Share

FATE 3: Pertemuan Kedua

Tubuh itu berpostur tinggi dan tegap. Kulit putih bersih, membuat urat-urat di baliknya terlihat agak menonjol. Otot tangan tampak kencang dengan punggung lebar yang mulus tanpa ada luka satu gores pun. Dada bidang yang kokoh, perut kencang bertekstur kotak-kotak yang walau belum tercetak padat tapi tetap dapat dianggap menggiurkan bagi mata siapa saja. Jemari panjang itu bergerak sedikit demi sedikit, mengusap lengan, leher, pun kepala yang telah basah. Menggosok-gosok busa di rambut, memperlihatkan sekilas bekas luka yang tercetak di kulit kepala.

Wajahnya menengadah, menikmati siraman air mandi yang membasuh muka hingga seluruh badan. Membuka mata, membiarkan air memenuhi pandangan tatkala bayangan wajah omega yang didapatinya tengah heat pagi tadi muncul di ingatan. Cara bicaranya, paras keheranannya, ekspresi kesal sekaligus tatapan sinisnya. Semua itu, bagi Saga tampak sungguh-sungguh menggoda.

Suara ketukan yang terdengar dari luar membuat Saga agak tersentak. "Tuan Muda, Nyonya meminta agar Anda tidak mandi terlalu lama."

Sang Tuan Muda mengumpat tertahan mendengar pemberitahuan dari salah satu pelayannya. Melirik bagian di bawah perut serta bulu-bulu halusnya yang saat ini tengah mengacung tegak lantaran dikuasai nafsu yang ditahannya sejak pagi.

"I'm done within ten more minutes. You can go!" sahut Saga yang kemudian mulai menggerakkan tangan naik turun di atas batang kelakian alpha kebanggaannya. Menggigit bibir demi meredam desah sambil sebelah tangannya berpegangan pada dinding keramik yang dingin.

Gambaran wajah omega yang diperkirakan merupakan sang fated pair muncul kembali. Membuat gerakan tangan di bawah sana kian bersemangat. Samar-samar, bibirnya menyebutkan nama sang omega. "Feryan ... haaa." Bersamaan dengan orgasme yang tiba, melepaskan mani dari lubang kepala kejantanannya hingga mengotori dinding dan lantai tempatnya berpijak.

Napas Saga agak terengah-engah. Menatap cairan sperma miliknya sendiri yang hanyut terbawa air menuju ke saluran pembuangan, lantas menyemburkan tawa hambar.

"Gue bener-bener udah mulai gila."

___

"So, can you tell me more about this omega?" tanya Laura pada sang putra yang baru hendak menyuapkan makanan ke mulut.

Membuat Saga urung menyantap menu makan malam sebab kini terdiam memikirkan jawaban. "He's kinda, cute? Well, not really, actually. Tapi ya, dia lumayan lucu. Wajah marahnya enak buat dilihat. That's all I can say for now, Mom. Soalnya Saga juga baru ketemu dia hari ini dan kami belum cukup saling mengenal. Next time, kalo Saga dan dia ketemu lagi, Saga akan mencoba melakukan langkah PDKT dengannya, deh," ungkapnya dengan wajah tenang dan lantas melanjutkan makan.

Mommy-nya tersenyum senang mendengar niatan itu. "That's my boy. And, how about his name? Siapa nama omega laki-laki yang berhasil menarik perhatian putra mommy ini? Hmm?" Sekali lagi bertanya, sengaja memancing untuk mendapatkan jawaban atas rasa penasarannya yang paling besar.

Senyuman di bibir tipis Saga muncul saat mengucap, "His name is Feryan."

Sebelah tangan Laura yang berada di bawah meja mengepal senang bak baru saja diberitahukan perihal kemenangan miliknya.

Kemudian Saga meneruskan, "Untuk detil lainnya, akan Saga beri dan tunjukan ke Mommy secara langsung nanti. Suatu hari kalau Saga udah berhasil mendapatkan perhatian dia, Feryan akan Saga kenalkan langsung pada Mommy dan Daddy. You can keep my promise, Mom," ujarnya optimis.

