Hari ini Rinai senang bisa bersekolah di SMA PERMATA, ia seperti peran utama di novel. Katanya SMA ini memiliki ikatan erat dengan GARUDA.
Rinai sudah memakai nama pengenal di kardus sesuai ukuran yang di anjurkan. "Jangan masuk MIPA deh, pusing gue sama kimia fisika."
Rinai menghabiskan roti gandumnya, ia pamit pada Aurel, mamanya. "Rinai berangkat dulu ma,"
"Iya, yang pinter sekolahnya." Aurel memberikan uang berwarna biru kepada Rinai.
Rinai diantar supir pribadinya.
Selama perjalanan Rinai ber-halu ria bagaimana ya jika masa SMA-nya di isi dengan cinta, cogan, dan teman barunya.
"Non Rinai, sudah sampai. Buruan gerbangnya mau di tutup," suruh pak Suryo.
Rinai tersadar, benar. Ia keluar dari mobil dengan langkah terburu-buru hingga ia menabrak dada seseorang yang hm keras. Rinai tak berani menatapnya, mungkin orang ini akan marah.
"Jalan matanya di gunain apa?" datar tapi menusuk, Rinai memberanikan diri melihatnya.
'Pangeran nyasar darimana nih? Masa sekolah disini?' Rinai terkagum-kagum.
Antariksa berdehem. "Gak usah liatin gue, sana gabung sama yang lain."
'Kalau seragam beda, pakai jas OSIS ya? Yang di novel emang gitu sih. Siapa ya namanya? Pingin bawa pulang,'
Rinai bergabung di barisan cemara sesuai saat pendaftaran sebelumnya. Di barisan belakang Rinai bisa menghalau sinar matahari, bukan takut bedak luntur tapi barisan terdepan sama saja akan terlihat OSIS dan pangeran tadi jelas ada disana.
"Kalian masuk sesuai nama grup yang sudah diberikan. Nanti pengumuman kelas sebenarnya ada di mading," ujar kepala sekolah.
"Silahkan ke kelas masing-masing nanti kalian akan diberi tugas oleh kakak OSIS,"
Rinai mampus sendiri, pasti cowok galak itu ikut. Semoga di kelas lain.
☁☁☁
Yang pertama kali Rinai masuki adalah sejuk, kelas ini terdapat kipas angin. Tapi siangnya pasti panas lagi. Rinai duduk didepan, ukuran tubuhnya mungil. Nanti tidak keliatan penjelasan dari OSIS.
Tiga OSIS memasuki kelas, Rinai cemas semoga bukan dia.
"Selamat pagi," sapa Rafi ceria, dia yang paling humble dan ramah.
"Pagi juga kak," jawab mereka kompak.
"Nah, siapkan selembar kertas ya. Minta tanda tangan OSIS yang kalian temui pakai jas kayak kakak ya, sertakan namanya juga. Disini sudah jelas?"
"Iya," mereka bersorak senang, waktunya modus ke OSIS, cari yang bening. Sekolah baru, pacar baru, mantan baru, teman baru.
Di sebelah kiri Rafi, Antariksa hanya diam. "Eh jangan galak-galak, ntar adik kelas takut sama lo," Rafi menyikut lengan Antariksa.
"Biarin, baguslah kalau takut."
"Tugas itu dimulai dari sekarang," Agung mengalihkan agar Rafi tak memulai debat.
Semuanya berhambur keluar, ada yang masih di kelas meminta tanda tangan ketiga OSIS ini.
Rafi yang paling dulu. "Sudah, waktunya 25 menit ya. OSIS disini berpencar, semangat,"
Para cewek-cewek dibuat senang, namanya Rafi, tampan, dan murah senyum, mudah memikat hati semua orang.
Mereka beralih ke Agung. "Nanti kalau ketemu sama saya sapa aja ya, disini gak ada batasan senior junior."
Lalu Antariksa, cowok irit bicara dan sensi. Menandatangani dengan cepat, hanya tertulis nama Antariksa saja tanpa nama lengkap.
"Ih yang ini galak ya, diem aja serem kalau deket-deket, takut dimakan gue."
