Share

Amorem Te Odium
Amorem Te Odium
Author: Indraqilasyamil

Bab 1. Sebelum Kelahiran Valencia

Di sebuah rumah sakit lahirlah seorang gadis bernama Valencia Novrianto Permana. Sebelum dia  lahir ke dunia ini Selvi Pujiastuti merupakan seorang anak yatim piatu yang tinggal sebatang kara di sebuah desa yang bernama Banyuwangi di Jawa Timur.

Sejak kepergian kedua Orang Tuanya Selvi di besarkan oleh tetangganya yang sangat baik mereka dengan ikhlas merawat Selvi hingga dewasa.

 

Selvi di besarkan dengan kesederhanaan serta bekerja keras. Hingga Selvi dewasa mampu menafkahi dirinya sendiri.

 

Suatu hari saat gadis itu pergi bekerja menjadi  buruh panen padi, sesuatu menimpanya. Sepeda yang ia kayuh menabrak batu besar, sehingga membuatnya terjatuh dan terluka.

 

 Seorang pemuda datang menghampirinya untuk menolong. Pemuda itu membantunya untuk menepi ke pinggir jalan, lalu bertanya.

 

“Ada yang sakit?” tanyanya lemah lembut  mencari tahu.

Selvi  malu-malu, tidak lama dia mulai mengeluarkan kata-kata. “Terimakasih, hanya sedikit lecet di mata kaki serta lutut saya. Ma—af jika saya menghambat perjalanan Tuan,” ucapnya menunduk. 

Rasa malu seorang gadis desa tersirat dari cara dia bertutur kata, hal itulah yang membuat Pemuda itu semakin menaruh simpatik dengan Selvi.

 

“Perkenalkan nama saya Permana Bramasta, jika boleh tahu adik bernama siapa?” Senyum memesona tersirat dari wajah Permana.

Badan Selvi gemetar saat mengulurkan tangan, membalas uluran tangan dari Permana.

 

“Selvi Pujiastuti.” Dengan sigap pula dia menarik tangannya kembali, hingga Permana terkejut. 

 

“Ma–af saya harus pergi ke sawah. Saya permisi, terimakasih atas bantuannya.” Selvi beranjak dari tempat itu. 

Pemuda itu belum sempat membalas ucapan Selvi, tetapi gadis desa itu sudah jauh menghilang dari pandangannya.

"Gadis desa yang cantik dan sangat pemalu, mungkin tinggal di daerah ini," gumam Permana.

 

Suatu saat aku berharap dapat bertemu dengan dia lagi. Aku akan mencari tahu tempat tinggalnya sebelum berangkat kembali menyelesaikan proyek tugas kerjaku disini, batinnya.

Selvi kesiangan saat tiba di sawah milik Juragan Sutiyah. Beliau seorang janda kaya raya di desa itu,  hidup hanya berdua dengan Arumi putrinya.

 

Arumi Suparman namanya, konon Sutiyah menikah berulang kali, dari desas desus yang beredar setiap suaminya meninggal dia menjadi kaya raya.

 

Hanya dengan pak Suparman lah dia memiliki anak. Suparman adalah suami ke tujuh Sutiyah.

 

Menurut rumor yang beredar, jika Sutiyah menikah dan memiliki anak dari Suami yang memiliki hari kelahiran yang sama dengan dia ( hari kelahiran dalam aksara Jawa seperti  Pon ,Kliwon dan lain-lain), maka semua kekayaannya akan kekal.

Ketika  Suparman meninggal bertepatan dengan malam Jum’at Kliwon. Sehingga setiap malam itu, ada saja warga kampung yang melihat sosok pria tersebut berdiri tepat di pintu masuk rumah Sutiyah.

 

Beberapa teman Selvi sering mengingatkan agar ia hati-hati, mereka takut jika  nantinya Selvi di jadikan tumbal pesugihan.

 

Namun semua ucapan itu tidak membuat Selvi gentar,  hanya perut yang lapar  yang  membuatnya gentar. 

 

Hari sudah mulai magrib Selvi masih dalam perjalanan pulang, betapa terkejutnya Selvi melihat seorang pria duduk di depan halaman rumahnya. Pria itu berada di kursi yang terbuat dari bambu, sepertinya dia sudah lama berada disana.

“Akhirnya yang aku tunggu sudah datang,” ucap Pemuda itu. Ia tersenyum manis dan menyapa Selvi.

 

“Hai!” Permana melambaikan tangan ke arah Selvi. 