Sang Mommy mengangguk. "I know you can do it. Mommy akan tunggu sampai saat itu tiba, ya."

___ P Ī‘ S Ī© ___

Feryan menguap sampai membuat sudut matanya berair, melangkah keluar kelas bersama Setya yang berdiri di sebelahnya.

"Kenapa lo? Gak bisa tidur semaleman gara-gara mikir--aww, anjrit!" Belum selesai pertanyaan disuarakan, kulit tangan pemuda beta itu justru mendapatkan cubitan kencang. "Sakit, goblok!" maki Setya sambil balas memukul lengan sang kawan.

Feryan mendesis risih. "Lagian elonya juga ngebahas itu melulu. Enek gue dengernya tau, nggak!" Lalu mendengkus demi menunjukkan betapa serius dirinya mengatakan hal itu.

Setya tidak tahu saja bahwa semalaman omega ini dibuat tidak bisa tidur lantaran dihantui wajah alpha brengsek bernama Juanda Saga sampai dia frustrasi sendiri. Berguling ke kasur ke sana-kemari hingga terjatuh ke lantai dan menabrakkan ujung kepalanya ke nakas. Membuatnya mengutuk alpha itu habis-habisan dikarenakan sakit yang dia dapatkan.

"Malahan gue penginnya jangan sampe deh gue ketemu lagi sama dia!" keluh Feryan merasa gregetan. "Apalagi kalo nanti indikasi heat gue tau-tau muncul lagi. Bisa bangkrut gaji Ibu gue!" curhatnya meneruskan.

Didengarkan oleh Setya yang sekadar mengangguk-angguk saja. Cukup memahami perasaan sang kawan omega yang dibesarkan dari kalangan keluarga menengah ke bawah tak ubah seperti dirinya. Mereka berjalan bersisian di antara kerumunan para mahasiswa dan mahasiswi yang juga baru menyelesaikan jam kuliah pertama sambil terus berbincang mengenai berbagai topik persoalan. Hingga ketika keduanya tengah menuruni anak tangga dari lantai kedua gedung fakultas, mereka terpaksa menjeda langkah di tengah bagian tangga karena berpapasan dengan ketiga orang yang dijumpai hari kemarin.

"Huh?" Saga dan Ervano tercekat.

"Hm?" Di depan mereka, Feryan dan Setya mendelik, tak menduga pertemuan ini sama sekali.

Yaelah. Baru aja tadi gue ngarep gak mau ketemu lagi. Kenapa nasib gue sial amat, sih. Setan kunyuk! Umpat Feryan tiada henti dari dalam hati.

Feryan menghela napas lesu. "Hah. Gak beruntung banget gue mesti ketemu lagi sama kalian di pagi buta begini," keluhnya langsung menampakkan reaksi ketusnya.

Saga mengernyit. Memandang ke kejauhan memastikan cahaya dan panas yang dirasakannya bukanlah sekadar ilusi. "Pagi buta? Jam 10 elo sebut pagi buta? Hiperbola banget lo!" balasnya tidak lupa memutar bola mata.

Omega tempramental ini tersengih. "Bodo! Minggir kalian!" Seusai dibentak begitu, Ervano dan Dyas langsung menurut dan membukakan jalan. "Punya badan pada kayak tiang berjalan, menuh-menuhin ruang di bumi aja. Dasar!"

Saga, 19 tahun, tinggi badan: 183 sentimeter. Ervano, 18 tahun, tinggi badan: 190 sentimeter. Dyas, 19 tahun, tinggi badan: 178 sentimeter. Sementara Feryan, 18 tahun, tinggi badan: 167 sentimeter. Setya, 19 tahun, tinggi badan: 165 sentimeter.

Antara ketiga pemuda ini benar-benar telah membuat ruang di bumi tampak lebih padat, atau memang dua pemuda di depan mereka saja yang bernasib kurang beruntung lantaran dikaruniai tinggi badan yang pas-pasan.

Setya sekadar menghela napas sewaktu Feryan berjalan pergi mendahuluinya begitu saja.