"Iya, gak ramah banget. Dari awal masuk emang gini kok,"
Dua cewek itu berbisik saat keluar dari kelas, di depan Antariksa? Sayang dengan nyawa.
☁☁☁
Rinai berjalan sendirian, sudah ada dua tanda tangan. "Duh bentar lagi habis waktunya," Rinai melirik jam tangannya, tinggal 10 menit. Dua ini pun susah, bagaimana lengkapnya?
Sebuah tangan meraih kertasnya paksa, kasar sekali. Rinai mendapati pangeran galak lagi. "Pelan-pelan dong, sobek nanti," ucap Rinai tak terima.
Antariksa menyodorkan kertas itu.
Rinai membaca nama lengkapnya. 'Antariksa Zander Alzelvin? Susah banget, tapi bagus sih,'
Rinai tak ingin membuang waktu, ia kembali mencari OSIS yang lain.
Antariksa menatap kepergian cewek itu. "Unik," dua kuncir yang melekat dengan pita merah semakin menambah kesan manis tapi cupu.
Rinai mendapati OSIS yang tadi di kelasnya. Ia menyodorkan kertasnya. Di kantin, tapi mereka tak makan hanya duduk dan menunggu kedatangan siswa baru
Brian menahannya. Rinai bingung.
"Gak semudah itu Ferguso," Rinai kira apa, OSIS ini ingin memberikan tantangan, entah apa tapi wajahnya main-main.
"Nyanyi cicak di dinding,"
Rinai suaranya pas-pasan. Pasti bisa. "Cicak cicak di dinding, diam-diam merayap. Datang seekor nyamuk, hap. Lalu ditangkap,"
Rafi menggelengkan kepalanya. "Maksutnya apa sih yan, yang lain gak lo suruh nyanyi."
"Suaranya bagus, gimana kalau ikut band kita?" tawar Brian, fenomena langka yang pernah ada. Band The Rocket hanya anggota laki-laki, dan semua dibawah pimpinan Antariksa.
"Nanti aku pikirin kak. Kan suara aku pas-pasan," Rinai tersenyum kikuk.
"Gak masalah, nanti saya yang akan melatih kamu." Brian meraih kertas itu, membubuhkan tanda tangannya. Lalu Rafi dan Agung.
"Apa masih banyak ya?" gumam Rinai, tapi Brian dengar.
"Gak kok, selesai. Silahkan liat mading ya, sudah di tempel dimana kelas sebenarnya."
Rafi terheran-heran, Brian itu garang, mudah tersinggung, sama seperti Antariksa. "Lo tertarik sama dia?" Rafi menggodanya.
"Kalau iya kenapa?"
Agung bertepuk tangan. "Brian udah gede,"
"Kalian berdua sama Antariksa juga jomblo kan?"
Benar juga ya.
☁☁☁
"Boleh aja sih Ips, tapi kok 5. Kan kelasnya pasti nakal, dicap yang jelek sama guru. Aduh mending 1 deh." Rinai melihat kertas mading dengan berjinjit, susah sekali karena siswa baru berebut saling dorong. Rinai mencari kelas tersebut, hanya tulisan besar dengan kertas ukuran buku gambar A4 X Ips 5.Rinai menaiki tangga dulu. Sudah didepan kelas barunya barulah Rinai masuk dan duduk didepan dekat dengan pintu kelas. "Disini aja deh, lebih kena anginnya."Mulai berdatangan siswa baru memasuki kelas ini, dan seorang OSIS lebih tepatnya cowok galak itu. Sehari wajah itu absen saja sehari.Antariksa meletakkan kertas absen memastikan bahwa yang di kelas ini sudah terisi lengkap sesuai yang di mading. Ia meletakkan dari dekat pintu dulu. "Gak masalah gak urut, yang terpenting nama kalian ada," jelasnya.Antariksa duduk di meja guru, menunggu selesai absen.Rinai tertegun, ia mencari-cari namanya namun tak ada. "Loh, nama gue mana?" gumamny
