder what--"

"Mommy, I'm home!"

Laura McLauren Fransiskus terperanjat. Sendok di pegangannya terjatuh lantaran terkejut menangkap seruan mendadak dari putranya. Dia memutar bola mata sebelum membalikkan badan dan menatap sang putra yang tengah tertawa puas.

"Welcome back, Saga," balasnya menyambut seraya menarik kasar daun telinga Saga.

Alpha muda ini mengaduh, "Aw, aw, aw. Oke, oke. Saga minta maaf. Let me go, Mom. It hurts." Protes itu dikabulkan. Membuat daun telinga Saga yang terbebas segera digosok-gosok pelan. "Hehehe. Mommy masak apa? Mau Saga bantuin?" tanyanya berlagak manis demi melunturkan mimik kesal di wajah cantik wanita kesayangannya.

Laura alhasil terkekeh. "No need, Sweetheart. Mommy cuma lagi masak salad. Oh, ya. Coba kamu cicipin. Barusan mommy tambahin garam sedikit." Sendok baru diambil untuk mencedok selembar kubis ungu dari mangkuk yang langsung disuapkan pada Saga.

Setelah mengunyah dan menelannya, Saga menunjukkan ekspresi puas disertai ajungan jempol. "It's good. Nggak ada yang kurang, kok."

Komentar itu membuat Laura lega. "Syukurlah kalau begitu. Well, kamu mau langsung makan atau mau mandi dulu?"

Pertanyaan itu ditanggapi gumaman panjang sebelum akhirnya dijawab, "Saga mau langsung mandi dulu, Mom. But, I have something to tell you," terusnya dengan ragu-ragu.

Mommy-nya mengernyit. "Something? About what?" tanyanya lagi sembari mengaduk salad di mangkuk.

Jakun Saga naik turun. Matanya melirik ke lantai, lampu meja makan, ke westafel cuci piring saking tidak tahu harus mulai bicara dari mana. "You know, it will sound a bit ridiculous cause I think, I finally found my fated pair." Napasnya agak tertahan saking tegang.

Sang Mommy yang mendengar pengakuan itu membulatkan kedua mata, merasa kaget bukan main. Gerakan mengaduknya di mangkuk pun kontan terhenti. Perlahan, putra semata wayangnya ditatap dengan sorot tak percaya. "You ... what?" tanyanya lagi demi memastikan yang didengarnya tadi tidaklah salah.

Saga tampak tergagap. "W-w-wait. Mommy jangan salah paham dulu. Saga tau ini kedengaran konyol dan Saga juga belum terlalu percaya sepenuhnya ke something people called as fated pair. But dunno why, Saga kayak, merasa bahwa sosok ini memang ditakdirkan untuk Saga. Damn, Mom. I feel so embarrassed right now. Is this okay? Apa Saga nggak lagi mendadak gila dan ... bingung?" Dia lanjut mengungkapkan apa yang mengganggu isi pikirannya sejak pagi tadi.

"Euh, no. Of course not." Mommy menggelengkan kepalanya laun. "I think there's nothing wrong with you finding your fated pair, my son. Justru menurut mommy, ini bagus. Kamu akhirnya punya ketertarikan serius terhadap seorang omega. Apalagi dia adalah omega laki-laki, 'kan?"

Terang saja Saga heran sesudah sang Mommy berkata demikian. "Huh? How did you know he's a male omega?"

Laura tercekat. Berpikir beberapa detik memikirkan jawaban paling masuk akal untuk putranya, "Ah, that's ... itu, karena kamu keliatan sangat awkward saat menceritakannya, Sayang. Jadi mommy tebak, ini pasti omega laki-laki. Tebakan mommy benar, 'kan?"

Walau masih merasa sedikit heran, akan tetapi Saga merespons sewajarnya saja. "Euh, yeah. He's a male omega. So, you think it's okay?"

Laura menaruh mangkuk. Menggerakkan tangan lantas menyentuh lembut masing-masing sebelah pipi putranya. "It's okay, Sweetheart. There's nothing wrong with you. With your fated pair. With him being a male omega. Everything is gonna be okay. Trust your mommy. Okay? Don't think too much about it," bisiknya meyakinkan.

Berhasil menciptakan senyum lega pada bibir tipis sang putra kesayangan. "Thank you, Mom."

Rambut Saga diacak-acak pelan. "Now, kamu mendingan mandi dulu. Nanti mommy minta para maid untuk siapkan semua menu makan malamnya di meja. Sana," titahnya yang langsung dituruti.

Saga berjalan ke tangga, melangkah menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua. Begitu punggung putranya tak terlihat lagi dari pandangan, Laura buru-buru meraih ponsel yang diletakkan di dekat kulkas sesudahnya mencari-cari kontak seseorang untuk dihubungi.

Nada tunggu yang menyahut dari seberang membuatnya kian tegang sendiri. "Please, pick up this call! Pick up!" mohonnya seraya melirik ke tangga demi berjaga-jaga Saga tak akan menangkap dengar hal yang akan disampaikannya.

"Hello, Honey?"

Suara dari corong ponselnya memunculkan senyum semringah di wajah Laura. "Darling, I have a good news for you. It's from Saga. He finally meet with his fated pair again!"

Terdengar suara tersedak pelan dari seberang. "What? Really? Are you sure?"

Laura mengangguk penuh antusiasme. "Yes! Yes, I'm sure! Dia yang tadi cerita langsung ke aku, Sayang."

Hening seperkian detik, sebelum respons lainnya datang, "Wow. I'm totally happy for him."

Laura meletakkan sebelah tangannya di dada sambil menghembuskan napas lega. "Me too. And this time, we have to make sure we can protect them so they won't losing each other again. Cause I want to meet with this male omega as soon as possible."

"This male omega, what was his name again?"

Laura menjawab tanya sang suami tanpa ragu, "It's Feryan. Feryan Feriandi. Aku nanti akan tanyakan ke putra kita siapa nama male omega ini untuk memastikannya lagi. Dan jika namanya betul-betul sama, itu artinya takdir memang telah mempertemukan mereka kembali. Setelah 9 tahun berlalu."

Takdir macam apa yang tengah berusaha mempersatukan kembali omega dan alpha yang dikatakan sempat saling merasakan kehilangan ini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status