"Your friend is so rude, y'know," komentar Ervano sambil berkacak pinggang.

Alpha paling tinggi itu ditatap Setya dengan sorot menyipit. "That's his natural character. Sorry for that. Excuse me, then."

Saga menggeser badannya, menghalangi jalan yang hendak Setya lalui secara sigap. "Wait!" cegahnya dengan raut canggung yang kentara.

"Hm?" Tak hanya Setya yang dibuat bingung oleh tindakan Saga. Kedua kawan alpha muda ini pun sampai saling berpandangan sebab yang dilakukannya kini sangat di luar dugaan.

Saga menjilat bibirnya sendiri sebelum ragu-ragu bertanya, "Can I have ... number."

Beta berperawakan pendek itu mengernyit mendengar pertanyaan kurang spesifik tadi. "What number?"

Pemuda berambut cokelat gelap ini mengumpat tertahan sebelum memberanikan diri bertanya lebih jelas, "I want his number. Maksud gue, nomor HP temen lo."

Ervano dan Dyas menyeringai sambil beradu gerakan alis, menggoda secara diam-diam.

Sementara Setya yang ditanyai menunjukkan raut heran, kemudian merespons, "Yah, gue lagi gak bawa HP."

Saga mendecak lirih. "And I bet he'll never gonna contact me if I give my number first. Sigh. What should I do?"

Akan lebih mudah andai omega yang menarik perhatiannya sejak kemarin itu bisa diajak bicara baik-baik tanpa perlu mengundang pertikaian setiap mereka bertatap muka. Namun, tak ada yang dapat Saga lakukan jika fakta di lapangan tak bisa menjadikan rencananya mudah direalisasikan.

"Elo suka sama temen gue?"

Ditodong pertanyaan itu terang saja mengejutkan diri Saga sendiri. "No. Not really. Well, a little. Maybe. Cause he's kinda interesting and funny," akunya jujur.

Setya maju satu langkah, menghadap Saga tanpa rasa segan. Mendongak, menatapnya dengan sorot serius sebelum berucap, "Biar gue tanya sekali lagi. Elo suka sama Feryan atau nggak? Kalo elo serius, gue ga keberatan ngasih bantuan biar lo sama dia bisa PDKT. Tapi, kalo elo cuma kepengin main-main dan sekadar penasaran sama dia doang, mendingan lupain aja dia dan silakan cari target omega lain di luar sana. Sekasar-kasarnya dia, Feryan itu tetap teman gue dan dia jelas punya perasaan!"

"PFFFT!" Dua kawan sang alpha yang tengah dikonfrontasi itu menyemburkan tawa tertahan.

Saga kontan saja terperangah. "What the--elo pikir gue ini tipikal sosok alpha antagonis, hah?" tanyanya tak percaya. Merasa amat buruk padahal yang dia lakukan baru sekadar meminta nomor kontak omega incarannya.

Setya dengan sengaja melirik Saga dari ujung rambut hingga ke bawah sepatu yang dipakai sang alpha. "Yah, wujud elo emang menunjukkan aura kayak gitu. No sorry," sahutnya santai.

Saga baru hendak merespons lagi ketika suara menggelegar dari ujung tangga mengejutkannya.

"SET! ELO KOK LAMA, SIH! BETAH AMAT NGOBROL SAMA GEROMBOLAN TIANG BERJALAN! Cepetan!" Feryan mendelik sambil melipat kedua tangan di depan dada dari ujung tangga. Kepalang muak menunggu kawannya yang tak kunjung menyusul ke bawah tanpa menghiraukan kebisingannya yang menarik perhatian beberapa orang di sekitar.

Yang dipanggil melirik, setelah itu tersenyum simpul. "See you later, Young Master Saga. Please think about my warning seriously," pamitnya yang segera berlalu dari hadapan mereka bertiga.

Ervano memandangi arah kepergian beta itu dengan sorot tak biasa. "Woaaah. That's what you called interesting, Saga. Beta itu super keren. Siapa namanya, ya? Ditya, 'kan?"

"Setya!" Dyas mengoreksi.