"Kantin yuk," ajak Adel. Rinai mengangguk, hanya Adel yang ramah dengannya."Eh, di sebelah bukannya Ips 5 ya? Kok disini?" tanya Rinai, ia lupa menanyakan hal itu."Oh, soalnya di sebelah kelas kita itu ruang musik. Jadi bakal rame deh, pasti mereka ikutan nyanyi.""Tau banget ya?""Iya, malah sebelum masuk ke sekolah ini semuanya udah gue cari sendiri. Sampai cogannya juga,""Jangan harap bisa dapet yang begituan del, pasti mereka gak suka cewek cupu kayak kita."Sampai di kantin Adel memilih duduk di pojok kanan kantin. "Disini aja,""Kan yang lain sama aja del, sukanya mojok sih." Rinai lebih memilih di tengah saja, karena cowok galak dan temannya itu duduk selisih satu meja dengannya."Mau pesen apa?""Sama aja,"Adel pergi sebentar. Dan Brian melihat Rinai sendirian. Ia menghampiri adik kelasnya. "Hai," sapanya duduk di sebelah Rinai.Rinai terkejut, kehadiran Brian menarik seisi kantin. Mereka menatap Rinai. "K
Adel malah sudah berada di posisi paling depan sebelum nanti penonton penuh. Kehadiran Rinai tak terlihat hingga acara pensi sudah di mulai. Adel menghubungi Rinai.Rinai yang masih menghafalkan sebuah lagu pun terganggu dengan ponselnya yang berdering terus-terusan."Angkat aja,"Brian menanti kehadiran Antariksa yang tak kunjung datang, ruang musik saat ini sudah ada dirinya, Rinai, dan Rafi. Agung? Cowok itu tak suka band, nanti fans-nya bertambah banyak."Iya del kenapa?""Eh acaranya mau mulai nih. Gak masuk sekolah ya?""Masuk kok? Ngapain coba bolos, yang ada di marahin.""Sekarang lo dimana sih Rin? Penontonnya penuh nih, gue paling depan ya.""Nanti juga tau, malah gak perlu capek-capek dorong-dorongan."Agung membuka pintu ruang musik. Memerintahkan segera ke atas panggung. "Udah siap? Lengkap semuanya?""Antariksa,""Berharap keajaiban dunia bertambah satu? Antariksa gak hadir hari ini,""Kata s
"Antariksa! Kenapa jemurannya gak di masukin?" Bintang mengomeli putra semata wayangnya.Antariksa menutup bukunya, sedang menyiapkan jadwal pelajaran besok sebentar malah di marahi. Sewaktu pulang sekolah baru saja cuacanya cerah, mendung ingin sekali membuatnya di marahi.Antariksa membantu mamanya, jemuran hari ini banyak. Mulai piyamanya, baju main, kemeja, piyama Bintang, piyama Angkasa, jika baunya sudah tak sedap bisa ganti dan langsung cuci. Kata mamanya setiap saat harus wangi."Yang ini kamu lipat yang rapi ya, jangan sampai kerahnya itu miring sana-sini." Bintang meletakkan jemurannya, melipat pakaiannya dan Angkasa."Iya mana bisa cowok ngurusin jemuran apalagi lipat baju," gerutu Antariksa, ia meletakkan piyama Angkasa di sofa yang panjang, harus rapi."Belajar, biar nanti istri kamu itu beruntung dapat suami kayak kamu yang serba bisa."Bintang lupa jika ia kini tengah menggoreng ikan asin. "Tolong ke dapur ikan asinya di
Sesuai yang di perintahkan Antariksa, cowok itu ke kelasnya membuat kerumunan kaum hawa saling dorong ingin bertemu dengannya. Minta foto, peluk, modus, dan menarik-narik seragamnya. Sampai Antariksa harus menyingkirkan mereka dengan kasar."Minggir!" sentaknya, diberikan jalan. Mereka takut-takut."Rinai, ayo ke kantin." ajak Antariksa membuat kelas hening menoleh pada Rinai, benarkah ini?Adel sampai heran. "Itu beneran kak Antariksa? Ngapain ngajak lo ke kantin Rin?""Cepetan Rinai," Antariksa gregetan, ia gerah berada di kerumunan para fans-nya.Rinai menghampiri pangeran galak, lalu tangannya di tarik oleh Antariksa. Membelah kerumunan tersebut, mereka tak akan berhenti akan mengikuti kemana Antariksa melangkah, hingga di kantin.Cica yang sedang membawa mangkuk mie ayam panasnya pun sampai oleng dan jatuh bersama mangkuk-nya yang pecah. "Duh, ngapain sih rame-rame?" Cica mencoba bangkit tapi kakinya sakit seperti terinjak sepatu, kalau