Selvi masih bingung harus berkata apa, hingga suara berat yang keluar dari bibirnya. “Ma–af ada yang bisa saya bantu?” tanyanya.

 

Perasaan canggung yang Selvi rasakan, kali ini berbeda. Ada perasaan berdebar bercampur rasa bahagia. Perasaan aneh itu membuat Selvi salah fokus. 

 

Permana menyadari hal itu, sehingga dia menguntai senyum di wajahnya.  Wajah tirus, dengan hidung mancung dan rambut hitam terjuntai lurus pasti membuat mata terpesona.

“Oh saya datang, hanya ingin memastikan bahwa kamu baik-baik saja,” jelas Permana memecah rasa canggung yang ada.

Senyum manis menyungging di wajah Selvi, baru kali ini dia merasakan perhatian dari lawan jenisnya. Sejak itulah kedekatan antara Permana dan Selvi mulai terjalin.

 

***

 

Sudah empat bulan berjalan sejak perkenalan Selvi dan Permana, hingga di bulan Maret tepat tanggal satu Permana melamar Selvi. Dia berharap gadis pujaannya itu mau menerimanya, seperti gayung bersambut.

 

"Assalamuallaikum, Pak Darno maksud kedatangan kami kesini ingin melamar Selvi untuk Permana?" ucap Bramasta.

 

Merasa anak angkatnya itu suka dengan Permana, Darno menyambut dengan gembira.

 

"In syaa Allah Saya menerimanya pak Bramasta," jawabnya.

 

Pernikahan mereka di langsungkan seminggu setelah lamaran. Dari lamaran sampai prosesi pernikahan di siapkan secara sederhana.

 

Ketika malam pertama tiba, Selvi merasa bingung harus berbuat apa. Pria yang dulu orang lain saat ini telah menjadi suaminya.

 

"Loh kenapa masih duduk, belum berganti pakaian," tanya Permana. Menyadari istrinya merasa bingung Permana mendekatinya.

 

"Selvi jangan bingung, jika belum siap tidak harus malam ini," jelasnya, sambil membantu melepas hiasan yang berada di kepala.

 

"Sebentar ya mas, kita salat sunah sebelum tidur," ajak Selvi malu-malu.

 

Selvi beranjak dari tempat dia duduk, mengganti pakaian. Ia bergegas menyiapkan air hangat untuk Permana membersihkan diri.

 

Seusai dia membersihkan diri dan berganti pakaian, dia segera memberikan handuk serta menunjukkan kamar mandinya.

 

"Maaf ya mas, pintu biliknya hanya terbuat dari anyaman bambu," ucapnya.

 

Kesederhanaan yang wanita itu miliki, selalu membuatnya semakin mencintai Selvi. Senyuman manis di berikan, ke wanita yang sudah menjadi istrinya.

Mereka melaksanakan salat sunah sebelum beranjak tidur. Ada perasaan aneh yang Selvi rasakan, ketika tangan Permana mulai melingkar di tubuhnya.

Deg ...

Jantung Selvi seakan berhenti sejenak, keringat dingin mulai berada di wajahnya. Tangan Permana mulai berselancar, membuat mata Selvi terbelalak. 

Ingin rasanya dia berteriak, tetapi suara seakan tidak bisa keluar dari mulutnya. "Aku akan melakukan secara perlahan, Adik tenang saja ya," bisik Permana.

Ada perasaan aneh saat angin dari suara itu, menyentuh telinga Selvi. Ia merasa seakan ada energi listrik yang membuatnya seakan, tersetrum di sekujur tubuhnya.

Ketika jari Permana mulai menyusup kebagian bawah, sesuatu tang lebat dan sedikit basah mulai di rasakannya.

Napas Permana semakin terasa tersengal-sengal di telinga Selvi. Sesekali Selvi menarik jari itu menjauh  dari lahan miliknya.

Tetapi perasaan menggebu Permana membuatnya mencoba lagi berselancar, menyusup di antara rerumputan menyusuri lubang yang belum terlihat olehnya.

Merasa sudah cukup permana mulai melepaskan semua helai yang menutupi wanitanya. 

Dia mulai mencoba memasukkan benda yang menonjol dari dirinya, menyusuri ruang gelap di tubuh Selvi. Saat benda itu mencoba menerobos pertahanan, Selvi mengernyitkan wajahnya seakan menahan perih. 

"Ma—af terasa sakit," ucap Permana sedikit berat. Perasaan Permana sudah tidak tahan lagi. "Sedikit lagi tembus Dik, habis itu tidak akan terasa sakit. Akan terasa Nyaman dan ingin mengulang," ungkapnya.