Saga cuma menghela napas tak peduli. "Whatever. Let's just go for now!" titahnya sambil berjalan agak menghentak menaiki satu per satu anak tangga.

Vano terkekeh. "Bad mood lo gara-gara gagal dapatin nomor Faryan?"

"Feryan!" Dyas mengoreksi lagi.

Juanda Saga mendecak keras. "Shut up! I don't care anymore about him. I mean, let me think for another plan!" ujarnya seraya betul-betul mulai memikirkan rencana lain di dalam kepala.

Di belakang sang alpha yang memiliki darah keturunan bangsawan itu, ada dua orang kawan yang hanya mampu saling melempar senyum. Tak mengatakan apa pun lagi, tetapi kompak mendukung pilihan yang Saga putuskan.

___

"Elo ngobrolin apaan sih sama mereka?! Serius amat perasaan."

"Tadi Juanda minta nomor HP elo."

Jawaban Setya atas pertanyaannya itu jelas membuat Feryan terkejut. "Terus, elo kasih?" Dia mendelik.

Setya langsung menggelengkan kepala. "Nggak, lah. Gue bilang aja gue lagi lupa bawa HP. Soalnya menurut gosip yang gue pernah dengar nih, Tuan Juanda ini katanya model alpha yang agak playboy. Siapa tau dia ada niat mainin perasaan elo, 'kan," terangnya yang lantas berhenti melangkah sebab sang kawan justru menunjukkan raut muram sambil memelankan laju kakinya.

"Mustahil banget lagian alpha macem dia bakalan tertarik ke omega modelan gue gini. Kayak gak ada sosok omega lain aja di hidupnya," ucap Feryan sambil berkacak sebelah pinggang, antara berharap, tetapi juga merasakan sedih di sisi lain hatinya.

Gelengan masygul Setya tunjukan seraya menyahut, "Elo masih kepikiran gara-gara pernah diselingkuhin Benjo dulu itu?"

Seketika Feryan bergidik sendiri. "Kami gak pernah jadian, ya. Jadi itu gak bisa disebut selingkuh. Hidih!" tuturnya dibarengi dengkusan keras.

"Iya, deh. Iya." Setya terkikik menangkap reaksi geli itu. "Tapi yah, bisa jadi sebenarnya si Juanda ini serius naksir ke elo, Fer. Benjo aja pernah ngejar-ngejar elo setengah mampus, 'kan? Siapa tau Juanda juga lagi ada di posisi kayak si Benjo sekarang."

Putaran bola mata diperlihatkan sebagai tanggapan muak lainnya. "Mustahil dibilang!"

"Jangan pesimis."

"Gue berpikir realistis, bukan pesimis."

"Sok-sokan bicara realistis, tapi elo percaya sama fated pair," sindir Setya tepat sasaran.

Terang saja Feryan meradang. "Bacot lo! Suka-suka gue, lah. Udah, deh. Berhenti ngebahas itu alpha songong. Bad mood melulu gue bawaannya setiap diingatin soal dia!" katanya mengingatkan tak bosan-bosan.

Setya hanya mengangkat bahu pasrah. "Ya udah, iya. Terserah lo aja."

Sosok para omega, beta, alpha berada di kerumunan di depannya. Mengelilingi dirinya, menyadarkan Feryan bahwa tak hanya dia yang berada di dunia penuh hal tak terduga dan bahkan sering kali tak dapat memberikan ekspektasi yang sesuai. Lebih dari siapa pun, omega laki-laki ini paling memahami hal tersebut.

"Lagian, ngarepin kemunculan fated pair yang udah sejak lama gue tunggu masih mending ketimbang mikirin sesuatu yang mustahil," desisnya sambil menerawang, lebih ditujukan pada diri sendiri. "Mustahil alpha macam dia suka ke omega rendahan kayak gue gini. Itu ... bener-bener mustahil."

Di tempat lain, Saga tengah memandangi layar ponsel secara frustrasi dikarenakan pencariannya mengenai 'Feryan Feriandi' tak mendapatkan hasil apa pun. Kepalanya tertunduk lesu.

"Haaa. Really. What should I do now?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status