"Baiklah, kalian masuk ke kelas," yang namanya tak mau membantah guru besar ( gemuk ), bu Pipit mengawasi langkah Antariksa dan kedua temannya hingga ke kelas."Enak ya Rin, dianterin cogan?" tanya Adel setelah Rinai duduk."Yang duluan minta kan kak Antariksa, kalau gue minta di anterin keliatan dong murahannya." jawab Rinai jujur, memang benar kan?"Iya juga ya, tapi enak aja. Nih misalnya ya, kalau ada apa-apa kak Antariksa pasang badan,""Lo mau del?""Sama dia?" Adel ogah-ogahan jika berpacaran dengan ketos plus ketua band, nanti jadi incaran bully seperti di novel."Baik loh, romantis, ganteng, tinggi,""Gue gak suka lokal," Adel fans berat Manurios dan Alvaro Mel."Hati-hati Rin, kak Antariksa terkenal loh. Siapa tau aja yang sirik sama kedekatan lo,"Takut? Tidak, Rinai bukanlah cewek lemah. Lalu bagaimana dengan cara jalannya yang seperti laki-laki? Baju di lemarinya rata-rata celana. Depan culun, belakang laki."J
Esoknya Rinai di caci oleh beberapa siswa yang melewatinya."Kalau kak Antariksa tau gimana ya reaksinya?""Bakal di benci lah, Rinai kan kemarin ke klub. Hampir dibawa ke kamar loh,""Yang ngerekam gak asik, masa adegannya ke potong? Rinai gak mau masuk kamar,"Hidup tanpa di nyinyirin itu hampa, makanya Rinai tak meladeninya nanti mulutnya lelah sendiri.Saat masuk kelas pun Rinai di tanyai hal kemarin."Rin, gimana kemarin? Dapat uang berapa? Pasti banyak dong,""Wah, gue kira dia polos tapi apa? Main sama om-om,""Hati-hati Rin, nanti ketauan kepala sekolah di keluarin,""Mending langsung pindah sekolah aja, kan malunya gak keliatan Rin."Rinai duduk, meletakkan tasnya kasar. Lagi-lagi hidupnya tak tenang, apalagi semenjak kenal Antariksa. Mulai saat ini lebih baik ia menjauhinya.☁☁☁Rinai di kelas saja, memilih kantin? Makan hati iya bukan makan jajan. Adel menemaninya."Rin, kalau ada ma
"Aku, kemarin di culik ke klub," Rinai menatap wajah Antariksa."Siapa?" suaranya berubah dingin.Bel istirahat selesai, menyelamatkan Rinai dari introgasi Antariksa. Rinai menghindari Antariksa, bertanya lebih jauh maka pelakunya tak akan di lepas.Antariksa penasaran. "Sekarang emang gak tau, tapi sampai ketemu cewek sekalipun, habis!"☁☁☁Cica bersiap dengan balutan dress indahnya. Makan malam di rumah Antariksa, Cica jamin pasti kedua orang tuanya Antariksa merestuinya."Pingin makan enak, tapi ala desa."Cica menyalakan mobilnya, Antariksa bukanlah orang kaya, hanya menengah. Jika hati sudah di butakan cinta, yang pertama selalu fisik.Sebuah komplek bernomor 04, rumah Antariksa. Dengan sopan Cica mengucapkan salam, rumah mertua harus anggun, cantik berkelas.Bintang membukakan pintunya. "Cica? Ayo masuk, Antariksa belum pulang masih di markasnya."Hati Cica kecewa, Antariksa pulang malam. "Aku bakal tungguin Ant