Selvi hanya mengangguk pasrah, jika dia menolak dia takut suaminya akan marah. "Aw!" Akhirnya suara jerit keluar dari mulut Selvi.

Bukannya menghentikan kegiatannya, Permana semakin melancarkan aksinya terbakar oleh suara-suara yang di keluarkan Selvi.

Saat benda itu benar-benar sempurna, berada di lubang yang di tumbuhi rerumputan. Permana sedikit menghentikan aksinya membiarkan posisinya tepat berada di atas Selvi. 

Sedikit memberikan kecupan di kening Selvi merambat ke bagian-bagian lain. Goyangan lembut mulai dia lakukan, hingga terasa sesuatu membasahi benda miliknya itu. 

Akhirnya mereka mencapai pada titik yang di inginkan. "Terimakasih sayang, tidak salah aku memilihmu," bisiknya di telinga Selvi.

 

***

 

Kebahagiaan mereka seakan seperti kisah- kisah orang tua dulu Witing Trisno jalaran soko kulino  ( Cinta datang karena terbiasa ).

Kebahagiaan yang di gantikan oleh Allah buat Selvi, semenjak hidup sebatang kara dan di saat  Dewasa digantikan dengan, sosok Permana di dalam hidupnya. 

Hingga suatu pagi saat dia memastikan bahwa dia hamil, Permana langsung mengecup keningnya dan melepaskan ciuman hangat tepat di bibir Selvi. Kecupan sekejap demi sekejap itu menandakan bahwa dia sangat bahagia.

Bahkan dia rela mencari tahu apa saja  yang dapat Selvi makan. Di usia kehamilan muda, Selvi mengalami mual yang berkepanjangan. Sehingga perlu mendapatkan perawatan di rumah sakit.

Demi keselamatan Istri beserta anaknya, Permana menyetujui keputusan Dokter. Selama Selvi dirawat Permana mengalami kesulitan dana. 

Pria itu benar-benar putus asa, hingga dia  memutuskan untuk memberanikan diri ke rumah Sutiyah, salah satu juragan janda terkaya di desanya.

“Assalamuallaikum,” ucap Permana, yang berdiri tepat di depan pintu yang berukuran 3m x 2,5m dengan dua daun pintu yang terbuat dari kayu jati ukiran, berwarna coklat.

 

Lalu dia menyandarkan tubuhnya di tiang teras rumah mewah itu, menunggu sekitar lima belas menit terdengar sapaan dari dalam rumah tersebut.

“Waallaikumsalam,” jawab seorang gadis. Pintu rumah terbuka , seorang gadis  berambut hitam, dengan paras wajah putih seusia Selvi.

Gadis itu sempat terdiam sejenak, menatap wajah Permana yang bersandar di tiang teras rumahnya.

Gantengnya siapa pemuda ini, tinggi dengan rambut hitam dan hidung mancung. Siapa pun dia, saat ini aku sangat menyukainya. Mungkin dia jodohku, apalagi aku cantik dan anak orang kaya.  Semua Lelaki berharap, mendapat balasan dari cintaku. Aku akan mencari tahu tentang dia, batin Arumi Suparman yang tidak lain anak dari Sutiyah.

Arumi tersadar dari lamunannya. “Ehem ... maaf Mbak, Ibu Sutiyah ada?” tanya Permana yang tetap menjaga pandangannya.

Seakan tidak peduli dengan sosok cantik di hadapannya, pikiran Pria hanya terfokus dengan kondisi Selvi dan calon bayinya. Permana masih berdiri di depan pintu, hingga si pemilik rumah mempersilahkan dia masuk serta duduk. 

“Oh ... sebentar ya Mas, silakan duduk,” ucap Arumi berusaha mencari perhatian dari Permana. Dia tidak langsung menuju ke dalam rumah, melainkan sibuk berusaha mendekati Permana.

Sambil memutar ujung rambutnya dan sesekali sedikit jalan berlenggok-lenggok. Jari telunjuk di letakkan di ujung bibirnya, hingga kakinya sengaja berpura-pura tersandung kaki meja,  membuatnya terjatuh  menimpa Permana.

Suasana seketika hening, waktu seakan berhenti berputar. Mata wanita itu menatap tajam seakan ada hasrat yang ingin dia utarakan.

 

Permana serbasalah harus berbuat apa, keheningan semakin terasa di ruangan itu. Gadis itu juga sengaja tidak bergerak sedikit saja dari tempat dia terjatuh.


Bersambung ...

Jangan lupa follow Instagram @Indraqilsyamil 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status